Chereads / Internal Zone / Chapter 15 - The 4th Witness

Chapter 15 - The 4th Witness

Friday, 08 December 2253, 08:15:20

******

"Berita hari ini kami siarkan langsung dari lokasi kejadian penangkapan pelaku pembunuhan direktur dari salah satu perusahaan militer ... menurut keterangan yang diperoleh dari divisi internal militer, pelaku berhasil ditangkap dikediamannya pagi ini, pelakunya tidak lain adalah sekretaris perusahaan itu sendiri---"

"Click," bunyi televisi dimatikan di ruangan kerja Kapten Philip.

"Kau melihat berita tersebut, Bram? Ini sungguh keterlaluan, bahkan mereka tidak memberikan keterangan apapun terkait motif dan sebagainya," ucap Kapten Philip.

"Mereka hanya berpikir untuk mencari kambing hitam atas kasus pembunuhan tersebut," ucap Kapten Philip lagi.

Dua hari sebelumnya Kapten Philip telah menyelidiki alamat tempat tinggal klien yang diduga menjadi pelaku sebenarnya, meskipun Lune menggunakan IP Bram menjelaskan bahwa pada dasarnya klien tersebut bukan klien yang sebenarnya ketika bertemu dengan korban. Meskipun begitu, Kapten Philip dan Bram sama-sama tertipu dan tidak menduga hal-hal seperti itu dapat terjadi di dunia nyata.

"Mereka ini selalu bertindak ceroboh dan hanya mementingkan nama baik divisi meskipun bukan dia sebenarnya pelaku dari kasus pembunuhan tersebut," ucap Kapten Philip sembari bersandar pada kursi kerjanya.

Kapten Philip pun hanya bisa menatap kosong ke arah lembaran-lembaran berkas yang ada dihadapannya terkait kasus pembunuhan tersebut, dan tidak tahu harus melakukan apa agar kasus tersebut cepat berakhir dengan pelaku sebenarnya dan menyelamatkan nama baik sekretaris perusahaan yang ditangkap oleh divisi internal militer.

"Apa mereka mau memancing di air yang keruh, tapi tidak seperti ini juga tindakan yang diambil untuk menyelesaikan kasus ini," gumam Kapten Philip penasaran.

******

******

"Kau sudah baca berita hari ini Bram?" tanya Yuri saat menjenguk Bram diruangannya.

"Ya, baru saja aku non-aktifkan televisinya, karena aku sudah tahu apa kelanjutannya, lagipula tadi aku juga mendapatkan informasi tersebut dari Kapten Philip sambil bertanya bagaimana dengan kondisiku saat ini," balas Bram.

"Aku kira kau belum mendengar berita tersebut," ucap Yuri lalu menutup pintu ruangan Bram.

"Tidak biasanya Kakak ikut menyaksikan berita, tidak seperti Kak Yuri yang aku kenal," ucap Bram dengan maksud mengejek Yuri.

"Ya, ya, aku orang kuno yang jarang mengikuti perkembangan zaman," ucap Yuri.

"Hahahaha, apa kaki Kakak sudah kembali sehat sepenuhnya, jarang sekali aku melihat Kakak sampai masuk ke ruangan dan menanyakan kabarku," ucap Bram masih bermaksud untuk mengejek Yuri.

"Huuhhhhh, kau ini ... syukurlah kalau kau sudah bisa berkata yang bukan-bukan, berarti kondisimu tidak terlalu serius," ucap Yuri membalas ledekan Bram.

Setelah habis dihajar habis-habisan oleh Lune, Bram kemudian dilarikan ke rumah sakit dua hari yang lalu. Namun, karena semangat juang hidupnya (fisik dan mental) kuat, maka kemarin Bram sudah diperbolehkan pulang tapi dengan syarat belum diizinkan untuk bekerja menggunakan tenaga berlebihan. Sebab, masih dalam tahap penyembuhan untuk mempercepat regenerasi perbaikan tulang rusuknya.

"Kakak sendiri baru bisa berjalan normal, kenapa harus repot-repot mengurusku, aku masih bisa melakukan apa yang mau aku lakukan sendiri, tidak perlu repot-repot," ucap Bram.

"Bukan itu juga masalahnya, kau habis kembali dari kematian, terlebih eksekusi dirimu terjadi diruanganku, tidak mungkin aku tidak terlibat dalam hal seperti ini, apalagi melihat ekspresi ibu kemarin ketika tiba-tiba ada ambulan datang dan mengeluarkan kau dari dalam mobil tersebut," ucap Yuri menjelaskan.

"Hehehehehe," tawa kecil Bram.

