"Kesempatan dalam kesempitan itu memang kerap dijadikan keadaan baik untuk merebut hati."
-adpdita-
"Mau gak nih wahai mak lampir." tutur Kenzi membuatku kesal.
"Ishh.. mak lampir mana ada yang secantik gue."
"Ck..." desak Kenzi.
"Gue ajak sahabat gue dulu ya." pintaku.
Setelah usai berbincang dengan Kenzi melalui telfon, ku putuskan untuk mengistirahatkan diriku. Pelahan mataku mulai menutup, detik demi detik memulaskan tidurku dengan pikiran tak karuan.
***
"Sayang,, bangun." tutur mama menjadi alarm pagi hariku. Membangunkan ku merupakan hal wajib dari kegiatan mama.
Ku lihat jam di dinding, jam menunjukkan pukul 06.30, ku bangunkah tubuhku dengan rasa malas. Mama menghampiri ku lalu mencium keningku, membuat ku tersenyum dan langsung bergegas menuju kamar mandi.
Setelah usai mandi, aku pergi ke meja makan dengan seragam PKL yang sudah ku kenakan. Tentu saja aku hanya sarapan seorang diri, Sam sudah berangkat sekolah sebelum aku bangun sedang mama dan papa tak pernah sarapan se-pagi ini.
Ku langkahkan kaki menuju kamarku, badanku terasa lesu meskipun telah mandi.
"What?! Jam 7.15?! Mampush gue kena omelah Lia dan Febi." teriakku terkejut.
Aku langsung berdandan dengan cepat, dan langsung bergegas menuju garasi tanpa berpamitan pada mama. Ku kendarai motorku dengan kencang, sesampainya disana ku lihat Lia dan Febi yang tengah membersihkan ruang menghentikan aktivitas nya setelah melihat ku.
"Nyenyenye." ucap Lia sembari melipat kedua tangannya dan disambung dengan tutur Febi. "Nyuci piring lo."
"Temenin dong, gue takut sendirian." pintaku memelas kepada Lia dan Febi.
"Di belakang ada mas Ugi tuh.." ledek lia. Mas Ugi merupakan satpam di kantor tempat ku melaksanakan Prakerin. Aku sangat tidak suka kepada nya, karena sikapnya yang genit meskipun sudah punya anak.
Tak bisa ku tawar lagi, ku putuskan untuk mencuci piring di belakang dan berharap mas ugi tidak ada disana. Ku buka pintu dapur, nampak seorang lelaki tengah duduk memegang ponselnya. Melihat nya dari belakang saja sudah membuat ku boring.
"Huft..." Aku menghela nafas sembari berjalan menuju tempat cuci piring, tak ku hiraukan tutur mas Ugi padaku. Aku terus terfokus dan dengan cepat melaksanakan tugasku, menatapnya saja membuat ku merinding apalagi berbicara dengannya.
"Ngeselin lo!" tuturku dengan wajah sinir kepada Lia dan Febi setelah duduk ditempat duduk masing-masing.
"Makannya berangkat awal." sewot Lia.
Tak ku hiraukan lagi kedua patner prakerin ku, aku membuka ponselku sebelum para karyawan berangkat dan memerintah ini itu kepadaku.
Danil.
"Hai, selamat pagi!"
Cia.
"Selamat pagi juga."
Danil.
"Udah berangkat Pkl?"
Cia.
"Iyanih, kamu udah berangkat?"
Danil.
"Udah. Aku mau siap-siap dulu, minggu ini aku mau berlayar."
Cia.
"Satu minggu ful?"
Danil.
"Mungkin."
"Jaga diri baik-baik ya."
Cia.
"Iya, hati-hati."
Ku hela nafas dengan panjang, rasa kesal membuat perasaanku hancur. "Sibuk banget si jadi orang." desakku yang masih bisa di dengar oleh Lia dan Febi.
"Kenapa lo? Pagi-pagi gini udah cemberut aja tuh muka." tanya Lia yang sedari tadi memandang wajahku.
"Lo kalo mau cerita, cerita aja kali sama kita." sambung Febi.
