Chereads / Diary Cia / Chapter 16 - Bohong

Chapter 16 - Bohong

"Ku kira berbohong diperlukan pada waktunya, ternyata satu kali berbohong akan menimbulkan kebohongan yang lain."

-adpdita-

Grup whatsapp.

Pelir.

02.00 a.m

1.642 pesan baru.

Cia.

"Brisik amat nih grup."

Shasa.

"Whahaha..."

"Ratu bucin akhirnya keluar juga."

Krya.

"Eh, tumben nimbrung. Emang masih inget kita?"

Vania.

"Gue ngikut!"

Cia.

"Mulut lo!"

Kyra.

"Lo! Gue! End!"

Cia.

"Dah ya, ratu bucin mau sholat tahajud dulu. Permisi sahabat tercintaikucing..."

Krya.

"Tidur dulu bego! Baru sholat!"

Shasa.

"Permisi mau ke pulau kapuk dulu!"

Vania.

"Gue ngikut Shasa!"

Cia.

"Mulutnya! Gue tidur dari jam 9!"

Kyra.

"Neke bucin!"

"Neke jelek!"

Cia.

"SERAH LO!"

Seperti itulah kelakukan ketiga sahabatku, yang membuat ku tersenyum sambil menggelengkan kepala setiap harinya.

Cia pov.

Setelah usai melaksanakan sholat tahajud, aku kembali merebahkan badanku dikasur empukku.

"Emm... Seberapa lama gue telfon dengan kenzi? Dan sejak kapan telfon dengannya terputus?" Batinku sambil berfikir.

"Huaa... Dari pada mikirin orang gajelas mending lanjut tidur." Gumamku sambil menarik selimut dan mulai memejamkan kedua mataku.

Drtt..

Drtt..

Drtt..

"Agrh.. siapa si! ganggu amat!" Kesalku karena ada notif panggilan masuk.

Ku ambil ponselku, dan kulihat siapa yang menelfonku, ternyata itu Kenzi.

Cia.

"Apaan si lo! Gue mau tidur!"

Kenzi.

"Bhahaha..."

"Bangun kan lo!"

"Eh tadi lo ngorok tau tidurnya,bhaha.."

Cia.

"Idc, u know?"

Kenzi.

"Bhaha.."

Ttuutt...

"Sumpah ngeselin banget!" Kesalku sambil melihat-lihat room chat.

Danil.

"Belum tidur?"

Read.

Danil.

"Ci?"

"Ngga papa?"

Aku tidak tahu harus berkata apa pada Danil, rasanya tubuhku membeku bahkan untuk menjawab pesannya saja hatiku merasa takut. Hingga ku tenangkan diriku untuk mencoba membalas pesan dari Danil.

Cia.

"Eh, tadi ketiduran."

Danil.

"Ooh."

"Abis telfon sama siapa?

Read.

"Gue harus bilang apa ke dia? Yakali bilang telfon sama Kenzi? Ishh... Jangan bego deh Ci." Gerutuku pada diri sendiri.

Danil.

"Cia?"

Cia.

"Ketiga sahabatku."

Entahlah, aku tidak bisa mengatakan sejujurnya kepadanya, aku tak ingin membuat nya kecewa. Berbohong kepadanya pun terasa amat pilu, seperti teriris oleh keadaan hati sendiri.

Danil.

"Ooh.."

"Share lok dong Ci, siapa tau deket."

Cia.

"Boleh."

Location.

"Jauh banget ya?"

Danil.

"Deket ko."

Cia.

"Boong!"

Danil.

"Deket dihati🤭"

Cia.

"Danil, Cia tidur dulu ya, cape,hehe."

Danil.

"Selamat tidur nona."

Read.

Kulihat langit kamarku dengan tatapan kosong, mataku sama sekali tak ingin dipejamkan. Pikiranku terfokuskan kepada Danil. Rasa kecewa seketika hadir dalam diriku, hal tersebut membuatku merenung sejenak.

"Ishh... Kok sakit si?" Gumamku sambil menutup mataku.

Ku paksakan diriku untuk tidur, karena aku tak ingin memikirkan sesuatu yang akan membuat diriku tambah kecewa, meskipun hati ini sudah sangat kecewa karena sebuah kebohongan.

***

"Cia bangun sayang." Ucap mama sambil membuka korden kamarku.

