Nabila berjalan dengan pandangan kosong melewati koridor sekolah yang lumayan ramai. Banyak yang menatapnya bingung karena tidak biasanya Nabila datang kesekolah dengan wajah sedih, Nabila yang mereka kenal selalu ceria dan ramah tapi tidak untuk hari ini.
Nabila memasuki ruang kelasnya yang ternyata baru 2 orang yang datang yaitu dia dan Dalvin. Melihat kedatangan Nabila Dalvin segera mengambil ancang-ancang untuk mendekatinya dan menggodanya.
"Morning Nabila sayang" sapa Dalvin.
Nabila tak menjawabnya melirikpun tidak. Nabila masih membayangkan betapa sakit hatinya mendengar ucapan ayah kandungnya sendiri didalam mimpinya semalam.
Bila memegang dadanya yang begitu sesak. Air matanya sudah tak mampu terbendung lagi dipelupuk matanya. Nabila menangis.
Ayaaahhh. Batin Nabila.
Dalvin yang melihat Nabila menangispun ikut panik, pasalnya dia tidak tahu apa yang terjadi pada Nabila. Dalvin berjalan bolak-balik mencari ide agar Nabila tak menangis lagi.
"Nabila sayang kok nangis sih? kan belum gue apa-apain ehh maksudnya belum gue jailin" ujar Dalvin panik.
"Gue beliin balon ya Nab ya tapi lo diem yaa" ujar Dalvin lagi.
"Huwaaa gue bukan anak kecil hiks" tangis Nabila semakin keras.
"Ehh iya-iya gak jadi gue beliin balon deh, mm aduh apa yah mm gimana ya" Dalvin semakin panik.
Tanpa pikir panjang lagi Dalvin segera membawa bila kedalam dekapannya, membiarkannya mengeluarkan tangisnya.
"Nangis kalau itu bisa buat lo tenang Nab, gue disini disamping lo" ujar Dalvin.
Tangis Nabila semakin menjadi-jadi bahkan air matanya kini sudah merembes ke seragam Dalvin namun Dalvin membiarkannya.
"Gue benciiiii diri gue, gue pembawa siaalll" teriak Nabila.
Dalvin merasa bingung apa yang barusan Nabila katakan namun Dalvin tetap diam membiarkan Nabila mencurahkan rasa kecewanya lewat tangisannya.
"Kenapa gue dilahirin di dunia ini sedangkan gue gak di harapin sama sekali" lirih Nabila.
Dalvin yang mendengar itu merasa iba, dia tak menyangka sosok Nabila yang selama ini ceria dan penuh tawa ternyata sosok orang yang sangat rapuh.
"Nab" panggil Dalvin.
Isak tangis Nabila kini sudah mereda, Nabila melepaskan pelukannya dari Dalvin dan tertunduk.
Dalvin menyentuh dagu Nabila hingga Nabila mendongak sesaat itu kedua manik mata mereka bertemu.
"Sebesar apapun masalah yang lo hadapi gue harap jangan pernah salahin diri lo sendiri karena itu bisa bikin lo tambah ngerasa bersalah sama apa yang belum tentu lo lakuin" ujar Dalvin.
"Meskipun gue gak tau apa masalah lo, tapi gue bisa liat dari mata lo bahwa masalah lo itu begitu rumit" ujar Dalvin lagi.
"Gue pengen pergi jauh Vin, gue gak mau terus-terusan mikirin masalah ini, gue capek Vin" ujar Nabila yang kini sudah menangis lagi.
"Nab masalah itu dihadapi bukan dibawa lari, masalah itu ada dipikiran dan hati lo sejauh manapun lo pergi lo bakal tetep bawa pikiran dan hati lo yang artinya masalah itu bakal terus lo bawa kemanapun" ujar Dalvin.
"Tapi gue capek Vin gue capek" ujar Nabila.
"Semua masalah itu bikin capek Nab, tapi percayalah Allah gak akan menguji hambanya diluar batas kemampuannya, setiap masalah pasti ada jalan keluarnya Nab tergantung gimana lo menyikapi masalah tersebut" ujar Dalvin.
Nabila bungkam.
"Jangan takut gue disini bakal selalu jadi sayap pelindung lo, gue bakal ada buat lo dan selalu ada disamping lo" ujar Dalvin lagi.
"Apa lo gak takut sial temenan sama gue?" tanya Nabila sambil menatap lurus manik mata Dalvin.
Dalvin tersenyum manis.
"Gak ada manusia yang bikin sial, sekalipun gue kena musibah itu bukan karna lo tapi emang udah takdir gue" jawab Dalvin.
"Tapi gue gak kaya yang lain Vin, gue gak sempurna" lirih Nabila.
"Gak ada makhluk didunia ini yang sempurna Nab" ujar Dalvin.
"Gue juga banyak kekurangan Vin"
"Justru itu, gue ketua kelas dan lo bendahara kelas kan cocok tuh, lo punya kekurangan guepun punya gue punya kelebihan begitupun sebaliknya. Nah dari situ kita saling melengkapi aja Nab lo nutupin kekurangan gue sama kelebihan lo begitupun gue bakal nutupin kekurangan lo sama kelebihan gue" jelas Dalvin.
Nabila tersenyum ke arah Dalvin. Dalvin menghapus bekas air mata diwajah Nabila dengan ibu jarinya.
"Jangan nangis lagi karna gue gak punya tissu buat ngapus air mata lo" ujar Dalvin.
"Makasih Vin" ujar Nabila.
"Meskipun kita gak saling memiliki namun kita saling melengkapi" ujar Dalvin.
Ada gelenyar aneh ditubuh Nabila. Dia merasakan pipinya memanas saat itu juga.
"Cie blushing" ujar Dalvin sambil mencolek pipi Nabila.
"Ap-apaan sih" ujar Nabila salah tingkah.
"Ekheemm, masih pagi udah dua-duan aja" ujar Fitra yang entah sejak kapan sudah berdiri diambang pintu.
"Iri aja lo bedug, makanya cari pacar biar kagak kurang belaian gitu" celetuk Dalvin.
"Ehh enak aja gue dikata kurbel, jodoh gue itu lagi otewe kesini tau" ujar Fitra.
"Dasar jones lo, iya jodoh lo lagi nunggu dipertigaan jalan noh" ujar Dalvin.
"Siapa?" tanya Fitra polos.
"Bosnya banci pengkolan" ujar Ido yang baru saja datang namun mendengar obrolan mereka.
"Kurang ajar lo bapak tuyul" emosi Fitra.
"apasih dugong" ledek ido.
"Dugong-dugong lo tuh buaya rawa"geram Fitra.
"Hahahaaa bukan buaya rawa diamah dug tapi buaya buntung" ujar Dalvin sambil tertawa lepas.
Nabila yang melihat Dalvin tertawa lepaspun ikut tersenyum.
Gue gak nyangka cowok pecicilan kaya lo ternyata punya sisi bijak, gue jadi penasaran sama sosok lo Vin. Batin Nabila.