"Sumpah, gue sebel banget ke Danil. Dia tuh sibuk berlayar, gue sebel ditinggal terus. Gue juga butuh ngobrol sama dia." tuturku dengan wajah kesal. "....udah Ldr, jarang komunikasi juga. Parah kan?" lanjuku.
"Oh si Danil, buat gue aja. Eh ga deng gue punya gebetan." jawab Lia.
"Kasian lo Ci, punya gebetan berasa jomblo." ejek Febi membuat Lia tertawa.
Drrtt...
Drrtt...
Drrtt...
Dering ponselku berbunyi, tertulis nama Kenzi pada layar ponselku. Senyum kecil dibibirku mulai timbul, ku geser icon berwarna hijau ke atas.
"Halo. Bisa bicara dengan mak lampir."
"Jerapah! Apaan si lo! Gue lagi kesel." gerutuku.
"Tiap hari lo kesel mulu ke gue perasaan deh!"
"PD."
"Gimana? Udah ngajak sahabat lo?" tanya Kenzi mengagetkan diriku.
"Eh! Gue lupa belum ngajak ketiga sahabat gue." kataku dengan cengingisan.
"Sahabat macam apa lo!"
"Hm..."
"Ya tumben aja, biasanya kan betina hobi banget buat nge-ghibah."
"Gue beda,, udah dulu ya, gue mau Pkl-an dulu, bentar lagi para karyawan maha bebar dateng." kataku sembari melihat jam dinding.
"Lagi Pkl? yaudah sana Pkl-an dulu yang bener. Jangan mikirn gue. Nanti malem gue telfon lo. Gue juga mau siap-siap berangkat Pkl. See you." kata Kenzi mengakhiri percakapan.
Senyum tipis di bibirku muncul kembali, rasa kesal pada diriku juga sudah sirna. Tingkah ku bak orang gila membuat kedua temanku memandangi ku dengan heran.
"Enak ya, yang satu off, yang satu on. Bisa gantian gitu." kata Lia dan disambung oleh Febi. "Eh, lo sama Kenzi aja yang bisa qualitime sama lo."
"Iya ngga, li? lanjut febi sembari menatap lia.
"Iya, gue amati lo keknya lebih mudah terbuka sama si Kenzi itu." jawab Lia.
"Brisik lo!" kataku dengan wajah sinis.
Tak lama kemudian para karyawan datang, serentak kami menaruh ponsel dari tangan kami. Para pekerja memulai aktivitas nya, termasuk kami bertiga memulai aktivitas kami, para nasabah berdatangan satu per satu memenuhi ruang tunggu.
Suasana kantor cukup tenang, para nasabah yang sedang menunggu hanya diam sembari duduk menunggu antrian. Hanya terdengar suara mesin cetak dan ketikan keyboard komputer milik pekerja.
Jam menunjukkan pukul setengah dua belas siang, jam istirahat nya para karyawan dan jam pulang bagi para siswa Pkl shif pagi. Tak ingin berlama-lama, kami bertiga bersiap-siap dan berpamitan untuk pulang.
"Neng, akhir bulan kalian lembur ya." pinta seorang wanita yang menduduki jabatan sebagai kasir kantor.
Dengan sangat terpaksa kami meng-iya-ni pinta karyawan itu, dari sekian banyaknya siswa pasti kami yang akan disuruh untuk lembur. "Gue pulang duluan ya, cape" pamitku setelah sampai garasi kantor.
Ku kendarai sepada motor dan disusul oleh kedua temanku menuju rumah masing-masing. Sesampainya dirumah, aku langsung merebahkan badanku ke kasur empukku.
"Sepi banget sih." gumamku sembari membuka jendela kamarku. Matahari memancarkan sinarnya memanasi bumi, panas matahari membuat sebagian orang memilih untuk diam dirumah seperti diriku. Namun banyak juga yang memelih untuk beraktivitas di luar.
Pelir.
Cia.
"Gue mau naik gunung nih, temenin dong."
Kyra.
"Mau gue pegang tuh gunung lo?"
Cia.
"Mulut lo makin hari makin ga punya akhlak aja!"
Vania.
"Gue ngikut."
"Kemana aja lo mau naik, mumpung punya uang nih."