"Kau tahu sendiri bagaimana khawatirnya ibu kalau anak-anaknya mendapat masalah," ucap Yuri.

"Ya, ya, aku tahu," ucap Bram sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Tapi, soal kasus pembunuhan tersebut, bukannya Kapten Philip sudah menemukan petunjuk baru dua hari yang lalu, mengapa itu tidak dijadikan sebagai bukti untuk membela sekretaris tersebut," ucap Yuri sedikit penasaran dengan kabar berita penangkapan sekretaris perusahaan.

Bram pun hanya bisa menundukkan kepalanya mendengar perkataan Yuri tersebut. Hal ini dikarenakan, bukan hanya wewenang dan otoritas yang bermain dilingkup kerja tersebut, melainkan statuta tingkatan yang memegang peran penting. Oleh karena itu, apa yang didapat oleh Kapten Philip dua hari kemarin hanya dapat disimpan dalam brankas lembar kerja MOP tanpa harus dieksploitasikan ke publik.

"Lalu, mungkin saja, setidaknya divisi internal militer tersebut bekerjasama dengan kalian di MOP untuk mengungkapkan pelaku sebenarnya," ucap Yuri.

"Bukannya aku tidak mau ikut saran yang Kakak berikan, tapi jangankan aku, Kapten Philip sendiri masih memiliki keterbatasan wewenang untuk ikut campur hal-hal yang seperti ini. Kami, atau MOP sendiri, hanya pion yang diletakkan di depan medan perang sekalipun apabila perang terjadi kembali, karena Kakak tahu sendiri, MOP tidak ada pusat pengendali dalam sistem pemerintahan pusat," ucap Bram mencoba menjelaskan kepada Yuri.

Yuri pun tidak dapat melanjutkan perkataannya kembali setelah mendengar penjelasan yang telah dijelaskan oleh Bram, dan Yuri pun tidak ingin membahas permasalahan tersebut lebih jauh lagi. Lalu, Yuri mengambil posisi duduk dilantai sebab ruangan mereka hampir sama, selain itu kursi dan meja kerja tidak ada diruangan tersebut sebab Bram tidak pernah membawa pekerjaannya pulang.

"Baiklah, lalu apa yang akan kau lakukan setelah ini," ucap Yuri.

"Tenang saja, meskipun kondisiku seperti ini, aku sudah menjalankan rencanaku sendiri," ucap Bram tersenyum dengan rasa percaya diri.

"Maksudmu?" tanya Yuri penasaran.

"Kakak masih ingat dengan Hana dan Kim, bukan!?" ucap Bram memberikan pertanyaan.

"Yang benar saja, Hana kau bilang, jangan-jangan ia juga akan datang kemari untuk melihatmu dan memberikan laporan tentang apa yang kau minta," ucap Yuri terkejut sembari berdiri.

"Tenang ... tenang, aku tahu masalah itu, aku juga tidak ingin menambah kesengsaraan yang akan aku dapatkan dari Kak Lune," ucap Bram.

"Huuuhhhhh, syukurlah," ucap Yuri kembali duduk.

"Hahahahahaha, kalau ingat masalah itu, benar-benar sangat membuatku kaget sekaligus takut," ucap Bram disertai tawa.

"Jangan kau ungkit-ungkit lagi tentang masalah itu, aku sendiri sudah mulai membiasakan diri agar tidak selalu ingat akan kejadian tersebut," ucap Yuri tersipu malu.

"Kakak bercanda, waktu itu saja kakak seperti orang yang baru mendapat hadiah besar," ucap Bram mencoba mengusik Yuri.

"Ya, ya, sudah ... sudah, lalu bagaimana?" ucap Yuri mengalihkan pembicaraan dengan memberikan pertanyaan lain.

"Hahahahahahaha, argghhhh," tawa Bram puas dengan menahan sakitnya.

"Makanya," ucap Yuri.

Haruna Hana dan Park Kim merupakan bawahan langsung dari Bram, meskipun mereka tidak suka terikat kerja dibawah sebuah organisasi. Mereka berdua memiliki hutang budi yang besar dan terlalu dilebih-lebihkan sehingga mau tidak mau Bram menyetujui akan hal tersebut. Sampai saat ini, mereka selalu bekerja berdua dengan menawarkan jasa keamanan maupun pencarian orang hilang. Meskipun mereka berdua tidak satu tempat tinggal dengan Bram, tapi komunikasi antara Bram, Hana dan Kim masih terus berjalan.

"Mereka berdua sudah mulai bergerak meski sedang melakukan pekerjaan mereka sendiri, dan akan memberikan hasilnya kepadaku apabila tugas mereka sendiri telah selesai," ucap Bram.

