"Apa yang kau lihat belum tentu itu sebuah kebenaran. Jangan menyimpulkan sebelum mengetahui permasalahannya."
-adpdita-
Kenzi pov.
Jam menunjukkan pukul lima pagi, aku terbangun dari tidurku. Ku langkahkan kaki menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu.
Usai melaksanakan sholat subuh, aku duduk di ruang tamu sembari melihat foto profil Cia di whatsapp nya.
"Manis." gumamku.
"Siapa?" tanya ibu mengagetkanku.
"Eeh, ibu." balasku sambil cengengesan.
Ibuku mengangkat kedua alisnya kemudian menggerakkan kepalanya sembari tersenyum.
"Huftt.... hampir aja." gumamku lega sembari menatap langkah ibuku menuju kamarnya.
Ku angkat kedua alisku, "Nih anak pasti belum bangun." gumamku sembari tersenyum iseng. Tanpa berpikir lama, ku sentuh icon telfon dan tak lama muncul foto Cia di layar ponselku.
"Ya Ken?"
"Lah kok udah bangun?" gerutuku karena niat isengku gagal total.
"Emang kenapa?" ucapnya dengan heran dari sambungan telfon.
"..."
"Ken?"
"Ck!" decak kesalku.
Ku matikan sambungan telfon sembari mengerutu kesal.
Cia pov.
Setelah Kenzi menelfonku. Aku menggerutu kesal padanya, pasalnya dia menelfonku pagi-pagi tanpa alasan apapun. "Ck.. awas aja nanti." kesalku.
Mila tersenyum tipis melihat mukaku yang cemberut akibat ulah Kenzi. "Ya elah Ci, biasa aja tuh muka." ledeknya.
"Sebel." judesku sembari memasukan SB (Sleeping Bag) kedalam carrier dengan kasar.
"Kenapasi hidup gue gini amat! Dari sekian banyaknya manusia berjenis kelamin lelaki kenapa gue harus ketemu yang bentukannya seperti Kenzi! Ya tuhan.... ganteng kaga! Nyebelin iya!" lanjutku yang hanya direspon dengan sebuah tawa oleh kedua temanku.
•••
Jam menunjukkan pukul 15.00 W.I.B, sudah hampir lima jam kami satu rombongan mengendarai sepeda motor, namun tempat tujuan kami (Gunung Andong) nampaknya masih jauh. Ku lihat wajah kedua sahabatku kala berhenti menunggu lampu hijau yang nampak memasang mimik bahagia karena kami tersesat. Yap! Tidak akan seru petualangan tanpa tersesat.
Walaupun sudah lima jam kami mengendarai motor, namun tiada satupun dari kami yang menunjukkan raut muka lelah. Beda halnya dengan Mila dan Dina, mereka berdua nampak kagum dengan tingkah kami. Tanpa ada rasa lelah! Sepanjang jalan kami membuat kegaduhan. Entah itu bernyanyi, atau teriak menyapa para pengendara lain.
"Ga boleh badword jadi cewe!" kata Kenzi memberi ku peringatan.
"Emang kenapa?" tanyaku heran.
"Emang apa bagusnya badword hmm? Gausah ikut-ikutan temen." balasnya.
Ku hembuskan nafas dengan kasar hingga membuat Kenzi mengangkat kedua alisnya.
"Wanita itu lembut! Tindakan maupun ucapan." ucapnya lagi.
"Berarti gue bukan cewe dong?" jawabku sembari mengangkat kedua alisku.
"Terserah." balas Kenzi sembari memutar kedua bola matanya dengan malas.
Sekitar jam sembilan malam kami tiba di parkiran depan basecamp gunung sawit. Usai melaksanakan sholat isya kami berkumpul untuk membicarakan soal pendakian yang akan dilaksanakan malam ini atau besok pagi.
Kami duduk membuat satu lingkaran untuk berdiskusi.
"Jadi enaknya kita mau track malam ini apa besok pagi?" tanya seorang teman Kenzi mengawali pembicaraan.
"Tahun depan aja keknya seru!" ucap Kyra tanpa dosa. Membuat kami satu rombongan ingin menerkamnya.
"Lo diem ato gue masukin ke carrier!" ucapku dengan memasang wajah datar.