Shasa.
"Orang kaya emang bebas."
"Ke Andong aja si yuk, Merbabu kw,wkwkw."
Cia.
"Boleh tuh, gue juga pengen yang jauh."
Kyra.
"Gue ikut Ci, tapi lo yang planing, lo yang nyiapin alat. Gue mah yang penting tinggal berangkat.
Kata-kata Kyra membuat ku kesal, enak aja maunya tinggal jadi dan ga mau ikutan pusing mikirin perlengkapan. Tapi itu sudah menjadi kebiasaan Kyra, walaupun begitu ia merupakan sahabat yang paling aku sukai, entah apa alasannya akupun belum tau. "Hm... Sans aja ada Kenzi, dia pasti mau bantuin gue." gumamku sambil tersenyum usil.
Cia.
"Ngalir lagi dong kita."
Shasa.
"Tapi gue ngga ikut, mama ga ngizinin."
Cia.
"Boong lo, mau gue yang minta izin?"
Shasa.
"Serius gaboleh dan gausah repot-repot sayangku. Next deh gue ngikut.
Kyra.
"Neke! lo izinin gue, gue males pulang."
Cia.
"Males."
Aku tersenyum lega akhirnya bisa pergi bareng mereka walaupun Shasa tidak ikut serta padahal ia yang sangat ingin pergi ke gn.Andong tapi itulah kami, ada rasa sengaja dan iseng jika salah satu dari kami tidak ikut. Tanpa berfikir panjang ku ketika nama Kenzi pada icon cari di tampilan whatsapp, ku tuliskan pesan untuk Kenzi.
"Ken, gue udah mutusin buat naik gunung Andong bareng kedua sahabatku, karena Shasa ga dapet izin jadi kami hanya bertiga." pesanku membuatku berfikir. "Emangnya Kenzi nyuruh gue mutusin buat milih gunung yah?" Gumamku sambil tersenyum sembari melihat Kenzi sedang mengetikkan pesan.
"Buset lo mak lampir, jauh banget Andong. Kenapa ga Ciremai aja?" balasnya.
"Gue maunya yang jauh titik"
"Jangan kan menang debat, pidato pake naskah aja gue ngga bisa."
"Bodo."
"Bahas nanti malem aja ya, gue lagi pkl."
"Yauda gue mau tidur."
"ENAK AJA LO GUE CAPE-CAPE PKL DAN LO MAU TIDUR?" pesan Kenzi membuat ku terkekeh.
"Yaterus gue harus ngapain!? JERAPAH." balasku sambil tersenyum sendiri bak orang gila.
"Ngeselin lo! Bye mak lampir." balasnya membuat senyumku semakin lebar.
Ku putuskan untuk sholat dan berganti baju terlebih dahulu sebelum tidur. "Yapsh.. waktunya tidur." gumamku sembari menarik selimut.
***
Ku lihat jam dinding menunjukkan pukul empat sore, aku bergegas untuk mandi dan melakukan sholat asar. Rumahku nampak masih sepi, perutku sudah menggerutu ingin menyantap makanan.
Setelah usai sholat, aku berjalan menuju dapur. Aku bisa merasakan ada sosok yang tengah memperhatikanku, tapi tak ku hiraukan hal itu karena bagiku itu sudah biasa.
"Gaada makanan?" gerutuku sambil memegang perut setelah membuka tutup saji di meja makan. Ku buka kulkas dan ku lihat ada sayur kangkung di dalam. "Gue masak aja deh." batinku.
Setelah usai masak, aku duduk sembari menyantap makanan. Tiba-tiba seseorang lelaki duduk di kursi makannya dan mengambil makanan.
"Masak sendiri lo?" tanya Sam sembari memasukan makanan kedalam mulutnya.
"Menurut lo?"
"Biasa aja tuh muka."
"Abisnya lo aneh! Pulang sekolah tuh ganti baju dulu, baru makan!" kesalku karena kebiasaan Sam yang malas menganti seragam sekolah.
"Lama, keburu laper nih perut." jawabnya dengan enteng. Meskipun kami saudara namun memang sikap kami itu seperti ini, bukan saling membenci tapi judes sudah menjadi sifat kami.
