"Rasa akan tumbuh begitu saja ketika ada kesempatan."
-adpdita-
Author pov.
Cia masih terdiam dalam posisinya memandang heran lelaki yang tengah menatapnya dengan senyuman manis di bibirnya.
Wajah Cia semakin sinis menatap sang lelaki, bagaimana tidak? Cia merupakan gadis dengan wajah judes dan tidak akan menyapa temennya terlebih dahulu, bukannya sombong tapi ya memang begitulah sifat dari Cia jika belum mengenal.
Dikala semua sedang sibuk dengan aktivitas keinginannya masing-masing, tiba-tiba Shasa terkagetkan dengan pesan yang ia terima dari ponselnya.
"Pulang yuk." Ajak Shasa dengan wajah khawatir.
Ketiga gadis itu mengangguk kepala dan melangkahkan kaki turun dari bukit. Shasa berada dibarisan paling depan dan disusul oleh Cia.
"Kenapa Sha?" Tanya Cia yang menyadari bahwa Shasa sedang merasa khawatir.
"Gapapa, cuma ada urusan." Jawab Shasa menutupi masalahnya.
Setelah mendengar ucapan dari Shasa, Cia mengangkat alis kanannya dan menatap sahabatnya dengan wajah sinis.
Sementara Kyra dan Vania tertinggal di belakang.
"Kurang aja lo, gue ditinggal." Ucap Kyra yang tiba-tiba sudah ada didekat Cia.
"Eh, lo kek setan aja tiba-tiba nonggol." Ejek Cia.
"Mulut lo itu yah, kaga pernah disaring!" Kesel Kyra.
"Eh, ngaca!" Ketus Cia.
Dikala Cia dan ketiga sahabatnya sedang berada di bawah bukti, tiba-tiba Arya memanggil mereka.
"NENG..." Teriak Arya dari atas bukit.
"Yosh." Jawab Vania.
Sementara tiga gadis lainnya hanya terdiam dan melihat Arya yang tengah turun menghadapiri mereka.
"Neng, minta nomor whatsapp dong, kan tadi ada foto pake hp kalian." Ucap Arya ketika sudah didepan mereka.
Mereka hanya saling pandang, kemudian Vania mengeluarkan ponselnya.
"085xxx..."
Cia mengangkat satu alisnya mendengar Vania yang tengah membacakan nomor whatsapp untuk Arya.
"Kasih nama Neke." Ucap Vania.
"Ga ada akhlak lo!" Kesal Cia dan langsung berjalan meninggalkan mereka.
Cia pov.
Ku langkahkan kaki meninggalkan ketiga sahabatku dan Arya. Aku kesal, bukan karena Vania memberikan nomor whatsapp ku melainkan ia mengucap kata 'Neke' di depan Arya, huftt.. aku sangat tidak suka.
Setelah merapihkan semua perlengkapan kami langsung bergegas pulang kerumah. Di perjalanan kami terpisah, Aku dan Shasa berada di depan sementara Kyra dan Vania tertinggal di belakang. Shasa mengemudi dengan kecepatan seperti pembalap, entalah. Dia emang seperti itu dikala sedang ada masalah.
"....."
"Gue langsung cabut ya, ada urusan penting." Pamit Shasa setelah sampai didepan rumahku.
Aku hanya mengangguk dan tersenyum pada sahabatku. Ku pandangi punggung Shasa dari belakang, yang semakin lama semakin menghilang.
"Hufttt... Lo emang beda Sha." Gumamku.
Ku buka gerbang rumahku, kulangkahkan kaki menuju kamarku. Di pagi hari seperti ini pasti rumahku nampak sepi, mama dan papa pasti tengah berkerja sementara Sam pamanku pasti belum bangun.
***
Jam menunjukkan pukul 15.00 W.I.B, aku sedang duduk di kursi panjangku sembari membaca novel baruku. Dikala aku sedang asyiknya membaca buku, tiba-tiba pikiranku terfokuskan kepada Danil.
"OMG! Gue lupa ngabarin Danil." Ucapku sambil mencari keberadaan ponselku.
5 pesan baru dari Danil.
"Hay Ci."
"Uda pulang?"
"Danil mau berangkat cari ikan dulu ya, tadinya mau libur dulu, tapi gabut ih dirumah gaada kerjaan."
"Kalo uda pulang istirahat ya."
"Makan juga yang banyak."
Ku balas pesan dari Danil sambil berjalan menuju kursi panjang di kamarku lalu merebahkan tubuhku.
"Iya, hati-hati." Balasku.
Danil pergi berlayar seperti biasanya, tapi kali ini ia juga tengah melaksanakan prakerin sama denganku, setahuku Danil Prakerin bukan dibagian berlayar melainkan di pelabuhan.
"...."
4 pesan baru dari 2 nomor tak dikenal.
