17+ area...
Harap bijak dalam membaca...
Langit sedikit mendung siang ini, nampaknya ia tengah mengerti perasaan ku. Aku masih tak mengerti apa yang terjadi pada keluargaku, aku juga tidak tahu mengapa kedua orang tuaku beradu mulut setiap saat. Sudah dua hari selepas mama menamparku di hadapan Kenzi, selama itu juga mama tak pernah berbicara padaku bahkan kami satu keluarga nampak orang asing yang tinggal satu atap.
Menyedihkan!
Entah dorongan dari mana siang ini aku berniat untuk pergi ke rumah Vania. Sudah lama aku tidak kerumahnya, mungkin aku bisa berbagi keluh kesah disana. Bagiamanapun aku sudah dianggap keluarga oleh keluarga Vania. Meskipun keluraga Vania sedikit berantakan karena suatu masalah, namun aku tak mempermasalahkan hal itu. Bagiku, keluarga tetaplah keluarga sampai kapanpun.
Ku kendarai Jaks memuju rumah Vania. Setelah tiba di rumah Vania aku melihat sebuah motor terparkir di halaman rumah Vania. Aku tidak tahu siapa yang sedang bertamu di rumah Vania, tapi apa peduliku? Ada atau tidaknya tamu aku akan tetap masuk kedalam rumah.
Ku langkahkan kaki menuju pintu rumah Vania. Aku berdiri didepan pintu, ku angkat tangan kanan untuk membuka knop pintu namun tiba-tiba pintu terbuka dengan sendirinya. Setelah pintu terbuka sempurna aku melihat sahabatku, ya! Vania yang membukakan pintu.
"Dirumah ada siapa?" ucapku karena aku heran kenapa rumah nampak sepi.
"Cuma berdua." ucap seorang lelaki yang tiba-tiba muncul di hadapan ku.
Aku mengerutkan keningku, kemudian ku putar bola mataku dengan malas. Ku langkahkan kaki untuk masuk kedalam rumah namun langkahku terhenti karena perkataan sahabat ku.
"Mau ngapain? Ganggu aja!"
Deg!
Tubuhku gemetar, aku tidak mengerti apa yang di ucapkan sahabatku. Baru kali ini aku diperlakukan seperti itu oleh sahabat ku.
"Kenapa masih berdiri?" ucap lelaki yang ku duga itu adalah pacarnya Vania. Dia satu kelas dengannya, aku juga mengenalnya. Dia adalah mantan teman kelasku dulu.
"Maksudnya?" ucapku polos.
"Pergi!"
Deg!
Kenapa? Kenapa Vania mengusirku? Tak biasanya ia bersikap seperti ini padaku. Ia mengusirku seperti aku itu pengemis yang datang untuk meminta uang, namun rasanya pengemis juga tak pernah diusir seperti itu kecuali di sinetron.
"Ganggu aja orang lagi enak-enaknya!" ucap Natan, pacar Vania.
Deg!
Lagi-lagi aku dikejutkan dengan perkataan. Tubuh ku membeku, aku tak mampu menggerakkan badanku, ku ambil nafas dalam-dalam dan membuangnya dengan kasar. "Oke! Positif thinking Ci!" batinku.
Natan tersenyum remeh. "Polos. Pantas saja sering ditinggalkan." ucapnya sembari mengatakan daguku, kemudian menekannya dengan keras.
"LEPAS!" bentaku sembari menepis tangan Natan.
"Cih! Gausah mengotori pipiku dengan tangan harammu itu!" ucapku sembari menekan setiap kata yang ku ucapkan.
Ku putar badan untuk meninggalkan rumah ini, tepat setelah aku membalikkan badanku dengan sempurna dering ponselku berbunyi. Ku ambil benda pipih dari tas kecil yang ku bawa. Tertulis nama Kyra pada ponselku.
"Kenapa Ra?"
"Gue dirumah lo."
Sontak aku membulatkan bola mataku selebar-lebarnya, aku terkejut bahkan sangat terkejut. Meningkat keadaan keluarga ku sekarang, mungkin saja Vania telah mengetahui jika mama dan bapa sedang adu mulut, atau bahkan Sam telah menceritakan semuanya.
Sial!
Apakah Kyra akan bersikap seperti Vania?
