Dalvin mengajak Nabila untuk pulang bersama. Nabila sangat senang karena bisa jalan bersama dengan Dalvin.
"Nab anter gue ke mall dulu ya" ujar Dalvin pada Nabila.
"Mau ngapain?" tanya Nabila.
"Mau beli kado" jawab Dalvin.
Nabila hanya mengangguk-anggukkan kepalanya tak mau bertanya lebih.
"Gimana keadaan Fitra" tanya Dalvin tanpa menoleh ke arah Nabila, karena sedang mengemudi.
"Udah lumayan baik kok Vin" jawab Nabila yang dibalas dengan anggukan oleh Dalvin.
Sampai sudah mereka di parkiran mall, Nabila yang hendak turun tidak jadi karena pergelangan tangannta dicekal oleh Dalvin.
Nabila mengkerutkan dahinya, melihat Dalvin yang menatapnya dengan serius.
"Nab" panggil Dalvin lembut.
"Lo gak baper kan sama perlakuan gue ke lo ?" tanya Dalvin serius.
Jantung Nabila mulai berpacu lebih cepat.
Gimana gue gak baper sama lo Vin. Perlakuan lo ke gue manis banget, seakan-akan gue itu istimewa dimata lo. Batin Nabila.
"Nab" panggil Dalvin lagi.
"Ehh iya, eng-gak kok gue gak baper sama lo, lagian gue juga tau kalau lo cuma becanda" jawab Nabila berusaha tersenyum.
Dalvin tersenyum manis.
"Syukurlah, gue mau minta tolong sama lo Nab" ujar Dalvin.
"Minta tolong apa?"
"Gue pengen kasih kejutan buat Firda dan gue bakal nembak dia dihari ulangtahunnya" ujar Dalvin.
Bagaikan tersambar petir hati Nabila merasakan sakit yang luar biasa. Ingin sekali menangis namun dia menahannya.
"Pasti gue bantu kok Vin" ujar Nabila tersenyum memaksakan.
Dalvin tersenyum manis sambil mengacak poni Nabila.
"Makasih Nab lo emang sahabat gue yang baik banget, sekarang lo bantuin gue cari kado yang pas buat Firda ya" ujar Dalvin, kemudian dia keluar dari mobilnya.
Nabila tersenyum miris sambil memegang dadanya yang terasa sesak.
Kenapa gue ngerasa sakit disaat lo bilang gue cuma sahabat lo. Batin Nabila lirih.
Nabila mencoba menahan rasa sakitnya dan turun dari mobil untuk menyusul Dalvin yang sedari tadi sudah berjalan duluan.
Nabila menatap punggung lebar Dalvin yang ada dihadapannya.
Kapan lo berbalik Vin, liat gue yang selalu ada dibelakang lo, mengagumi lo. Batin Nabila.
Nabila berjalan tertunduk.
Duk
"Awhh" ringis Nabila sambil mengusap dahinya yang terbentur punggung Dalvin.
"Ck. Dalvin kalau mau berenti itu bilang-bilang kek, kan dahi gue sakit tau kebentur punggung lo" kesal Nabila.
"Lo ngapain jalan dibelakang gue, lo bukan pengikut gue, jadi lo jalan disamping gue" ujar Dalvin.
Nabila mengerucutkan bibirnya kemudian berjalan mendahului Dalvin sambil menghentakkan kakinya.
Nabila dan Dalvin berkeliling mencari dress yang cocok untuk Firda.
"Nab kira-kira bagusan yang mana?" tanya Dalvin pada Nabila sambil membawa dua buah dress selutut yang satu tanpa lengan berwarna pink dan satunya lagi berlengan panjang berwarna putih dengan motif disekitar dadanya.
Nabila melihat dua dress itu kemudian mengambil dress tanpa lengan yang berwarna pink.
"Yang ini bagus, kalau yang itu kurang pas dibadan Firda" ujar Nabila.
