"Satu pelukan, menyembuhkan satu juta luka."
-adpdita-
"Kita mau kemana sih?" ucapku dengan kesal karena sudah dua jam lebih aku dan Kenzi berada didalam mobil.
"Suatu tempat." jawabnya singkat.
Aku menghembuskan nafas dengan sangat kasar, ku pejamkan mataku untuk mereleks kan tubuh, perlahan aku mulai mengatur nafas untuk mengontrol emosiku. Entalah, aku sangat kesal dengan pria yang ada disebelahku, rasanya aku ingin membunuhnya!
"Mau turun ga?" ucap Kenzi dengan sangat lirih tepat ditelingaku, bahkan aku bisa merasakan hembusan nafas Kenzi ditelingaku.
Aku membulatkan mataku karena kaget, tanpa sepatah katapun aku mendorong dada bidang Kenzi dengan sangat kasar. Aku tidak perduli jika Kenzi kesakitan.
"Aaw!" pekik Kenzi.
"Rasain!" batinku, terukir senyum devil dibibirku. Aku tersenyum penuh kemenangan.
"Turun! Mau sampe kapan lo senyum jahat gitu?" ucap Kenzi sembari membuka pintu mobil kemudi dan langsung melangkah keluar.
Ku amati keadaan sekitar, aku mengerutkan keningku. "Bandara?" batinku.
"Asataga! Tuan putri! Harus dibukain pintu dulu baru mau turun?" ucap Kenzi sedikit teriak setelah membukakan pintu mobil untukku.
"Brisik lo!" kesalku.
Kenzi hanya membuang nafas dengan kasar, mungkin sekarang dirinya tengah menahan emosi. Apapun yang tengah ia alami aku tidak peduli.
"Lo ngapain bawa gue kesini? Mau nyulik gue? Ck! Lo ga bakal dapet u..."
"Banyak omong!" ucap Kenzi memotong kalimatku sembari menarik tangan kananku hingga aku keluar dari mobil.
Aku menghela nafas, untung saja bukan tangan kiriku yang ditarik oleh Kenzi. Mana luka ditangan kiriku belum sepenuhnya mengering semua. Dasar penyakit sialan! Disekian banyaknya penyakit, kenapa aku harus menghidap self injury dan depresi?
Kenzi menariku, menyadarkan ku dari lamunan. Ia berjalan lebih cepat didepanku, langkahku tak dapat menyamai langkah Kenzi, pasalnya tinggiku hanya sebatas bahunya.
"Kenzi lepasin! gue bisa jalan sendiri." ucapku sembari mengehantikan langkahku.
"Kita udah ga punya banyak waktu, Cia!" ucap Kenzi sembari menatapku kemudian meneruskan langkahnya, tentu saja tangan kekarnya masih memegang tangan mungilku. Bahkan kali ini cengkaramannya lebih kuat dari sebelumnya
"Kenzi!!" pekikku dengan mata berkaca-kaca.
"Maaf." Kenzi membalikkan badannya, tangannya melepas cengkraman ditanganku. Kini kedua tangannya beralih mengelus-elus pipiku sembari menghapus cairan bening yang akan keluar dari mataku.
"Forgive me, but we must fast!" ucapnya lirih.
Aku dan Kenzi melanjutkan perjalanan sampai disebuah ruang keberangkatan. Ku lihat Sam tengah duduk disebuah kursi sembari memegang kepalanya.
Deg!
Hatiku kacau, bahkan tubuhku sampai gemetar. Kenzi mengengam tanganku, ia dapat merasakan getaran hebat ditubuhku.
"Tenanglah, gue disini."
Sampai aku melihat wanita paruh baya tengah berdiri di depan pintu ruang chek in. Mama? Aku berlari menghampiri mama, tak perduli jika ia menamparku didepan umum.
Nafasku tersengal ketika telah sampai dihadapan mama, tububku gemetar dengan sangat hebat. Aku tak berani untuk memandangnya, aku hanya menundukkan. Bahkan seribu pertanyaan yang bersarang diotak ku kini telah hilang, aku tak bisa berkata apapun.
Speechless!
Mama memajukan langkahnya untuk mendekati ku, mungkin kali ini aku akan ditampar dihadapan banyak orang. Aku menajamkan mataku, aku takut.
Mematung!