"Baru jam tujuh.." Kataku dengan lesu setelah melihat jam dinding.

"Ditunggu temen diluar." Bisik mama ditelingaku.

Perlakuan mamaku membuatku mengangkat kedua alisku, nada suara mama terdengar menggodaku.

"Siapa ma?"

"Gatau." Ucap mama sambil tersenyum lalu keluar dari kamarku.

"Aneh."

Ku langkahkan kaki menuju ruang tamu dengan rasa lesu dan malas.

"Ih, kok deg-degan." Ucapku sambil memegang dada sebelah kiriku.

Sesampainya diruang tamu, aku menggaruk kepalaku yang tak gatal. Aku dibingungkan dengan orang-orang yang ada diruang tamu. Hingga seorang lelaki berdiri dihadapanku, hal itu membuat mataku melotot sebesar mungkin.

"Udah kali melototnya." Ucapnya membuat pipiku memerah.

Aku masih terus menatap sosok pira yang tengah berdiri dihadapanku, ada rasa tidak percaya bahkan merasa sedang bermimpi, namun ini bukan mimpi sedikitpun. Hingga pria hang berdiri di depanku mencubit pipiku karena sedari tadi ia bediri didepan ku, aku hanya diam dengan rasa tidak percaya.

"Danilll.. Sakit ih..." Ucapku sambil memanyunkan bibirku.

"Kaget ya? Jorok ih belum mandi." Ledek Danil sambil mengacak-acak rambutku.

"Ngeselin!"

"Subahanallah, baru bangun aja udah cantik." Teriak salah satu sahabat Danil dan bermaksud untuk menggoda Danil.

"Milik gue!" Sewot Danil dengan mata sinis.

"Canda bro."

"Aku mandi dulu ya." Kataku dan langsung meninggalkan ruang tamu.

Aku bergegas menuju kamar mandi dengan perasaan senang, aku yang suka berlama-lama memainkan air kini tak ingin membuang-buang waktu untuk mandi. Setelah usai mandi aku langsung memakai baju dan berdandan.

Disisi lain mamaku telah menyuguhi Danil dan teman-temannya dengan beberapa makanan dan es sirup.

(Baju yangku pakai.)

"Hay!" Sapaku ketika sampai diruang tamu.

"Halooo!" Jawab serentak sahabat Danil yang berjumlah 4 orang.

Sementara Danil hanya menatapku dengan senyum manis dibinirnya, hal itu membuat menundukkan kepalaku karena menahan malu.

"Sengaja kesini? Dari Jogja? Kok bawa carrier?" Ucapku setelah duduk di sebelah Danil.

"Iya, abis dari Ciremai sekalian dong mampir." Jelas Danil.

"Kok ga ngajak si!" Kesalku dan membuat Danil tersenyum.

"Besok lagi ya." Jawabnya sambil menatapku dengan senyuman diwajahnya.

"Ekhm.. yakin ga ganggu nih?" Goda slah satu sahabat Danil.

"Sante." Jawab Danil.

Canda dan tawa memenuhi ruang tamu milikku, kekocakan ke empat sahabat Danil membuat benda mati ikut tertawa menyaksikan kekonyolan mereka, sesekali mereka mengejek Danil sebagai bahan lawakan mereka. Berbeda dengan Danil, ia yang sedari tadi di goda oleh ke empat sahabatnya hanya tertawa sambil menikmati setiap senyum dibibirku.

"Dimakan dulu makananya." Ucapku menawarkan makanan karena sedari tadi kami mengobrol panjang lebar dan sesekali menggoda Danil.

Tiba-tiba ponselku bergetar, mengalihkan kefokusan seluruh isi ruang tamu pada ponselku, aku hanya terdiam menatap ponselku.

"Apaan si Kenzi! Ga lucu!" Batinku sambil melirik ke Danil yang sedang menatap ponselku.

"Ga di angkat?" Kata Danil yang mampu membuatku membisu.

"Ci?"

"Haa bi-ilang apa tadi?" Ucapku dengan gugup.

"Ponselmu bunyi terus, gamau diangkat? Barang kali penting." Ucap Danil yang hanya ku balas dengan gelengan kepala.

Seketika ruangan menjadi hening hanya terdapat suara dari ponselku, aku hanya terdiam dan menatap ponselku.

"Angkat aja, siapa tau penting." Ucap Danil sambil tersenyum.

