Chereads / Unwanted Husband / Chapter 24 - Terpana

Chapter 24 - Terpana

Setelah kejadian kemarin, Jhino merasa hatinya berbunga-bunga. Baru kali ini Allyna seperti menganggap dirinya sebagai suaminya, walaupun hanya dengan memanggil dengan sebutan 'mas'. Jhino merasa bersyukur sekali dengan kemajuan ini. Setidaknya, sudah ada hal kecil yang membahagiakan di pernikahan mereka.

Sementara Allyna sering merasa salah tingkah. Awalnya dia sempat gugup dan kikuk saat makan berdua dengan Jhino. Tapi melihat Jhino yang berusaha tenang, Allyna jadi merasa kalau dia juga harus tenang. Walaupun hatinya sedang deg-degan. Entah kenapa kata 'mas' untuk Jhino itu muncul begitu saja. Apakah ini ide yang tepat untuk memanggil Jhino dengan sebutan 'mas'?

Hari Minggu pagi, Jhino bangun dengan rasa semangat dan perasaan yang senang. Rasanya moodnya semakin membaik. Begitu selesai mandi, dia langsung membereskan beberapa perabotan rumahnya. Dia memang sengaja tidak menyewa pembantu ataupun menyewa jasa petugas kebersihan di apartemen mereka karena dia suka melakukan kegiatan itu sendirian.

Setelah dirasa bersih dan rapi, Jhino segera mengambil bahan-bahan untuk memasak. Kemarin sore, setelah dia selesai diskusi dengan Allyna, Jhino pergi ke supermarket untuk berbelanja. Sementara Allyna tidak ingin ikut. Jhino tahu dia sebenarnya merasa salah tingkah setelah memanggilnya 'mas' kemarin. Jhino pun paham dan tidak memaksanya untuk ikut.

"Semoga Allyna suka dengan masakanku. Ini sangat cocok untuk sarapan di hari Minggu," gumam Jhino sambil mulai memasak.

Jhino memasak dengan rajin sambil menunggu Allyna bangun. Dia pun menengok jam dinding. Sudah hampir jam tujuh pagi tapi Allyna belum bangun juga. Jhino jadi berpikir apakah istrinya itu begadang lagi?

Hampir setengah jam Jhino memasak dan kira-kira lima menit lagi masakannya matang, tapi Allyna belum bangun juga. Dengan cepat, Jhino menyelesaikan masakannya dan menyiapkan semuanya di meja makan. Dia ingin membangunkan istrinya untuk sarapan bersama.

Tok… tok… tok…

"Allyna! Kamu udah bangun? Ayo kita sarapan," panggil Jhino dari luar pintu kamar Allyna.

Tidak ada jawaban. Suasananya hening. Tidak ada jawaban bahkan sahutan dari dalam kamar Allyna.

"Dia belum bangun ya? Atau dia lagi di kamar mandi?" gumam Jhino mencoba menebak-nebak.

Dia pun mengetuk pintu kamar Allyna lagi. Tok… tok… tok…

"Allyna, kamu udah bangun? Ayo kita sarapan, makanannya udah siap," panggil Jhino lagi.

Jhino mencoba menunggu apakah ada jawaban atau tidak. Tapi suasana masih hening. Tidak ada jawaban apapun. Jhino pun berspekulasi kalau Allyna pun masih tidur. Akhirnya dia pun duduk di ruang tengah sambil menonton tv. Dia menunggu Allyna bangun dan sarapan bersama.

***

Allyna baru bangun setelah semalam begadang mengerjakan apa yang harus dia kerjakan. Tentu saja dia mengerjakan proposal skripsinya karena idenya masih fresh yang baru saja dibahasnya kemarin bersama Jhino. Allyna tidak melihat sekarang jam berapa, dia langsung bergegas ke kamar mandi dan segera mandi untuk menghilangkan kantuknya.

Dia pun tidak berlama-lama di kamar mandi karena perutnya sudah sangat lapar. Allyna tidak tahu apakah sudah ada makanan atau belum. Tapi kalau diingat-ingat kemarin Jhino sudah berbelanja, pastilah Jhino sudah masak. Itupun kalau Jhino sudah bangun. Tapi tidak mungkin dia belum bangun, kecuali dia terlalu capek untuk bangun pagi seperti kemarin.

Akhirnya Allyna membuka pintu kamarnya setelah selesai ganti baju. Dia sangat kaget saat melihat Jhino yang sedang berada di ruang tengah dan menonton TV. Mendadak Allyna jadi kikuk sendiri mengingat kejadian kemarin.

"Kamu baru bangun?" tanya Jhino dengan lembut.

Allyna hanya mengangguk.

Jhino tersenyum. "Sarapan bareng yuk. Aku udah masak buat kita berdua."

