Allyna menikmati waktu bersamanya dengan Jhino untuk menyelesaikan draft proposal skripsinya. Kemarin mereka menyelesaikannya seharian. Tapi karena Jhino sedang banyak pekerjaan, selebihnya Allyna mengerjakannya sendiri. Dia pun diam-diam sudah berencana untuk mengajukan proposalnya secara lengkap kepada Prof Zahra hari ini.
Pagi-pagi sekali, Allyna bangun tidur dan segera mandi. Dia bangun lebih awal. Dia sudah selesai menyiapkan semua dokumen dari draft proposal skripsinya yang akan dia ajukan hari ini. Allyna keluar kamar dan mendapati suaminya belum bangun. Karena dia tidak ada waktu untuk masak yang susah, alias nasi goreng yang baginya sedikit ribet, maka Allyna pun hanya menyiapkan roti bakar dan kopi untuk sarapannya bersama Jhino.
"Oh… kamu udah bangun?" tanya Jhino yang baru saja bangun dan melihat Allyna sudah ada di meja makan untuk menyiapkan sarapan.
"Iya, mas. Kebetulan aku juga…" kata Allyna sedikit ragu-ragu.
"Juga apa?" tanya Jhino mendadak penasaran.
"Aku juga mau ngajuin draft proposal ke Prof Zahra. Kemarin malam aku udah selesai ngerjain dan udah aku print," kata Allyna. Dia kemudian tersenyum tipis.
"Wah… kamu ternyata rajin juga ya. Baguslah kalau begitu," kata Jhino.
"Ya udah sarapan dulu yuk. Tapi, maaf aku cuma masak ini soalnya biar nggak kesiangan ke kampusnya," kata Allyna.
"Gapapa. Pasti rasanya enak, bau roti bakarnya aja harum gini. Aku antar ke kampus ya?" tanya Jhino.
"Mas mau ngantar aku? Beneran?" tanya Allyna. Entah kenapa mendadak hatinya merasa dag dig dug. Mereka jarang berduaan semobil. Apalagi setelah mereka cukup dekat seperti saat ini.
"Iya, setelah sarapan, aku mandi bentar. Nanti aku antar kamu ke kampus," jelas Jhino.
"Oke, baiklah. Makasih ya, mas," kata Allyna. Ucapan terima kasih itu keluar begitu saja dari mulutnya.
"Iya, sama-sama," kata Jhino. Dia merasa senang karena hari ini mood Allyna sedang baik. Dia berharap ke depannya Allyna akan semakin membaik dan bisa menerima rasa cintanya.
***
Sepanjang perjalanan menuju kampus Allyna, Jhino dan Allyna hanya diam saja. Jhino sebenarnya ingin mengobrol tapi melihat Allyna yang tampak canggung semobil dengannya, akhirnya dia memilih untuk fokus menyetir mobilnya. Sementara Allyna entah kenapa merasa canggung. Padahal mereka sudah cukup dekat. Akhirnya dia memilih diam saja.
Tak lama kemudian, mereka sudah sampai di area kampus Allyna. Allyna pun sudah bersiap untuk turun dari mobil Jhino.
"Mas… mohon do'anya ya, semoga di-ACC," kata Allyna sambil mengulurkan tangannya kepada Jhino.
Jhino mendadak bingung dengan sikap Allyna. Dengan sigap Allyna meraih tangan kanan Jhino dan menjabatnya. Jhino pun rasanya gugup sekali. Hatinya merasa sangat senang.
"Makasih udah nganterin aku ya mas, jangan lupa do'anya," kata Allyna, dia kemudian keluar dari mobil Jhino.
Jhino yang masih tertegun karena sikap Allyna yang sepertinya sudah mulai menghargai dan menerima dirinya hanya bisa tersenyum.
"Aku pasti mendo'akan yang terbaik buat kamu, istriku tercinta," ucap Jhino kemudian tersenyum.
***
Dengan perasaan harap-harap cemas, Allyna sedang duduk di kursi yang ada di depan ruangan para dosen. Tadi pagi, dia sudah bertemu dengan Prof Zahra untuk mengajukan draft proposal skripsinya yang sudah dia lengkapi bab 2, bab 3, dan juga kuesionernya. Prof Zahra mengatakan bahwa beliau akan memeriksanya dan meminta Allyna untuk menunggunya.
Jantung Allyna rasanya hampir copot saat melihat pintu ruangan Prof Zahra terbuka, beliau keluar dan memanggil Allyna agar masuk ke dalam ruangannya.