Rasanya ingin sekali mengatakan kepada Danil jika itu sama sekali tidak penting namun aku sudah sangat bingung dan tidak tau harus bagaimana. Hingga ku putuskan untuk mengangkat telfon dari Kenzi agar dia tidak menghubungiku saat ini.

"Aku angkat telfon dulu ya." Ucapku sambil berjalan menuju ruang tengah.

"...."

"APAAN SI LO! GUE LAGI ADA TEMEN, GAUSAH GANGGU GUE UNTUK SAAT INI!"

"...."

"Huft..." Aku mengela nafas sambil mematikan telfon dari Kenzi.

Ku langkahkan kaki menuju ruang tamu dengan rasa takut dan khawatir. Saat kakiku sudah menginjakkan kaki diruang tamu hatiku menjadi sedikit lebih tenang karena mereka sudah asik mengobrol seperti semula.

"Udah?" Ucap Danil dengan tatapan penuh kebingungan.

"Iya." Jawabku sambil membuang muka karena aku tak berani menatap Danil.

"Siapa?" Ucapnya membuat ku kaget.

"HA?" Teriakku membuat semua isi ruang tamu terdiam.

"Eh, sory." Kataku sambil menundukkan kepala.

Ke empat sahabat Danil mungkin sedikit paham jika ada sesuatu yang sedang ku sembunyikan termasuk Danil, mereka berusaha untuk tidak memperdulikan kami dengan terus sibuk dengan bahasan mereka.

"Kenzi?"

"Di-a, te-man kelasku." Ucapku dengan gemetar.

"Kenapa kok kaya ketakutan gitu?" Kata Danil dengan Curiga.

"Gapapa." Jawabku sambil tersenyum.

Garasi rumah jam 16.00.

Aku beridiri didepan seorang lelaki yang kini sedang menatapku, aku hanya menundukkan kepalaku. Aku tidak berani menatapnya karena aku sudah dua kali membohonginya.

"Kenapa?" Ucapnya membuat mataku melotot.

"E-em, ke-napa apanya?" Kataku dengan gugup sambil menatapnya.

"Aneh. Ada yang kamu sembunyiin?" Ucapnya sambil mengangkat kedua bola matanya keatas.

"Engga."

"Gamau bilang sesuatu?" Kata Danil membuatku tersenyum iseng.

"Cemen! Apelnya bareng temen." Ucapku sambil menjelek-jelekkan wajah.

Danil hanya tersenyum, lalu mengacak-acak rambutku sembari mengatakan "Aku pulang ya" Dan hanya ku balas dengan senyuman dibibirku.

Danil melangkahkan kaki, perlahan menjauh dariku menuju sahabatnya yang tengah menunggunya. Sementara aku hanya berdiri seperti patung di posisiku, badanku terasa amat kaku, rasanya begitu pilu.

"Dah Ci." Ucap sahabat Danil.

"Thanks ya." Jawabku sambil melambaikan tangan, sementara Danil hanya menatapku sambil tersenyum.

Kini Danil dan sahabatnya sudah hilang dari hadapanku, sementara diriku masih membeku dengan penuh rasa kekecewaan.

"Danil baik." Ucap mama sambil melihat awan di atas, aku hanya melirik ke mama yang berdiri disebelahku.

"Mau sampai kapan berdiri disini, pujaan hati udah pulang. Burunan masuk." Ucap mama dengan meletakkan tangannya dipundakku lalu memaksaku untuk berjalan ke dalam rumah.

"Mamaahhh..." Ucapku dengan sangat manja.

Author pov.

Kini Danil dan rombongannya tengah mengendarai sepeda motor mereka. Danil sedari tadi hanya diam, Danil melihat langit-langit dengan tatapan kecewa.

"Kenapa lo?" Ucap Agam sahabat Danil yang sedari tadi mengamatinya lewat spion motor yang dia kendarai bersama Danil.

"Fine." Jawabnya sambil tersenyum.

Namun kata "fine" yang di ucapkan Danil hanya kebohongan untuk menutupi kekacauan hatinya. Danil terus memikirkan Cia. Danil sengaja mendaki gunung Ciremai dan tidak menghubungi Cia karena Danil ingin memberi kejutan temu untuk Cia, namun setelah menemui Cia, Danil menjadi bingung dan kecewa akan sikap Cia padanya.

"Cia.. I'm a trust u." Batin Danil sambil tersenyum.