Allyna menatap Jhino dengan tatapan bingung dan salah tingkah. Sikap Jhino yang lembut sepertinya lama kelamaan membuat Allyna ingin mempertimbangkan perasaan Jhino. Walaupun Jhino tidak pernah menyatakan perasaannya, tapi dengan rasa tanggung jawab yang telah dia ungkapkan, sepertinya Jhino tidak main-main.

"Yuk, nanti keburu dingin," ajak Jhino menuju ruang makan.

Allyna pun mengikuti Jhino. Dia duduk di salah satu kursi yang ada di meja makan. Dengan sigap, Jhino mengambilkan makanan untuk Allyna.

Ini kebalik nggak sih? Harusnya kan aku sebagai istri yang mengambilkan makanan, batin Allyna.

"Kenapa kamu bengong? Nasinya kurang ya?" tanya Jhino memecahkan lamunan Allyna.

"Eh… enggak kok. Udah cukup, makasih ya," jawab Allyna. Dia mengambil piringnya dan kemudian segera makan.

Jhino makan sambil memperhatikan istrinya. "Apakah itu enak?"

Allyna mengangguk. Dia sibuk mengunyah makanan yang dimasak oleh Jhino. Rasanya memang enak, bahkan sangat enak. Dia tidak tahu kalau Jhino jago masak.

Jhino tersenyum. Dia kemudian melanjutkan makannya.

"Oh ya… kemarin aku dapat ide apa aja yang mau aku bahas di latar belakang," kata Allyna tiba-tiba.

Dia sebenarnya tidak tahan untuk tidak menceritakan apa yang sudah dia kerjakan. Dia ingin melihat reaksi suaminya.

"Wah, bagus dong. Lalu udah kamu kerjakan?" tanya Jhino.

"Udah dong. Nggak cuma latar belakang aja, aku juga udah ngerjain bab 1," kata Allyna dengan bangga, "Habis ini aku kasih lihat ya."

"Iya, sekarang kamu habiskan dulu makanannya," titah Jhino.

Allyna mengangguk. Dia kemudian makan dengan lahap. Jhino merasa senang saat melihat istrinya bahagia dan bersemangat seperti itu.

Tak lama setelah Allyna selesai makan, dia langsung berlari ke kamarnya dan mengambil draft bab 1 proposal skripsinya. Jhino pun menunggu sambil membereskan piring yang sudah selesai digunakan makan. Beberapa saat kemudian, Allyna kembali sambil membawa draft yang sudah dia print kemarin malam saat Jhino sedang tidur.

"Kamu kenapa lari-lari? Aku kan nggak kemana-mana," kata Jhino dengan lembut.

"Bukannya gitu, ini kan banyak yang harus kamu baca. Makanya aku buru-buru ngasih," kata Allyna gemas.

Jhino tersenyum dan menerima draft bab 1 proposal skripsi milik Allyna. Dia membacanya. Sementara Allyna dengan matanya yang penuh harap ingin tahu apa pendapat Jhino tentang apa yang dia kerjakan.

Sebenarnya, Allyna juga bingung kenapa dia sangat mengharapkan reaksi dari Jhino. Padahal sebelumnya dia sangat membenci Jhino, bahkan pernah mengatakan kalau dia ingin bercerai. Tapi sekarang dia malah akur seperti ini. Pastilah tindakan Allyna ini membuat Jhino bingung.

"Bagus. Ini nyambung banget nih dari awal sampai akhir. Kamu membuat permasalahannya mengerucut jadi mudah dimengerti. Tujuan dan rumusan masalahnya juga bagus. Aku suka. Semoga aja ini di-ACC ya," kata Jhino kemudian tersenyum dengan tulus.

Allyna menerima draft yang diberikan oleh Jhino dan menyambutnya dengan senyum manisnya. Jhino yang memperhatikan Allyna, rasanya terpana dengan senyuman Allyna. Senyuman itu semakin membuat Jhino jatuh cinta.

"Kamu kalau senyum manis banget," puji Jhino.

Allyna yang sadar kalau dia tersenyum pada Jhino lalu mendengar pujian itu, otomatis merasa salah tingkah. Wajahnya memerah.

"Ah, sorry. Biar aku cuci dulu piringnya," kata Jhino yang sadar kalau Allyna merasa tidak nyaman. Dia pun bergegas berdiri dan pergi ke dapur.

Allyna yang merasa deg-degan pun langsung masuk ke kamarnya. Baru kali itu dia melihat tatapan hangat Jhino kepadanya. Sorot matanya yang terpana akan dirinya itu membuatnya merasa deg-degan setengah mati.

"Aduh… kalau dia jatuh cinta sama aku gimana?" gumam Allyna.

Dia kemudian berpikir sejenak. "Tapi, apa salahnya dia jatuh cinta sama aku? Aku kan istrinya dia. Tau ah, bingung. Bikin deg-degan aja deh."