Dengan kecepatan ekstra, Allyna berangkat ke kampus. Kemarin dia benar-benar lupa kalau sedang mengajukan draft proposal skripsi ke Prof Zahra. Begitu mendengar cerita dari Rana dan Rino, dia langsung pulang dan marah-marah kepada Jhino. Setelah itu, dia ngambek seharian. Alhasil, hari ini dia harus ke kampus dan siap-siap kena marah dari dosen pembimbing skripsinya.
"Saya menghubungi kamu seharian tapi kamu mematikan handphone kamu. Ini sebenarnya yang butuh siapa? Saya atau kamu?" tanya Prof Zahra dengan kesal.
Walaupun Prof Zahra tidak mengatakannya dengan nada membentak, tapi Allyna bisa merasakan bahwa ada kemarahan besar di dalam diri Prof Zahra.
"Maaf, Prof. Kemarin… kemarin saya ada urusan keluarga yang mendadak. Saya mohon maaf sebesar-besarnya," jawab Allyna kemudian menunduk.
Prof Zahra menghela nafas. Beliau melihat sepertinya Allyna memang sedang ada masalah. Beliau lalu mengambil berkas yang ada di meja dan memberikannya kepada Allyna.
"Ini, saya sudah membaca kerangka konsep dan bab 1 dari draft proposal skripsi kamu. Sudah bagus," kata Prof Zahra.
Normalnya, Allyna seharusnya senang. Bahkan sangat senang. Ini adalah hal yang sudah dia tunggu-tunggu. Tapi Allyna tampak biasa saja. Mungkin ini karena perasaan kesalnya kepada Jhino lebih besar daripada penantian ACC dari Prof Zahra.
"Terima kasih, Prof," kata Allyna kemudian menerima berkas draftnya kemarin.
"Sekarang kamu lanjutkan bab 2 dan bab 3. Lalu kamu buat juga kuesionernya juga sesuai dengan kerangka konsep yang sudah kamu ajukan. Kamu bisa mencari referensi kuesioner yang sudah diuji validitasnya atau kamu buat yang baru tapi kamu uji dulu validitasnya," imbuh Prof Zahra.
Allyna hanya mengatakan iya dan mengangguk saja. Entah kenapa dia jadi tidak bersemangat. Dia masih memikirkan kira-kira kalung yang dibeli oleh Jhino kemarin untuk siapa. Dia tidak bisa tidur dan kesal semalaman.
"Kalau begitu saya permisi, Prof. Terima kasih," ucap Allyna berpamitan. Dia kemudian keluar dari ruangan Prof Zahra.
Tanpa banyak basa-basi dan main ke kantin Fakultas seperti biasanya, Allyna segera berjalan ke arah parkiran mobil. Dia sedang tidak ingin menemui siapapun. Dia ingin segera pulang dan menenangkan diri. Dan dengan cepat dia melajukan mobilnya untuk pulang ke apartemennya.
***
Jhino rasanya tidak konsentrasi. Dia tahu apa yang terjadi kemarin sore pasti membuat istrinya salah paham. Dia membeli kalung itu untuk seseorang yang baginya sangat spesial. Hanya saja, Jhino belum bisa mengatakannya. Dia mencoba untuk menjelaskan semuanya kepada Allyna.
Saat Jhino duduk di ruang tamu, tak lama kemudian Allyna sudah pulang. Jhino melihat tatapan mata istrinya begitu menusuk. Entah apa yang sebenarnya Allyna rasakan. Apakah Allyna cemburu? Jhino juga tidak mengerti dengan perasaan Allyna kepada Jhino yang sebenarnya.
"Lyn, kamu masih marah sama aku?" tanya Jhino dengan hati-hati.
Allyna hanya melirik Jhino sekilas. Dia berdiri dengan kesal. Jhino pun sudah tahu kalau istrinya itu sedang marah kepadanya. Allyna tidak mau bicara dengannya.
"Aku minta maaf. Aku akan menjelaskan semuanya…" kata Jhino.
Belum selesai Jhino berbicara, Allyna buru-buru berjalan ke kamarnya dan membanting pintu. Fix, Allyna marah besar. Karena merasa belum saat yang tepat untuk berbicara, Jhino pun memilih untuk ke dapur dan memasak untuk sarapan. Sedari tadi dia belum sarapan karena menunggu Allyna. Alhasil dia pun telat pergi ke kantor. Sambil sesekali melihat ke arah pintu kamar Allyna, Jhino berharap semuanya akan membaik pada waktunya.
***
"Udah tahu aku lagi marah, masih juga nanya," gerutu Allyna sambil duduk di pinggir tempat tidurnya.
Dia dapat mencium harumnya masakan Jhino. Mendadak perutnya keroncongan. Tapi karena gengsi dengan Jhino, Allyna memilih untuk menahan laparnya terlebih dahulu. Dia mencoba mendengarkan dengan baik apakah Jhino sudah berangkat ke kantornya atau belum. Setelah beberapa saat kemudian, Jhino berangkat dan Allyna pun segera keluar dari kamarnya untuk sarapan.
"Hmm… enak banget masakannya mas Jhino. Dia jago masak juga ternyata. Masakannya selalu enak," kata Allyna dengan jujur. Dia pun makan dengan lahap.
Setelah selesai makan, dia segera merapikan piring yang dia gunakan. Allyna tidak ingin ketahuan kalau sudah makan masakannya Jhino. Secara dia sedang ngambek dengan suaminya itu.
Allyna kemudian kembali ke kamarnya. Dia membuka tasnya untuk mengambil handphonenya. Dia baru teringat kalau draftnya sudah mendapatkan ACC draft proposal skirpsi dan harus dilanjutkan.
"Ini gimana aku lanjutinnya? Oke, aku paham kerangka konsepnya, tapi… kenapa mendadak buntu ya?" gumam Allyna setelah membaca ulang draft proposal skripsinya dan berniat untuk melanjutkannya.
"Coba cari dulu deh referensi untuk kuesionernya, baru ngerjain tinjauan pustaka sama metode penelitiannya," ucap Allyna.
Dia kemudian menyalakan laptopnya. Mencoba mencari referensi yang bisa dia kerjakan. Hanya saja, dia merasa buntu. Pikirannya mendadak buntu karena kepikiran dengan rasa kesalnya terhadap Jhino. Entah ada angin apa, Allyna mendadak mengambil hpnya dan mengirim pesan kepada Jhino agar dia segera pulang.
"Harus tanya, pokoknya ini harus selesai. Kalau nggak ada kejelasan, aku bakalan ngambek terus. Emang dia bisa tahan kalau aku ngambek terus?" gerutu Allyna sambil mondar-mandir di dekat tempat tidurnya.
Setelah beberapa saat kemudian, terdengar Jhino memasukkan password apartemen mereka. Allyna pun segera keluar dari kamarnya dan duduk di ruang tengah. