Nabila menutup buku catatannya dia baru saja menyelesaikan hukumannya. Nabila mengamati foto yang ada diatas meja belajarnya, diambilnya foto itu foto yang menampilkan dua orang gadis yang mengenakan seragam putih abu-abu dan satunya lagi putih biru. Difoto itu terpancar sekali senyum bahagia dari keduanya. Nabila mengusap wajah gadis yang mengenakan seragam putih biru, setetes bulir jernih jatuh mulus dipipi Nabila.
"Ris kaka kangen" lirih Nabila sambil memeluk foto itu.
"Maafin kaka belum bisa jadi kaka yang baik buat kamu, kaka sayang sama kamu Ris" ujar Nabila dalam isakannya.
Air matanya sudah merembes membasahi wajahnya, tangisnyapun pecah diruang kamar itu, Nabila terus memeluk erat foto itu. Dia merasa bersalah akan kepergian adiknya itu.
Flashback On
"Kak, kak Nabila aku dapat nilai 90 loh diulangan harian matematika" ujar Risa dengan mata berbinar.
"Wahh hebat adik kaka, kamu belajar yang bener ya supaya bisa jadi orang sukses" ujar Nabila sambil mengusap pucuk kepala adiknya itu.
Risa mengangguk anggukan kepalanya sambil tersenyum manis kearah kakanya.
"Yaudah kaka mau ke minimarket sebrang dulu ya" ujar Nabila.
Risa mengangguk. Kemudian Nabila pergi meninggalkan Risa yang masih berdiri didekat halte. Risa menoleh ke bangku Halte uang Nabila tertinggal dengan cepat Risa mengambil uang itu dan berlari menyusul Nabila.
"Kak Nabila uangnya ketinggalan" teriak Risa namun Nabila tak mendengarnya.
"Kak Nabil aarrrrgg-" tubuh Risa terpental lumayan jauh karena tertabrak mobil yang melaju dengan kecepatan diatas rata-rata.
Nabila yang mendengar teriakan familiar itu menengok kebelakang, badannya lemas seketika melihat adiknya yang terkapar lemah dengan berlumuran darah disekujur tubuhnya.
"RISA" Teriak Nabila kemudian berlari menghampiri adiknya itu.
"Risaa banguunn" teriak Nabila yang kini memeluk tubuh adiknya itu.
Flashback off
"Kaka bodoh Ris, seharusnya kaka gak tinggalin kamu sendirian di halte" tangis Nabila.
Cklek
Pintu kamar Nabila terbuka menampilkan wanita paruh baya yang menatap sendu kearah Nabila.
"Sayang" ujar Mita (ibu Nabila).
"Ibuu Nabila kangen Risa bu" ujar Nabila yang langsung berhambur kepelukan ibunya itu.
"Ibu tau sayang, ibu juga kangen sama Risa" ujar Ibunya sambil mengusap rambut panjang Nabila dengan lembut.
"Ini salah Nabila bu, harusnya Nabila gak tinggalin Risa sendirian di Halte" isak Nabila.
"Sayang, hidup dan mati sudah ada yang menentukan, Allah lebih sayang sama Risa makanya Allah ambil Risa duluan, jangan pernah menyalahkan diri sendiri sayang, sekarang kita berusaha buat ikhlaskan Risa biar dia tenang disana" ujar Ibunya.
"Tapi Ayah marah sama Nabila gara-gara Nabila gak becus jagain Risa"
"Ayah gak marah sama kamu, mungkin Ayah merasa terpukul waktu itu sama seperti ibu nak" jelas Ibunya.
"Kalau Ayah gak marah sama Nabila kenapa Ayah sekarang pergi ninggalin Nabila bu, Nabila kan kangen juga sama Ayah" ujar Nabila lirih.
"Ayah kerja sayang makanya Ayah jarang pulang" ujar Ibunya mencoba untuk menenangkan Nabila.
