Chereads / Unwanted Husband / Chapter 30 - Ide Bu Aida dan Pak Aldo

Chapter 30 - Ide Bu Aida dan Pak Aldo

Allyna sudah selesai mengurus keperluan administrasi. Namun, belum ada kabar lagi dari Dokter dan para perawat yang sedang memeriksa Jhino. Sepertinya, mereka melakukan pemeriksaan secara menyeluruh. Karena khawatir dan bingung menghadapinya sendirian, akhirnya Allyna menelpon orangtuanya agar datang untuk menemaninya.

"Semoga Mama sama Papa segera sampai sini. Mas Jhino juga kenapa lama banget diperiksanya? Sebenarnya dia kenapa sih?" gumam Allyna yang masih belum bisa tenang. Hatinya benar-benar tidak karuan sekarang.

Setelah menunggu beberapa menit kemudian, Dokter sudah selesai memeriksa Jhino. Allyna pun segera menghampiri Dokter untuk menanyakan keadaan suaminya.

"Dok, bagaimana keadaan suami saya?" tanya Allyna. Dia tampak panik dan sangat khawatir. Bahkan tangannya bergetar.

"Ibu jangan khawatir. Suami ibu hanya kecapekan. Apakah suami ibu kurang tidur dalam waktu yang cukup lama?" tanya Dokter kepada Allyna.

"Iya, Dok. Suami saya sering begadang akhir-akhir ini," jawab Allyna dengan jujur. Dia benar-benar merasa bersalah sekarang. Jhino sering begadang ternyata karena membantu Allyna agar draft proposal skripsinya cepat selesai.

"Sebaiknya untuk sementara suami ibu jangan terlalu banyak pikiran dulu. Dan, jangan begadang. Tolong diperhatikan waktu dan jam tidurnya agar bisa segera pulih keadaannya," kata Dokter.

"Iya, Dok. Terima kasih banyak," kata Allyna.

"Iya, sama-sama, Bu. Setelah ini saya akan memberikan resep dan beberapa vitamin untuk suami ibu. Lalu, jika sudah membaik, boleh pulang," kata Dokter.

"Baik, Dok. Sekali lagi, terima kasih banyak," kata Allyna.

Dokter mengangguk dan pergi kembali ke meja para Dokter untuk membuatkan resep untuk Jhino. Allyna pun segera menghampiri suaminya. Saat itu juga, orang tua Allyna sudah sampai di IGD.

"Allyna, Jhino kenapa?" tanya Bu Aida begitu menghampiri Allyna dan Jhino. Pak Aldo menyusul di belakang Bu Aida.

"Mas Jhino mimisan terus pingsan, Ma. Kata Dokter, mas Jhino kecapekan," jawab Allyna.

"Kok bisa Jhino sampai mimisan? Dia kecapekan kenapa?" tanya Pak Aldo.

Allyna menatap wajah suaminya yang tampak lemah. Dia seperti menggelengkan kepalanya. Allyna tahu kalau sebenarnya Jhino tidak ingin Allyna menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Tapi semakin melihat mata suaminya yang tampak lelah itu, Allyna malah merasa bersalah.

"Sebenarnya… mas Jhino sibuk kerja dan sering bantuin Allyna ngerjain proposal skirpsi, Ma, Pa. Mas Jhino sering tidur larut malam karena bantuin Allyna. Ini memang salah Allyna," jelas Allyna dengan rasa bersalah.

Bu Aida dan Pak Aldo rasanya sungguh ingin marah. Mereka sudah siap memarahi putri mereka itu. Namun, Jhino buru-buru memberikan sinyal kalau dia ingin berbicara dengan kedua mertuanya itu.

"Ma, Pa, tolong jangan marah ke Allyna. Ini bukan salah dia… Jhino yang berniat untuk membantunya karena Allyna sudah menjadi tanggung jawab Jhino," kata Jhino dengan nada lemah.

Bu Aida dan Pak Aldo rasanya bersyukur sekali punya menantu seperti Jhino. Dia benar-benar bertanggungjawab penuh dengan Allyna. Bahkan sampai rela sakit untuk membantu Allyna agar bisa segera lulus.

"Kalau begitu, kalian berdua untuk sementara tinggal di rumah kami saja. Pak Jonathan dan Bu Joya sedang di luar negeri kan?" tanya Bu Aida.

"Nggak usah, Ma. Nanti Jhino ngerepotin Mama dan Papa," kata Jhino.