"Bac*t lo! Gue bilang Danil mampus." ucapnya lirih tapi masih bisa ku dengar.
Mendengar kata Danil membuatku mengikatnya. "Astaga.. gue lupa ga ngabarin Danil." gumamku dalam hati sembari mengeluarkan ponselku dari dalam tas kecil.
Tanpa berlama-lama aku langsung membuka aplikasi whatsapp, mataku melotot dengan sangat lebar melihat pesan dari Danil.
Danil.
"Cie ke Andong."
"Hati-hati ya!"
"Lah tau dari sapa?" batinku dengan polosnya.
Ku tatap Mila dengan rasa curiga. "Ya! Pasti mila yang memberitahu." Pikir singkatku.
Cia.
"Hehe iya."
"Danil udah bulang?"
"Ekhm..." dekhem Kyra dengan keras tepat di telingaku.
"GILA LO YA! TELINGA KUE BISA BECAH!" kesalku.
"Lo kalo mau chating sama doi tuh nanti aja woi!." ucap kyra dengan nada agak sebal.
"Lo mau kita tinggal track ha?" sahut Vania sembari memutar kedua bola matanya dengan malas.
"Track?" ucapku bak orang kebingungan.
"Oh iya!" teriakku sembari menggaruk kepalaku yang tak gatal.
"Untung sahabat." ucap kompak kedua sahabatku sembari mengelus-elus rambutku.
Teman-teman Kenzi yang melihat kami tentu menggelengkan kepalanya, apalagi terhadap sikapku yang menunjukkan bak orang idiot.
"Ken! Keknya lo salah bawa patner deh." ucap Bagas, teman Kenzi.
"Yo naik! Assalamualaikum akhy." ucapku tanpa dosa sembari berjalan menuju gerbang pendakian disusul oleh Kyra dan Vania.
Sesampainya di gerbang pendakian aku menyuruh satu rombongan untuk berkumpul.
"Kenapa? Lo ga kuat bawa carrier?" tanya Kyra yang hanya ku balas dengan hembusan nafas.
Usai melihat semua sudah berkumpul, aku mulai mengatakan tujuanku menyuruh mereka berhenti dan berkumpul. "Okey karena sudah berkumpul. Bismi-llāhi ar-raḥmāni ar-raḥīmi, untuk mengawali pendakian pada malah hari ini mari kita sejenak berdo'a meminta perlindungan kepada Allah, semoga diberi kelancaran, keselamatan sampai kembali kerumah masing-masing. Berdo'a.. mulai."
"Selesai."
Author pov.
Jam menunjukkan pukul sebelas malam, kedua tenda Kenzi dan Cia sudah berdiri tanah puncak Andong, kini mereka terpisah menjadi dua rombongan. Kedua tenda mereka tidak berhadapan karena puncak Andong malam ini sangat ramai. Sial, mereka melupakan jika malam ini adalah malam minggu.
Cia dan kedua sahabatnya tengah memakan mie didalam tenda, sementara Mila dan Dina tengah berada didalam warung. Mereka berdua memutuskan untuk tidur didalam warung karena tenda perempuan hanya bisa untuk empat orang saja.
"Udah sampe puncak?" ucap seorang lelaki disambungan telefon. Ya! Dia Danil.
Mendengar suara itu berasal dari ponsel Cia, lantas kedua sahabatnya langsung mengejeknya habisa-habisan namun Cia hanya memutar bola matanya dengan sangat malas.
"Mau lihat puncak Andong malam hari." ucap Danil membuat Cia bangkit dari duduknya kemudian berjalan keluar tenda.
"Indahnya pemandangan..." ucap Cia bak orang bernyanyi.
Danil tersenyum lebar. "Suka?"
"Sukaaaaaaa..." ucap Cia yang kemudian membekap mulutnya sendiri.
Senyum diwajah Danil kini berganti menjadi tawa, Danil senang melihat Cia begitu senang berada dipuncak Andong.
"Dan." ucap seorang wanita yang masih bisa Cia dengar di ponselnya.
"Kenapa?" balasnya.
Cia tak lagi mendengar kata sepatahpun dari sambungan telfon. Cia terdiam cukup lama hingga Cia melihat seorang wanita meletakkan kepalanya dipundak Danil. Sontak Cia membulatkan kedua bola matanya dengan sangat lebar.