"Mudah-mudahan saja, ketika mereka akan menemuimu, kau sudah bisa keluar dari tempat penampungan ini," ucap Yuri.

"Kalau soal itu akan aku usahakan, karena saksi ke empat tersebut bukan orang sembarangan, dan aku harus terlibat langsung dengannya," ucap Bram.

"Maksudmu?" tanya Yuri.

"Itu adalah kesalahanku pada hari kejadian, karena divisi internal militer tiba di lokasi, aku hanya bisa mengirim beberapa file kepada Kak Lune dan melupakan saksi ke empat tersebut, sebab keterbatasan waktu untuk memeriksa profil dari masing-masing saksi secara rinci," ucap Bram.

"Tapi, bukankah semua saksi yang terlibat tersebut sudah diminta keterangan, atau jangan-jangan yang kau maksud dengan saksi ke empat tersebut adalah orang yang dimaksud oleh Lune kemarin," ucap Yuri.

"Benar sekali," ucap Bram pendek sembari berusaha duduk ditempat tidurnya dan mengambil bungkus rokok.

"Kau itu masih sakit, kurangi dulu rokokmu, aku saja mencoba menahan keinginanku untuk merokok karena keadaanmu lagi seperti ini," ucap Yuri sembari berjalan melangkah untuk membuka jendela kamarnya.

"Fiiiuuhhhhhh," Bram menghembuskan kepulan asap rokoknya.

"Kau ini, aku sedang berbicara kepadamu," ucap Yuri kesal.

"Ya, ya ... aku tahu, ini baru rokok pertamaku sejak keluar dari rumah sakit, sebab dari kemarin aku hanya bisa tiduran saja seharian," ucap Bram.

"Dalam kejadian seperti ini, statusnya adalah sebagai saksi mahkota," ucap Bram.

* Saksi mahkota didefinisikan sebagai saksi yang berasal atau diambil dari salah seorang tersangka atau terdakwa lainnya yang bersama-sama melakukan perbuatan pidana, dan dalam hal mana kepada saksi tersebut diberikan mahkota. Dalam praktek, saksi mahkota digunakan dalam hal terjadi penyertaan (deelneming), dimana terdakwa yang satu dijadikan saksi terhadap terdakwa lainnya oleh karena alat bukti yang lain tidak ada atau sangat minim.

"Mengapa terjadi hal seperti itu, bukankah kalian berdua ( Lune dan Bram ) telah sepakat bahwa pelaku tersebut menyamar menjadi saksi kunci," ucap Yuri.

"Memang benar seperti itu, namun kalau aku bisa menangkapnya, maka dia ( pelaku ) akan menjadi saksi dari semua tindakan yang dilakukan oleh organisasi mereka sampai saat ini, termasuk pembunuhan yang dilakukannya," ucap Bram dengan tatapan mata serius.

"Bukankah menangkap mereka juga akan berdampak pada MOP sendiri nantinya?" tanya Yuri lebih lanjut apabila MOP terlibat.

"Aku belum memberitahu Kapten sampai sejauh yang aku beritahukan kepada Kakak hari ini, kecuali kalau Kakak adalah bagian dari organisasi mereka yang sedang menyamar dan ingin membunuhku," ucap Bram.

"Kau jangan bercanda, kalau aku adalah mereka, tidak mungkin aku dibiarkan masuk satu langkah pun dari pintu ruanganmu," ucap Yuri dengan tenang.

* Organisasi Dead Flag sampai saat ini belum diketahui berapa jumlah anggota dan siapa pimpinan mereka sebenarnya, namun dari beberapa kejadian yang mengalami kebuntuan dalam investigasi, Bram dan Kapten Philip mencoba memahami cara kerja organisasi tersebut.

"Kakak tenang saja, pengamanan di tempat penampungan ini secara kasat mata sangatlah ketat, Kakak saja yang tidak menyadari hal itu dan terlalu menganggap semuanya santai," ucap Bram bercanda.

"Terserah kau," ucap Yuri ketus yang akhirnya ikut menyalakan rokoknya.

"Tapi Hana juga lumayan, tidak kalah jauh dari Lune, Lunnaya atau Charlotte," ucap Bram tiba-tiba.

"Uhhuukkk ... uhuhhukkkk," Yuri terbatuk mendengar ucapan Bram yang tiba-tiba tersebut.

******

******

"Hatcchiiii ... hattccchhhiiiii," Hana bersin.

"Apa kau tidak apa-apa, Hana?" tanya sumber suara dari earphone Hana.