"Cepet pulang, gue tunggu di kamar lo." ucapnya menyadarkan ku dari lamunan.
Ku masukan kembali benda pipih tersebut kedalam tasku, tanganku mengepal penuh kebencian.
"Van! Gue pengen denger dari lo!" ucapku tanpa memandang sahabatku.
Vania tersenyum tipis. "Yes! This is right! what do you want to hear? Lagipula siapa yang mencinta ku selain Natan!?"
Aku tak percaya dengan apa yang Vania ucapkan, aku sangat kecewa mendengar perkataan dari sahabat ku. Cuma karena sebuah cinta, ia melakukan hal tak wajar seperti itu?
"BEGO!"
"YA! GUE BEGO! Lo sahabat gue! Tapi apa lo ngerasain sepenuhnya yang gue rasain? Gue ga seberuntung diri lo!" ucap Vania sembari meneteskan air matanya.
"Semua orang punya musibah masing-masing. Tapi kalo gue jadi lo, gue ngga akan sudi dicintai oleh sampah seperti pacar lo." ucapku sembari meninggalkan mereka berdua.
Ku kendarai motorku dengan kecepatan di atas rata-rata. Emosiku meluap, ada rasa sesak didada ku, kata-kata Vania terus terngiang-ngiang di kepalaku. Perlahan cairan bening keluar dari mataku.
"Maafin Cia, gabisa jaga Vaina. hiks.. Cia tau Ma'e pasti mengerti perasaanku sekarang ini.. hiks.."
Vania pov.
"Ga usah dengerin ucapannya. Lagian cuma gue yang bisa ngertiin perasaan lo kan." ucap Natan sembari mengacak rambut ku.
Ku langkahkan kaki ku menuju kamarku, tentu Natan mengikuti ku dari belakang. Kami meneruskan aktivitas yang terganggu akibat sahabat. Sahabat? Aku tersenyum tipis menyebut kata itu. Dia memang polos dan tak akan pernah mengetahui penderita yang ku alami, jika saja tidak ada Natan mungkin aku sudah mengakhiri hidupku. Hidup berkeluarga terasa sebatang kara.
Menyedihkan bukan?
Ku kunci pintu kamarku, ku pastikan kali ini tidak ada yang menggangguku lagi. Nantan memeluk dari belakang, kepalanya ia letakan dileher kananku, ia menghirup aroma tubuhku dengan rakusnya.
Perlahan tangannya meraba naik ke atas, tangannya terhenti ketika sampai di kedua squishy bernyawa ku. Perlahan ia mulai meremas nya dengan lembut, aku hanya menikmati setiap permainan yang ia lakukan.
"Kecil." ucapnya sembari memeperkeras remasanya.
"Terus?"
"Gedein."
"Besok gue beli masker pem-"
"Ga! Gue mainin aja tiap hari nanti juga besar." ucapnya memotong perkataan ku.
Nantan menggerakkan tangannya ke atas, membuka bajuku. Kemudian membuangnya sembarang ke lantai. Aku membalikkan badanku kemudian memeluk erat tubuhnya.
"Udah yang keberapa kali?" ucapku dengan nada iseng tepat di telingga Natan.
"Lupa!"
Aku menghendus kesal dengan jawab Natan, sontak aku melepaskan pelukan dan memanyunkan bibirku.
Natan tersenyum tipis sembari mengangkat daguku dengan sangat lembut. "Berapa kali? Hm gue ragu, jangan-jangan lo lupa."
"Em.. berapa kali ya. Satu... Dua.. tiga.. lima.. ah banyak kali intinya." jawabku dengan mengingat berapa kali aku melakukan nya sembari melipat jariku satu persatu.
Cup!
Benda kenyal mendarat di bibirku, cukup lama hingga membuatku sulit untuk bernafas. Usai melepaskan ciumannya pada bibirku, Natan melempar tubuhku keatas ranjang dan segera mengeluarkan nafsunya dengan liar.
"Gue menjijikkan? ya memang! Gue melakukan itu karena sebuah Cinta yang hadir ditengah-tengah kepedihan hidup yang gue alami."
_Vania._
MENGANDUNG UNSUR 17+, HARAP BIJAK DALAM MEMBACA!
[TO BE CONTINUED]
adpdita~