Mama memelukku dengan sangat erat, pelukan yang sangat ku rindukan akhirnya kembali. Dapat ku dengar isak tangis dari mama, bahkan dadanya gemetar begitu hebat. Aku membalas pelukannya dengan tak kalah eratnya disusul dengan cairan bening yang sudah tak bisa ku bendung lagi.
"Forgive me, hiks..." ucap mama dengan suara parau sembari melepas pelukannya.
Ku tatap setiap lekuk wajah wanita yang ada dihadapanku, ku lihat banyak penyesalan dan kekecewaan dalam satu wajahnya. Rasanya hatiku seperti disambar petir melihat wajah yang ada didepanku. Bagaimana bisa aku tidak mengetahui apapun.
Dasar tak berguna!
Mama meraih kedua tanganku, lalu ia menggenggamnya dengan sangat erat. Aku tidak tahu apa yang terjadi, bahkan aku hanya bisa diam dan mematung.
Mama menatap pupil mataku, akupun menatapnya lebih dalam, dapat ku temukan seribu penderitaan disana. Tangannya kini mengelus-elus rambutku.
"Maaf! Kuat lah, mama yakin kamu bisa."
"Cia cape mah, hiks.."
"No! You can do whatever you want!" ucap mama penuh tekanan disetiap kalimatnya.
"Saya gagal mendidikmu." lanjutnya disertai dengan isakan.
"Mah!"
"Jangan berkata seperti itu." ucapku sembari menghapus cairan bening dipipi mama.
"Mah, boleh Cia minta sesuatu?"
"Anything! Katakan."
"Peluk hiks.. Cia lagi mah.."
Tanpa sepatah kata apapun mamah langsung memelukku, sungguh aku sangat merindukan hal ini. Aku menenggelamkan kepalaku dileher mama, nyaman! Kenyamanan tiada tara.
Aku semakin mengeratkan pelukan ini, bagitupun mama. Isak tangis menjadi melodi pelukan kami. Cukup lama, rasanya aku tak ingin melepaskan pelukannya. Hingga suara seorang wanita dispeaker bandara membuat mama melepaskan pelukannya.
"Your attention please, passengers of Garuda Indonesia on flight number GA328 to London please boarding from door A12, Thank you."
Mama mencium kedua pipi, lalu menghapus jejak air mata dititipku. Aku masih terdiam dan ingin kembali memeluk mama namun mama menghentikanku, ia malah menengok ke arah Kenzi yang masih setia berdiri tidak jauh dari kami.
Mama tersenyum, kemudian melangkah masuk ke dalam bandar. Sontak aku langsung berlari mengerjanya namun dengan sigap Kenzi menahan tanganku agar tidak mengejar mama.
"Lepasin Kenzi!" bentakku sembari berusaha melepas cengkraman tangan kekar milik Kenzi, namun usahaku sia-sia. Tenaga Kenzi jauh lebih kuat dari, terlebih lagi Kenzi memegang lengan kiriku. Aku dapat merasakan lukaku kembali mengeluarkan darah segar, untung saja aku mengenakan pakaian gelap.
"Tenanglah!" ucapnya dengan lembut sembari mengelus semurai coklat milikku.
"Kenzi, ini sak-it.."
Sontak Kenzi melepaskan cengkramannya, ia menarikku kedalam dekapannya. Aku dapat merasakan kenyamanan di dada bidang miliknya. Aku mendongak, ku tatap setiap lekat wajah Kenzi sembari cegukan karena isk tangisku.
Kenzi membalas tatapanku, ia mengeratkan pelukannya sembari terus mengelus rambutku.
"Kenapa hmm?"
Speechless!
Sial! Lagi-lagi sikap itu kembali hadir, entalah aku hanya bisa diam menenangkan diri di dada bidang milik Kenzi. Sampai akhirnya jari kekar Kenzi menghapus jejak air terjun di pipiku. Ku pejamkan mataku, sial! Kenapa rasanya begitu nyaman? Bahkan aku sampai tak peduli jika kami tengah berada di bandara.
Terasa sebuah tangan mengelus-elus semuraiku, namun ini bukan tangan Kenzi.
"Gue titip adik gue yang manja ini." ucapnya membuat ku membulatkan mataku dengan sempurna. Aku melepas pelukan Kenzi dengan paksa untuk membalikkan badan dan menatap seseorang yang telah menitipkan ku pada Kenzi.