Nabila melepas pelukannya lalu menatap ibunya, terlihat sekali tatapan kesedihan yang terpancar dimata indahnya Nabila.
Ibunya tersenyum manis kemudian mengusap bekas air mata diwajah Nabila.
"Sekarang kamu istirahat ya, besok kan sekolah jangan terlalu dipikirin nanti juga Ayah pasti pulang" ujar Ibunya.
Nabila hanya mengangguk kemudian merebahkan tubuhnya diranjang kamarnya.
"INI SEMUA GARA-GARA KAMU" Teriak Anwar (Ayah Nabila).
"KALAU KAMU BECUS JAGAIN ADIK KAMU DIA GAK AKAN PERGI SECEPAT INI" Sentak ayahnya lagi.
Nabila tak berani menatap apalagi membalas perkatan ayahnya. Nabila tertunduk sambil menangis.
"Mas ini bukan salah Nabila, ini udah takdir mas" ujar Mita.
"DIAM KAMU, URUSIN AJA ANAK KAMU YANG BISANYA JADI BEBAN" Ujar Anwar kemudian pergi meninggalkan mereka berdua.
"Ayaahh, Nabila minta maaf Yah" ujar Nabila sambil mengejar Ayahnya itu.
Namun Anwar tak menghiraukan teriakan Nabila dia terus melangkahkan kakinya meninggalkan Nabila yang sedang mengejarnya.
"Ayahh jangan tinggalin Nabila, Nabila minta maaf yah" ujar Nabila yang kini sudah berhasil memegang pergelangan tangan ayahnya.
Namun dengan cepat Anwar mengempaskan tangan Nabila yang sedang menyentuhnya.
"JANGAN PERNAH PANGGIL SAYA AYAH LAGI, KAMU ITU PEMBAWA SIAL DI KEHIDUPAN SAYA" Sentak Anwar.
Bagaikan tertusuk ribuan jarum Nabila merasakan sakit dan sesak luar biasa didadanya mendengar ucapan yang baru saja dilontarkan ayah kandungnya sendiri.
"Nabila minta maaf yah" lirih Nabila berusaha menahan sakit di dadanya.
Anwar kembali membalikkan badannya pergi meninggalkan Nabila.
"Ayahh jangan pergi"
"AYAAHHH". teriak Nabila yang langsung terduduk diatas ranjangnya.
Tubuhnya basah akibat keringat nafasnya tak beraturan wajahnyapun basah akibat air matanya yang sedari tadi mengalir.
"Mimpi itu lagi" gumam Nabila.
"Kenapa gue selalu mimpiin itu" lirih Nabila.
Rasa bersalah Nabila kini semakin menjadi jantungnya berpacu dengan cepat hatinya merasa gelisah.
"Aarrrggghhhh" teriak Nabila frustasi.
"Yaampun sayang kamu kenapa?" ujar Ibunya yang langsung masuk dan memeluk anaknya sambil mengusap lembut punggung anaknya.
"Aku mimpi lagi Bu" isak Nabila.
"Kamu tenang ya, ibu ambilkan minum dulu" ujar Mita kemudian beranjak mengambil air minum.
Tak beberapa lama Mita datang dengan segelas air putih ditangannya.
"Nih minum dulu ya sayang" ujar Mita.
Nabila meminum air putih itu.
"Nabila takut bu, Nabila takut ayah tambah benci sama Nabila bu" ujar Nabila.
"Sayang itu cuma mimpi, mimpi itu bunga tidur, mungkin tadi kamu tidurnya gak baca doa jadi mimpi buruk" ujar Mita menenangkan Nabila.
"Tapi Nabila takut" lirih Nabila.
"Shuutt udah jangan takut, sekarang Nabila ambil wudhu terus shalat tahajjud biar tenang ya" ujar Ibunya.
Nabila mengangguk lalu berjalan kekamar mandi untuk mengambil wudhu dan melaksanakan Shalat.