Keesokan harinya, Allyna bangun lebih pagi. Dia sangat bersemangat untuk mengerjakan proposal skripsinya karena Jhino dengan sabar dan telaten sudah membantunya dan memberikannya arahan. Allyna menengok jam dinding, seharusnya jam segini Jhino sudah siap berangkat ke kantor. Karena melihat pintu kamar Jhino yang sedikit terbuka, Allyna pun mencoba untuk menengoknya.
"Mas Jhino nggak ke kantor apa ya?" gumam Allyna saat melihat Jhino yang masih tertidur di meja kerjanya.
Allyna tidak berani membangunkan Jhino. Dia pun duduk di kursi dekat meja kerja Jhino. Sekilas dia melihat ada tumpukan kertas di dekat printer. Karena penasaran, Allyna pun mendekat. Ternyata itu adalah jurnal-jurnal yang dibutuhkan oleh Allyna untuk menulis tinjauan pustaka di proposal skripsinya.
Wah… ini lengkap banget. Bahkan sampai referensi metode penelitiannya ada. Kenapa dia niat banget sih bantuin aku? Apa dia sepeduli itu sama aku sampai kayak gini? Batin Allyna yang mendadak tersentuh dengan ketulusan Jhino.
Karena sudah jam sarapan, Allyna mendadak punya ide untuk memasak. Walaupun dia hanya bisa masak nasi goreng, dia akan memasaknya dengan enak untuk Jhino yang sudah membantunya dengan tulus.
"Semoga aja nanti mas Jhino suka dengan masakanku," gumam Allyna yang kini berjalan ke dapur.
Dia memasak dengan rajin. Tanpa sadar, Jhino sudah berdiri di belakangnya.
"Kamu masa kapa?" tanya Jhino yang spontan membuat Allyna kaget.
"Aduh… ngagetin aja sih," kata Allyna dengan sedikit kesal.
"Maaf, aku nggak bermaksud membuat kamu kaget," kata Jhino dengan lembut.
Lagi-lagi suaranya lembut banget… kenapa sih bikin adem banget suaranya dia, batin Allyna.
"Iya, kamu duduk di sana aja. Ini udah mau selesai masaknya," kata Allyna.
"Iya," kata Jhino. Dia tampak senang karena Allyna akhirnya mau masak lagi. Setidaknya, istrinya itu sudah bersemangat untuk menjalani hari-hari bersamanya.
"Aku cuma bisa masak nasi goreng. Maaf ya," kata Allyna sambil membawa dua piring nasi goreng untuk sarapan mereka berdua.
"Gapapa. Aku suka kok nasi goreng buatan kamu," kata Jhino dengan tulus.
Mendadak wajah Allyna bersemu merah. Dia senang dengan pujian dan ketulusan dalam perkataan suaminya itu.
"Kamu nggak kerja?" tanya Allyna sebelum memulai sarapannya.
"Aku kerja dari rumah aja. Hari ini nggak ada meeting, jadi aku bisa nemenin kamu ngerjain proposal," jawab Jhino.
Allyna manggut-manggut. Dalam hati dia sangat senang karena lagi-lagi Jhino akan meluangkan waktu untuknya hari ini.
"Oh ya, aku udah cari beberapa referensi jurnal untuk proposal kamu. Nanti kamu baca ya. Kalau ada yang nggak ngerti, kamu tanya aku aja," kata Jhino.
Allyna hanya mengangguk dan menyuapkan sesendok nasi goreng ke mulutnya. Dia tidak mengatakan kepada Jhino kalau dia sebenarnya sudah tahu saat masuk ke kamar Jhino tadi.
"Ya udah kita sarapan dulu yuk," ajak Jhino.
Mereka kemudian sarapan dalam diam. Sesekali Allyna melirik Jhino. Wajah suaminya itu tampak lesu dan lelah. Mendadak dia jadi kepikiran.
Apa karena dia kemarin begadang makanya jadi capek ya? Batin Allyna.
"Kenapa?" tanya Jhino yang merasa diperhatikan oleh Allyna.
"Nggak… Gapapa…" jawab Allyna kemudian melanjutkan makannya.
"Baiklah. Nanti setelah sarapan, kamu mandi ya, beres itu kita kerjakan di kamar aku aja, soalnya aku sambil kerja," kata Jhino.
"Iya, nanti biar aku yang cuci piring," kata Allyna.
"Nggak usah. Kamu kan udah masak, biar aku yang cuci piring gapapa," kata Jhino dengan lembut.
Allyna hanya mengangguk.