Sebenarnya, Jhino tidak hanya khawatir merepotkan kedua mertuanya, tapi Jhino juga khawatir kalau Allyna nanti akan keberatan dengan semua ini. Walaupun akhir-akhir ini Allyna sudah mulai dekat dengan Jhino, namun kenyataan bahwa mereka suami istri yang masih tidur beda kamar masih membuat Jhino berpikir kembali. Mungkin saja nanti semua akan ketahuan dan Allyna semakin kena marah oleh kedua orangtuanya.

"Iya. Sebaiknya kita tinggal di rumah Mama sama Papa aja, mas," kata Allyna tiba-tiba.

"Tapi…" Jhino merasa ragu. Dia menatap mata istrinya.

Dia ingin sekali mengatakan kalau dia khawatir bagaimana nanti akan tidur beda kamar di rumah mertuanya. Tentu saja itu tidak mungkin.

"Gapapa, mas. Kesehatan mas Jhino harus diutamakan. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi. Ngelihat darah yang keluar dari hidung mas Jhino yang banyak tadi bikin aku ngeri. Sebaiknya mas juga cuti kerja dulu," kata Allyna mengutarakan pendapatnya.

"Iya. Sebaiknya begitu. Kami nggak merasa kamu merepotkan kok. Kami berdua malah senang. Kamu kan belum pernah tinggal bersama bareng kita," kata Pak Aldo.

"Benar. Ya udah, kalau gitu, kita siap-siap dulu ya. Administrasinya sudah selesai, Lyn?" tanya Bu Aida.

"Oh iya, obatnya belum, Ma," kata Allyna.

"Ya udah, biar Mama dan Papa yang ngurus administrasinya dan nunggu obatnya. Kamu disini aja," kata Bu Aida.

"Kamu juga segera telepon Bi Ijah biar kamarnya disiapkan. Minta Bi Ijah menyiapkan makanan juga ya," kata Pak Aldo.

"Iya, Ma, Pa," kata Allyna.

"Terima kasih banyak, Ma, Pa. Maaf Jhino jadi merepotkan," kata Jhino.

"Udah, kamu nggak usah sungkan. Tunggu disini ya," kata Bu Aida.

"Iya…"

Bu Aida dan Pak Aldo kemudian segera menemui Dokter untuk menanyakan resep obat untuk Jhino. Mereka juga akan mengurus pembayaran obat dan antrian obat. Mereka berdua ingin Allyna berusaha untuk mengurus Jhino yang sudah berkorban untuknya.

"Bentar, aku telepon Bi Ijah dulu ya," kata Allyna kemudian berjalan keluar dari IGD.

Allyna kemudian segera menelpon Bi Ijah dan mengatakan kalau dia harus menyiapkan kamar karena Allyna dan Jhino akan menginap disana beberapa hari. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan kamar Allyna. Hanya saja, Allyna yang biasa tidur sendirian, suka menaruh banyak boneka di tempat tidurnya sehingga space untuk tidur hanya tinggal sebagian saja. Allyna pun meminta Bi Ijah agar menaruh bonekanya di lemari.

Dia juga meminta Bi Ijah membuatkan makanan yang hangat dan berkuah untuk Jhino. Tentu saja, Bi Ijah sempat menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Allyna akhirnya menceritakan secara singkat apa yang sebenarnya terjadi.

"Lyn," panggil Pak Aldo yang kini berdiri di belakangnya.

"Oh… Papa, kenapa?" tanya Allyna yang sudah selesai menelpon Bi Ijah.

"Papa sama Mama mau nunggu obat dulu. Biar kamu nggak kelamaan nunggu sama Jhino, sebaiknya kalian pulang ke rumah duluan. Kamu bawa mobil kan?" tanya Pak Aldo.

"Iya, Allyna bawa mobil. Ya udah kalau gitu, habis ini Allyna sama mas Jhino pulang duluan ya. Allyna udah telepon Bi Ijah kok, Pa," kata Allyna.

"Ya udah kalau gitu," kata Pak Aldo.

Allyna kemudian kembali masuk ke IGD dan menemui Jhino.

"Mas, kita pulang duluan ya. Mama sama Papa lagi nungguin obat kamu," kata Allyna mengajak Jhino pulang.

"Apa kita nggak nunggu mereka aja dulu?" tanya Jhino.

"Kita disuruh duluan biar kamu bisa cepat istirahat, mas. Udah gapapa," jawab Allyna.

Jhino pun berusaha bangun dibantu oleh Allyna. Sekarang keadaanya sudah cukup membaik. Baru saja Jhino berdiri dan akan melangkah keluar, dia baru teringat sesuatu.

"Lyn, kalau kita tinggal di rumah kamu, berarti…" kata Jhino mendadak ragu-ragu.

"Berarti apa?" tanya Allyna.

"Berarti nanti kita tidurnya sekamar dong?" tanya Jhino.