"Allyna, saya sudah membaca beberapa point terutama di bagian metode penelitian dan kuesionernya. Sudah bagus. Kamu sebenarnya bisa mengerjakannya dengan baik, kenapa baru sekarang kamu seperti ini?" tanya Prof Zahra.
"Iya, Prof. Mungkin dulu saya masih bingung mau kemana penelitiannya," jawab Allyna dengan jujur.
"Ya sudah, kamu harus tetap rajin ya. Ini sudah saya ACC. Selanjutnya kamu siapkan untuk menyerahkan proposal skripsinya ke TU. Nanti minta tanda tangan saya dan Kepala Departemen. Setelah itu, baru kamu bisa ambil data. Nanti, Mas Ito akan memberikan surat izin ambil datanya," kata Prof Zahra.
Senyuman di wajah Allyna mengembang dengan sempurna. "Terima kasih banyak, Prof. Terima kasih banyak."
"Iya, segera ya dikerjakan," kata Prof Zahra.
"Baik, Prof," kata Allyna dengan senang.
Setelah berpamitan dari ruangan Prof Zahra. Allyna segera menyelesaikan draftnya dan tidak lupa menyerahkan hasil print out draft proposalnya kepada mas Ito. Untung saja, Prof Zahra belum pulang, jadi Allyna bisa langsung minta tanda tangan beliau dan tinggal menunggu tanda tangan Kepala Departemennya.
Allyna yang sudah selesai dan merasa sangat senang, mendadak teringat Rana dan Rino. Dia ingin mentraktir mereka, namun sayang sekali keduanya sedang berada di Jakarta. Akhirnya, Allyna memilih untuk pulang naik taksi. Dia tidak mau merepotkan Jhino lagi. Dia ingin memberikan kejutan untuk suaminya.
Sore itu, jalanan cukup macet. Butuh sekitar satu jam untuk sampai di apartemennya. Allyna melihat jam tangannya dan sepertinya suaminya sudah pulang di jam segini.
"Mas Jhino…" panggil Allyna dengan nada senang dan ceria.
"Allyna, kenapa kamu nggak telepon aku kalau mau pulang? Kamu pulang sama siapa?" tanya Jhino mendadak khawatir.
"Aku naik taksi. Gapapa mas. Aku gapapa. Oh ya, proposal aku udah di-ACC lho. Aku tinggal nunggu surat untuk ambil data aja," cerita Allyna dengan ceria.
"Wah… syukurlah kalau begitu. Selamat ya," kata Jhino kemudian tersenyum senang. Sebenarnya dalam hati dia ingin sekali memeluk istrinya. Tapi, Jhino mengurungkan niatnya, dia tidak ingin Allyna merasa risih walaupun Allyna adalah istrinya Jhino.
"Makasih mas udah bantuin aku," kata Allyna dengan tulus.
"Iya. Sama-sama. Oh ya, tunggu sebentar, aku mau mengambil sesuatu," kata Jhino kemudian sedikit berlari ke kamarnya.
Allyna mendadak bingung. Apa yang akan diambil oleh suaminya itu.
Tak lama kemudian, Jhino kembali dari kamarnya dan menghampiri Allyna. "Ini buat kamu. Maaf aku nggak bisa memberikan sesuatu yang mungkin kamu suka. Aku hanya bisa memberikan ini."
Allyna menerima sebuah kotak perhiasan yang berisi kalung yang sangat cantik. Dia benar-benar terpukau dengan keindahan kalung yang diberikan oleh Jhino. Mendadak dia teringat sesuatu. Apakah kalung ini yang dimaksud oleh Rana dan Rino waktu itu?
"Ini…"
"Iya, itu adalah kalung yang sempat kamu tanyakan. Maaf waktu itu aku nggak bisa menjelaskannya secara detail karena aku ingin memberikannya untukmu kalau proposal kamu udah di-ACC. Sebagai ucapan selamat dan kejutan," jelas Jhino.
Allyna mendadak merasa terharu. Dia tidak tahu kalau suaminya itu sudah menyiapkan kado yang spesial untuknya.
"Mas, sebenarnya mas nggak perlu memberikan kado semahal ini. Aku tahu betul kalung ini mahal. Mas Jhino udah bantu aku dan meluangkan waktu aja itu sudah spesial banget," kata Allyna.
"Gapapa, Lyn. Sekarang kamu udah nggak curiga lagi kan? Aku nggak selingkuh," kata Jhino mencoba menjelaskan masalah yang lalu.
"Iya, mas. Aku…"