Sam! Ya, dia orangnya.
"Maksud lo?" ucapku yang hanya di balas dengan senyum tipis.
"Lo juga mau pergi dari gue?"
Sam melangkah kaki meninggalkan ku, isak tangisku kembali. Bahkan sekarang cairan bening turun lebih deras dari yang tadi.
"Agrhh..." ucapku frustasi sembari menjambak rambutku.
Kenzi kembali menarikku dalam dekapannya, ia mengusap lembut pundakku.
"Ada gue disini." ucapnya lembut tepat ditelingaku.
"Pergi, Ken! hiks..."
Kenzi mengertakan pelukan nya.
"Please, go! Gue pengin sendiri... hiks..."
"No! Karena gue ada disini buat lo."
Kenzi melepaskan pelukannya kemudian menudukan tubuhnya, ia membopongku. Tentu saja aku memberontak dan sedikit teriak meminta untuk diturunkan, aku sangat kaget dengan perlakuan ini yang begitu mendadak.
"Diamlah, atau ingin menjadi pusat perhatian seluruh orang."
Ku amati keadaan sekitar, bagaimana aku bisa lupa jika kini kami tengah berada di bandara. Aku hanya diam dan memandang lekuk wajah Kenzi, namun yang ku padang hanya fokus pada jalannya.
Author pov.
Kenzi meletakkan tubuh mungil Cia dikursi depan samping pengemudi kemudian ia berjalan menuju kursi kemudi.
"Berhentilah memasang wajah cemberut seperti itu sebelum gue menerkam lo."
Gemas! Kenzi merasa sangat gemas dengan gadis yang ada disampingnya, rasanya ia ingin meremukkan tulang gadis itu sekarang juga. Bagaimana tidak? Sedari tadi Cia memanjunkan bibir sembari memasang wajah sebal karena tadi Kenzi tak menurunkannya meskipun Cia merengek minta di turunkan, namun ekspresinya membuat semua orang yang melihatnya merasa gemas. Sungguh ia nampak seperti bayi.
Kenzi melakukannya mobilnya keluar dari parkiran bandara. Selama perjalanan mereka hanya diam. Cia yang terus terfokus menatap luar jendela sembari menangis dalam diam, tentu saja Kenzi mengetahui itu namun ia sengaja diam memberikan waktu untuk Cia befikir sendiri.
"Mampir?" ucap Cia dengan suara agak parau setelah sampai di pekarangan rumahnya.
"Tentu saja." balas Kenzi sembari keluar dari mobilnya.
Cia mengehela nafas, padahal ia menawari Kenzi untuk mampir hanya sekedar basa-basi, namun Kenzi malah tidak menolaknya.
"Sial!" batinya kesal.
.....
"Ck! Gue ga dikasih minum?" decak Kenzi, karena sedari tadi dua nisan itu hanya duduk bersebelahan disofa ruang tamu.
"Ambil sendiri, punya kaki tuh digunain." ketus Cia dengan memutar bola matanya.
Sungguh Kenzi semakin gemas dengan gadis mungil ini, Kenzi sudah tak tahan lagi. Tangannya terangkat mencubit kedua pipi temben Cia.
"Kenzi! Sakit." ucap cia dengan mata menelot.
"Salah sendiri bikin gue games!" ucapnya kemudian marik kepala Cia untuk bersandar dipundaknya, tentu saja untuk mengelus semurai coklat milik gadis disebelahnya. Entalah, Kenzi sangat suka mengelus semurai cokat milik Cia.
"Don't go, please!" ucap cia sembari menatap Kenzi dengan tatapan puppy eyes.
Kenzi hanya menatap Cia dengan gemas, tangannya yang satu bergerak menarik pundak Cia untuk semakin dekat dengannya. Cia menenggelamkan wajahnya di lekuk leher Kenzi, tangannya juga tersangkat melingkari pinggang kekar Kenzi.
TYPO BERTEBARAN!
Hai, gimana dengan part ini?
Ada yang penasaran ga kenapa Sam menitipkan Cia pada Kenzi dan mengapa Kenzi bisa tahu kalau mama akan pergi ke London? Dan mengapa mama pergi ke London?
Hayu!!! Penuhin kolom komentar dong....
TO BE CONTINUED.
adpdita~