+628xxxx
"Assalamualaikum Ci, gue Arya."
"Kirim foto yang ada muka guenya ya."
Aku tidak berkata apapun kepada Arya, kubalas pesannya dengan langsung saja mengirimkan fotonya.
+628xxxx
"Hai, Neke."
"Saveback ya."
"Siapa?" Balasku.
"Gue yang tadi pagi lo tatap." Balasnya membuat ku berfikir sejenak.
"Aa?"
"Hehe iya. Saveback ya." Balasnya lagi.
"Oh, lo mau minta nomor Shasa temen gue ya?" Ceplosku dengan PD nya.
"Ishhh. Nih anak to the point bangat ya."
"Kalo mau bilang aja, ntar gue kasih."
"Ngga perlu, gue cuma pengin temenan sama lo." Balasnya yang tak ku hiraukan lagi.
Kenzi Reifansyah merupakan sosok orang aneh yang baru ku kenal, tubuhnya kurus dengan lehernya yang agak panjang menjadi ciri khas dari dirinya. Ia berasal dari kota Bandung juga, sama sepertiku. Usianya sama denganku, ia juga sedang melaksanakan prakerin dan bersekolah di SMKN 2 Bandung, estem terfavorit di bidang teknik di daerah Bandung.

Author pov.
Ini sudah satu minggu setelah Cia pulang dari Bukit Langit, Cia baru saja pulang prakerin. Ia merebahkan tubuhnya di kasur empuknya sembari menatap ponselnya.
"Danil.." Ucapnya sambil memandangi ponselnya.
Danil sudah satu minggu tidak memberikan kabar kepada Cia, sementara Kenzi sudah satu minggu ini mencoba mendekati Cia namun nomornya saja belum di simpan oleh cia. Bukannya jual mahal, tetapi Cia emang malas untuk menyimpan nomor orang yang tidak penting, apalagi Kenzi memanggilnya dengan kata 'Neke' dan itu sangat membantunya kesal.
"Apaansi ganggu mulu." Ketus Cia pada Kenzi yang dari tadi mengirimkan pesan.
"Duh, kayaknya anak ini lagi PMS deh, marah-marah mulu."
"Lo ngeselin!" Balas Cia.
"Tapi ngangenin." Ledek Kenzi lewat whatsapp.
Cia hanya membaca pesan dari Kenzi, untuk saat ini mood Cia tengah tidak bagus karena menunggu Danil yang tak kunjung memberi kabar dan ditambah dengan sikap Kenzi yang membuat Cia semakin kesal.
'Kenzi calling'
"Apa?" Ketus Cia mengawali percakapan.
"Ishhh, canitk-cantik kok marah-marah mulu."
"Masalah?"
"Engga, gini nih. Gue ada cerita buat lo. Dengerin."
Kenzi menceritakan sebuah dongeng lucu yang ia karang sendiri untuk menghibur Cia, hal tersebut sontak membuat Cia tertawa dan melupakan kekesalannya pada Kenzi.
"Nah gitu dong ketawa, seneng gue dengernya." Ucap Kenzi sambil tersenyum mendengar suara tawa dari mulut Cia.
"Gue cantik kalo ketawa emang." Ucap Cia dengan PD nya.
"Lo ga cantik, dan lo wanita dingin." Kata Kenzi dengan nada tinggi yang sengaja ia buat.
"Haha. Lo belum tau gue aja."
"Gimana mau tau, kalo nomor gue aja ga lo save. Ishhhh anda sehat?"
"Mau banget?" Ledek Cia.
"Save sekarang juga, sebagai ucapan terimakasih karena gue uda bikin lo ketawa kalo engga lo harus bayar."
"Ih, kok maksa."
Dengan terpaksa Cia menyimpan nomor Kenzi di ponselnya dan yang ada di benak Cia kala itu 'tidak ada salahnya untuk menyimpan nomor Kenzi, lagi pula apa salahnya jika ia memiliki teman baru.' Percakapan mereka tidak berakhir disitu. Cia dan Kenzi terus bercerita tentang dirinya masing-masing. Entahlah, dengan mudahnya Cia menceritakan tentang hobi dan segala kesukaan nya pada Kenzi.
Pukul 22.00 W.I.B telfon Cia masih terhubung dengan Kenzi, meski mereka sudah dengan lelapnya tertidur.
"..."
Satu panggilan masuk dari Danil.
"Lagi telfon sama siapa?" Pesan dari Danil.
Danil terus mencoba menelfon Cia, namun gadis itu tidak kunjung bangun dari tidurnya, ia sama sekali tidak mendengar panggilan dari Danil. Malam ini Cia tertidur dengan sangat pulas.
"Halo nona.."
"Telfon sama siapa si, sampe gamau diganggu."
"Danil kangen nih."
"Yauda, tidur dulu ya Ci, gudnite."