Aku hanya mengehela nafas dan bergegas menuju kamar karena aku telah selesai menghabiskan makananku.
"Lama banget lo angkat telfon, sok jual mahal." kesal Kenzi setelah ku angkat telfon darinya karena sedari tadi ia menelfonku.
"Mulut lo! Gue abis masak di dapur!" jelasku dengan kesal.
"Bisa masak lo?" kata Kenzi dengan heran.
"Enak aja. Gue males gini jago masak tau."
"Bagus dong, kan anak gue jadi bisa makan enak setiap hari." kata Kenzi membuat ku mengangkat kedua alisku.
"Hm..."
"Judes lo! Ga asik." lanjutnya.
"Lo kok jadi bawel si?" kesalku karena Kenzi menjadi sangat bawel.
"Gue bisa berubah karena sebuah rasa." jelas Kenzi.
"Hebat lo bisa berubah kek power ranger." kataku dengan tertawa mengejek Kenzi.
"Humor lo galucu!" kata kenzi membuat ku kesal. "Lo udah sholat? Bahas Andong aja yuk." lanjutnya.
"Udah, tapi kenapa ga abis isya aja biar waktunya luang?" pintaku.
"Yaudah abis isya aja, gue mau main basket dulu." kata dan pamit Kenzi mengakhiri pembicaraan.
Ku langkahkan kaki menuju jendela kamarku, ku lihat sunset dari dalam rumahku dan ku ambil novel karya Fiersa Besari yang berjudul "Konspirasi Alam Semesta" Aku sangat mengagumi karyanya dan berharap suatu saat bisa sepertinya.
Jam menunjukkan pukul 19.20 seperti yang kami janjikan, aku dan Kenzi tengah bertelfon dan membahas persiapan pendakian.
"Ga ada lagi?" tanyaku setelah selesai mebahasa perlengkapan.
"Itu dulu deh kalo ada lagi bisa dibahas besok." jawab Kenzi.
"Lo ga papa kalo sabtu besok berangkat nya?" tanya Kenzi memastikan ku.
"Gapapa, gue bisa ambil libur, lagian minggu depan gue yang lembur." kataku.
"Sahabat lo?"
"Mereka ngikut gue, santai aja."
"Gue boncengan sama lo." kata Kenzi.
"Kenapa?" tanyaku yang tak dibalas oleh Kenzi. "Gue ngajak satu temen lagi apa boleh ken? Biar pas gitu." lanjutku.
"Iya gapapa." balasnya. "Lo tidur gih, udah malem. Btw lo masih kesel ga sama gue? Terus gimana sama Danil?" tanya Kenzi membuatku terdiam.
"MAK LAMPIR!" teriak Kenzi menyadarkan diriku.
"Brisik lo, Jerapah!"
"Gue tanya, lo diem. Maksudnya apa!" kesal Kenzi.
"Danil sibuk dengan dunianya. Males deh gue mikirin itu." kataku sembari menghela nafas.
"Oh, yaudah lagian lo juga baik-baik aja ada gue mah tenang." kata Kenzi yang tak ku ketahui maksudnya.
"Dih, lo ngeselin." jawabku.
"Tapi nanti lo bakal jatuh cinta ke gue." kata Kenzi.
"Ga." tolakku.
"Kita liat aja bulan depan." kata Kenzi mengakhiri pembicaraan karena ku matikan telfon darinya.
"Makin hari, makin aneh aja tuh jerapah." gumamku setelah mematikan telfon.
Kutarik selimut dan mulai memejamkan mataku. Senyum di bibir ku mulai tumbuh. "Selamat tidur Jerapah." gumamku sembari tersenyum meskipun mataku terpejam.
Disis lain, Kenzi sudah menutup kedua matanya. "Selamat tidur mak lampir." tuturnya sembari cengengesan bak orang gila.
"Kalo ada yang berusaha buat gue nyaman, kenapa gue harus mempertahankan seseorang yang hanya menungguku? Bukankah hidup adalah pilihan? Hidup gue, pilihan gue juga dong. Kalopun tidak sesuai ekspektasi itu urusan gue."
-Cia-