***
Jhino segera mandi setelah selesai sarapan dan mencuci piring. Dia memakai pakaian yang nyaman untuk bekerja dari rumah. Dia sudah menelpon Firza dan Bita untuk mengantarkan berkas-berkas yang harus dia periksa ke apartemennya. Hari ini, Jhino ingin meluangkan waktunya untuk membantu Allyna mengerjakan proposal skripsinya agar cepat selesai.
Sebenarnya, ini adalah tanggung jawab Allyna sepenuhnya. Tapi karena Jhino sempat merasakan rasa kesal Allyna yang belum lulus di saat teman-temannya yang lain sudah lulus dan dia juga harus menikah, Jhino merasa bahwa Allyna butuh penyemangat. Oleh karena itu, Jhino merasa senang membantu istrinya itu. Terlebih setelah akhir-akhir ini Allyna sudah mau berbicara panjang lebar dengan Jhino.
Bel apartemen berbunyi. Dengan cepat, Jhino membukakan pintu. Ternyata Firza dan Bita datang membawa berkas-berkas dan juga makanan.
"Selamat pagi, Pak Jhino," sapa Firza dan Bita berbarengan begitu melihat wajah Jhino.
"Selamat pagi, ayo masuk dulu," ajak Jhino mempersilahkan mereka masuk.
Mereka berdua pun masuk ke ruang tamu dan duduk disana.
"Ini berkas-berkasnya, Pak. Untuk jadwal meeting sudah diatur. Namun, beberapa klien dan mitra lainnya masih ingin reschedule, jadi Pak Jhino tenang saja, beberapa hari ini jadwalnya free," jelas Firza.
"Oh iya, baiklah. Terima kasih ya," kata Jhino kemudian tersenyum.
"Ini kami bawakan buah-buahan seperti yang Pak Jhino pesan. Apa perlu saya kupaskan untuk Pak Jhino dan Bu Allyna?" tanya Bita.
"Nggak usah, gapapa. Nanti biar saya sendiri saja. Sekali lagi terima kasih kalian sudah mau repot-repot kesini," jawab Jhino.
Setelah mengobrol beberapa saat, Firza dan Bita berpamitan untuk kembali ke kantor. Sementara Allyna baru saja selesai mandi dan ganti baju. Dia pun keluar dari kamarnya setelah Firza dan Bita pulang. Tentu saja mereka tidak tahu kalau Allyna dan Jhino tidur di kamar yang terpisah.
"Siapa?" tanya Allyna yang menghampiri Jhino saat dia membawa buah-buahan ke ruang tengah.
"Firza dan Bita, nganterin berkas sama buah-buahan. Kamu mau dikupasin buah yang mana? Ini ada macam-macam," jawab Jhino sambil menaruh sekeranjang buah-buahan di meja tengah.
"Apel aja. Tapi… mas nggak repot kan?" tanya Allyna dengan hati-hati.
"Enggak. Nggak repot sama sekali. Kamu tunggu di kamar aja, nanti aku bawain buah kesana. Aku pengen kamu tetap makan makanan yang sehat. Bukannya aku nggak suka kamu nyemil, tapi akan lebih baik kalau kamu makan makanan yang lebih bergizi, ya kan?" tanya Jhino balik.
"Iya sih, bener juga," jawab Allyna, "Ya udah, aku ke kamar kamu dulu ya, mas. Aku baca jurnalnya dulu."
"Iya," kata Jhino.
Allyna merasa bahwa dirinya harus berterima kasih kepada Jhino. Dia masuk kamarnya dan melihat banyaknya berkas yang harus dia periksa sementara Jhino malah merelakan waktunya untuk menemani Allyna mengerjakan proposalnya.
"Katanya kamu mau baca jurnalnya dulu, kenapa malah bengong?" tanya Jhino yang kini masuk ke kamarnya sambil membawa sepiring buah apel yang sudah dikupas dan dipotong-potong.
"Mas… aku… aku mau bilang kalau aku berterima kasih kamu udah mau bantu aku untuk ngerjain proposal ini, padahal ini adalah tugas dan tanggung jawabku," kata Allyna.
Jhino tersenyum dengan tulus, "Aku sudah bilang kan kalau kamu adalah tanggung jawabku? Aku hanya ingin kamu menyelesaikan pendidikanmu agar kamu tidak menyesal di kemudian hari. Aku hanya membantu sebisaku, selebihnya kamu juga harus berusaha dan berdo'a."
"Iya, mas. Sekali lagi makasih ya," kata Allyna dengan tulus.
"Iya, sama-sama. Ayo sekarang kita mulai bekerja, biar nanti cepat selesai," ajak Jhino.
"Oke," kata Allyna dengan ceria.