Dalvin hanya mengangguk kemudian mengambil dress yang sudah dipilih tadi dan membayarnya.
"Ayok Nab kita balik" ajak Dalvin yang sudah membayar dress itu.
Nabila mengangguk. Kemudian mereka berdua berjalan keluar untuk pulang.
"Lo laper gak Nab? Kalau laper kita makan dulu aja ya" ujar Dalvin.
Gue baper Vin bukan laper. Batinnya tersenyum miris
Nabila menggeleng dan tersenyum.
"Gue gak laper Vin, kita langsung balik aja, gue capek banget pengen istirahat" ujar Nabila.
"Maaf ya gue udah ngerepotin lo buat bantu gue pilih kado" ujar Dalvin tak enak hati.
"Santai aja Vin" ujar Nabila sambil terkekeh.
Nabila berjalan memasuki kamarnya dengan gontai, tubuhnya sangat lelah hari ini karena menemani Dalvin memilih-milih kado yang pas untuk Firda.
Nabila menghempaskan tubuhnya diranjang kamar sambil menatap langit-langit kamarnya yang tak berbintang.
Dan gue bakal nembak dia dihari ulangtahunnya.
Ucapan Dalvin terus terngiang ditelinganya, dadanya merasakan sesak kembali, tak terasa setetes air mata jatuh dipipinya.
Kenapa gue harus sayang dan cinta sama orang yang jelas-jelas gak pernah ada rasa sama sekali ke gue. Gumannya lirih.
Nabila menangis dalam diam.
Lo terlalu baper Nab, belum tentu orang yang perhatian ke lo itu suka sama lo. Lirihnya.
Cklek
Pintu kamar Nabila terbuka, masuklah Mita kedalam kamar anaknya. Mita merasa bingung melihat putrinya menangis.
"Nabila" panggil Mita lembut.
"I-ibu" ujar Nabila terkejut karena kedatangan ibunya.
"Kamu kenapa nak?" tanya Mita.
Nabila langsung memeluk ibunya itu. Mengeluarkan semua rasa sakitnya lewat air mata.
"Apa Nabila gak berhak buat bahagia bu?" tanya Nabila sambil terisak.
"Semua orang berhak merasakan kebahagiaan sayang" ujar Mita.
"Tapi kenapa Nabila gak pernah bahagia bu? Kenapa Nabila selalu disakitin" ujar Nabila.
"Siapa yang udah berani nyakitin anak ibu?" tanya Mita.
Nabila diam tak menjawab pertanyaan ibunya. Dia masih menangis didekapan ibunya.
"Nabila" panggil Mita sambil mengelus lembut rambut Nabila.
"Siapa yang udah nyakitin Nabila?" tanya Mita.
Nabila melepaskan pelukannya dan langsung menatap ibunya, kemudian dia tersenyum dan menggeleng.
"Engga kok bu, bukan mereka yang nyaktin Nabila, tapi akunya aja yang gampang baper"
Mita tersenyum kemudian menghapus air mata diwajah cantik anaknya itu.
"Jangan pernah keluarin air mata kamu, karena kamu gak pantes nangisin orang seperti mereka" ujar Ibunya.
"Pesan ibu cintailah seseorang yang mencintaimu bukan seseorang yang kamu cinta, karena orang yang mencintaimu iti sudah pasti tulus dan orang yang kamu cinta juga belum pasti balas mencintai kamu" jelas ibunya.
Nabila tersenyum dan setelahnya mengangguk.
"Jangan nangis lagi ya, nanti cantiknya hilang"
"Iya bu, yaudah aku istirahat dulu ya bu"
Mita mengangguk kemudian pergi keluar kamar meninggalkan anaknya yang akan beristirahat.
Setelah kepergian ibunya air mata Nabila kini mengalir lagi namun tak begitu banyak.
Disini gue yang terlalu sayang, apa emang gue yang terlalu berharap ? Batin Nabila lirih.