"Aku tidak apa-apa, Kim," ucap Hana.

"Apa kau yakin, kalau tidak, untuk hari ini kita selesaikan saja sampai disini, lalu kita akan mulai lagi besok," balas sumber suara dari earphone Hana tersebut yang tidak lain adalah Park Kim, rekan kerja Hana.

"Aku baik-baik saja, kau ini berisik sekali, fokus saja dengan pekerjaanmu dan aku akan fokus dengan pekerjaanku," ucap Hana.

"Tapi ... Hana, orang---" ucap Kim yang perkataannya tidak terdengar jelas lagi dengan Hana karena memikirkan siapa yang membicarakannya.

Hana dan Kim hari ini sedang mengerjakan tugas yang mereka terima dari seorang klien yang meminta pertolongan mereka untuk mencari kerabat keluarga yang sudah menghilang dalam dua tahun terakhir.

"Pasti ada yang membicarakan aku," gumam Hana sembari menyeka hidungnya.

"Apa si nenek Lune atau Bram?" gumam Hana bertanya kepada dirinya sendiri.

"Atau, jangan-jangan---" gumam Hana terhenti karena memikirkan satu sosok yang sangat menjadi idola baginya.

"Tapi, kalau seandainya yang membicarakan aku adalah Kak Yuri ... oohhhhh, seenaannggg sekaalliiiii rasanya meskipun hanya mengingatnya saja," gumam Hana gembira sembari menempelkan ke dua telapak tangan diwajahnya menahan malu.

"Kakkkk Yuuriiii ... ohhh, kkaaakkkkkk yyuuurrriiiii," gumam Hana tenggelam dalam fantasinya sendiri sehingga tidak mendengarkan apa yang disampaikan oleh Kim.

Tiba-tiba datang seorang pelayan yang menghampiri Hana lalu menepuk pundaknya, sebab tindakannya membuat pelanggan yang lain merasa terganggu dan tidak nyaman.

"Apa ada yang salah, Nona?" tanya pelayan tersebut.

"Maafff, maaffff," ucap Hana kepada pelayan tersebut karena ia sadar akan situasi yang terjadi akibat perbuatannya.

"Baiklah Nona, aku hanya menegur saja kalau memang terjadi permasalahan, tapi mohon harap tenang. Pelanggan yang lain merasa terganggu," ucap pelayan tersebut.

"Maafff, maaffff," ucap Hana kepada pelayan yang hanya bisa tersenyum lalu melangkah pergi meninggalkan Hana.

Dikarenakan tuntutan pekerjaan maka Hana saat ini sedang menyamar menjadi pelanggan Cafe disebuah kota yang masih berada di zona kuning. Sebab, mencari seseorang adalah pekerjaan yang tidak mudah. Oleh karena itu, untuk beberapa hari ini Hana sedang mengikuti seseorang yang kebetulan adalah teman akrab dari kerabat keluarga yang hilang tersebut sebelum benar-benar dinyatakan hilang.

"Apa kau sudah selesai dengan fantasi yang sangat mengganggu pekerjaan itu?" tanya Kim untuk mengingatkan Hana kembali akan tugas yang sedang mereka laksanakan.

"Apa kau bilang, kau kira impianku untuk hidup bersama Kak Yuri tercinta itu sangat mengganggu, kau akan merasakan akibatnya kalau kau tidak menarik lagi ucapanmu tadi," ucap Hana kesal.

"Baik, baik, Nyonya Yuri," ucap Kim mengalah.

"Aaaahhhhh, kau bisa saja," ucap Hana tersipu malu.

"Tapi, sebelum kau masuk kembali ke dunia fantasi yang kau impikan tersebut, aku hanya mau bilang bahwa orang yang kita ikuti sudah pergi," ucap Kim memberitahukan informasi yang perlu diketahui oleh Hana.

"APAAAAA!!!!!!" teriak Hana sembari menghentak meja dan mengakibatkan cangkir kopinya terjatuh dan menumpahkan isinya karena terkejut dengan perkataan Kim.

"Ada apa lagi Nona yang terja---" ucap pelayan tidak menyelesaikan perkataannya saat melihat ekspresi Hana yang emosi.

Seketika itu pula, Hana langsung mengeluarkan sejumlah uang dari kantong jaket yang digunakannya untuk membayar tagihan minum, dan segera meninggalkan Cafe tersebut sembari berkata, "Ambil saja kembaliannya."

Pelayan tersebut hanya bisa terdiam dan melihat kepergian Hana yang terburu-buru dengan diiringi dengan bisikan kesal pelanggan Cafe lainnya yang merasa terganggu akibat tindakan Hana tersebut.