"Gue pinjem hp lo dong." ucap wanita itu sembari merebut ponsel Danil.
"Gue lagi-"
Trutt...
Cia mematikan sambungan telfon dari Danil, matanya kini menatap lurus ke depan. Melihat lampu indah kota Malang, dirinya kini tengah bingung. Ada rasa sakit dalam dirinya, Mungkin dia cemburu!
"Dia temen tongkrongan ku, kita lagi di kedai mata angin." ucap Danil setelah Cia mengakat telfonnya.
Cia hanya terdiam, hingga seorang wanita memarahi Danil namun masih bisa terdengar oleh Cia.
"Lo ga asik tau! Kita tuh lagi ngongkrong! Kok lo malah asik sendiri sama hp lo!"
Mendengar kata itu membuat Cia mengalah, ia tak ingin kebersamaan Danil bersama sahabatnya terganggu. "Ya udah Danil. Cia mau tidur aja, cape." balas Cia lirih, kemudian ia mematikan sambungan telfon tanpa menunggu balasan dari Danil.
"Jam setangah satu nongkrong bareng cewe? Emangnya wajar ya? Ishh... Cuma temen? Lah gue... apansi!" Batin Cia.
Cia menghembuskan nafas dengan sangat kasar. Dia sangat lelah, rasanya ia ingin merebahkan badannya. Ketika Cia hendak berbalik badan tiba-tiba ada seorang yang menyelimutinya dengan jaket hitam.
"Kenzi." ucap Cia setelah melihat Kenzi di hadapannya.
"Belum tidur?"
"Belum."
"Mau ngopi?"
"Boleh."
Kenzie mengambil matras untuk mereka duduki, tanpa di perintah Cia langsung duduk di atas matras, ia hanya melihat Kenzi yang tengah membuat kopi untuk dirinya.
"Harusnya tuh gue yang dibuatin." ucap Kenzi sembari menyerahkan segelas kopi untuk Cia.
"Harusnya bukan nyatanya." ucap Cia memasang wajah datarnya.
"Ga ada ya lo marah-marah lagi ke gue! Gue udah ngajak lo kesini! Lo jangan ngeselin!" ucap Kenzi sembari memegang kedua pipi Cia.
"Kenzi ih!" ucap Cia kemudian memanyunkan bibirnya. Tampak jelas ketidaksukaan pada wajah Cia.
"Lo kenapa?" ucap Kenzi yang hanya di balas dengan hembusan nafas kasar.
"Cerita dong, kan ada gue." ucap Kenzi sembari merebahkan badannya dan menaruh kepala di pangkuan Cia.
"Apaansi." batin Cia sangat tidak suka.
"Liat tuh binatangnya indah." ucap Kenzi sembari memandang langit.
Cia menatap kagum bintang-bintang, mimik wajahnya kini berubah menjadi menggemaskan.
"Bagus.." ucap kagum Cia sembari menatap Kenzi yang masih dalam pangkuannya.
Kenzi tersenyum tipis. "Senyum lo juga bagus." ucap Kenzi sembari menyubit hidung Cia dan bibalas dengan tamparan kecil di pipi Kenzi.
•••
Sang fajar telah menapakan dirinya dengan sangat indah. Terlihat semua orang tengah menikmati keindahannya diatas puncak Andong. Ada yang mengabadikan, ada yang hanya menikmatinya dengan sebuah candaan.
Rombongan Cia dan Kenzi tengah asik berfoto dengan sang fajar. Beda halnya dengan Cia yang kini tengah vc bersama Danil. Cia memperlihatkan keindahan sang fajar kepada Danil lewat sambungan ponselnya.
"Aku baru liat kamu seseneng ini." ucap Danil dengan senyum diwajahnya.
"Gitu ya? Haha.." balas Cia.
Tiba-tiba ada sebuah tangan yang menarik kepala Cia kedalam pundak, Kenzi orangnya. Ia merangkul Cia dengan satu tangan, menahan kepala Cia untuk tetap dipundaknya.
"Seindah ini ciptaan Tuhan. Janji ya jangan sedih lagi? Ada gue yang jagain lo." ucap Kenzi.
[TO BE CONTINUED]
Adpdita~