"Uangnya kurang nona," ucap pelayan tersebut sedih.

******

******

Tiba-tiba pintu ruangan Bram terbuka dengan sendirinya, lalu muncul sosok yang sangat dikenal Yuri dan Bram. Mereka berdua pun langsung tidak tahu harus berbuat apa, sebab Yuri dan Bram juga tidak tahu mengapa Lune bisa berada di pintu masuk ruangan Bram tersebut.

"Apa kau sudah selesai berbicara dengan Yuri soal Hana, Bram?" tanya Lune yang bersandar dipintu masuk ruangannya.

"Lune," "Kak Lune," ucap Yuri dan Bram bersamaan.

Mereka berdua tidak tahu, bahwa di beberapa sudut ruangan telah dipasang Lune dengan alat penyadap. Hal ini dikarenakan, Lune paham akan pekerjaan yang dilakukan oleh Bram dan dengan alasan untuk berjaga-jaga apabila pekerjaan Bram akan mengganggu tempat penampungan tersebut.

"Apa masih ada yang ingin kau katakan lagi kepada Yuri soal Hana?" tanya Lune sembari melangkah ke arah tempat tidur Bram dengan ekspresi muka yang tidak begitu bersahabat sama sekali.

"Kami hanya membahas masa lalu saja, tidak ada hal yang istimewa dari perbincangan aku dan Bram," ucap Yuri yang sudah selesai menghisap rokoknya.

"Iya, be-betul sekali, Kak Lu-Lune," ucap Bram terbata-bata sampai rokok baru yang dinyalakannya lagi tersebut bergetar dan dapat terlihat dengan jelas bahwa abu rokoknya hampir jatuh ke selimut tidurnya.

"Hhhhmmmmm," ucap Lune sembari melemaskan jari-jari tangannya seakan-akan mempersiapkan diri untuk menghajar Bram kembali.

"Guullllpppp," Bram menelan air ludahnya karena sudah tidak dapat berkata-kata lagi.

"Braaammmmm," ucap Lune mulai melangkahkan kakinya sembari memberikan senyuman malaikut maut yang akan mengambil nyawa seseorang.

"Lune ... tunggu dulu," ucap Yuri mencoba menghentikan tindakan yang akan dilakukan oleh Lune meski percuma.

"Hhhhmmm, apa ada pesan terakhir yang ingin kau sampaikan," ucap Lune yang sudah berjalan menjauhi pintu masuk ruangan Bram.

"Aku benar-benar tidak akan selamat hari ini," gumam Bram sembari mengeluarkan keringat dingin dan abu rokoknya hampir jatuh.

"Lune cukup, Bram belum pulih total, jangan kau beri luka tambahan lagi, aku mohon, beri dia keringanan untuk hari ini," ucap Yuri mencoba untuk menghentikan tindakan yang akan dilakukan oleh Lune untuk kedua kalinya, dan ternyata cukup berhasil.

Lune menghentikan langkah kakinya, karena ia tahu bahwa apa yang dikatakan oleh Yuri memang ada benarnya dan Yuri mengatakan hal tersebut dengan sungguh-sungguh, bukan hanya perkataan omong kosong.

"Apa Lune mau mendengarkan perkataanku," gumam Yuri cemas.

"Huuuhhhh, baiklah" ucap Lune yang akhirnya mengalah.

"Selamat aku hari ini," gumam Bram berkeringat dan tidak sadar abu rokoknya terjatuh di atas selimut karena dari tadi Bram hanya bisa terdiam melihat Lune melangkah ke arahnya.

"Akhirnya, terima kasih Lune," ucap Yuri.

"Tapi, ada satu syarat yang harus kau penuhi Yuri, karena segala sesuatu pasti ada take and give, apa yang aku katakan itu benar bukan, Yuri?" ucap Lune sembari bertanya balik ke Yuri.

"Baiklah, apapun itu, asal aku bisa memenuhi permintaanmu dan jangan sampai yang aneh-aneh," ucap Yuri yang dibalas dengan senyuman oleh Lune.

Mereka bertiga pun tenggelam dalam dunia mereka masing-masing tanpa perduli hal lainnya. Yuri senang Bram baik-baik saja, Lune gembira bahwa rencana yang ia susun dapat dijalankan dengan baik tanpa harus memaksa Yuri, dan Bram hanya bisa menangisi sisa hidupnya yang mungkin dapat berakhir kapan saja.

"Apa aku bisa berumur panjang kalau terus berlama-lama tinggal satu atap dengan mereka kalau seperti ini terus menerus," gumam Bram sedih.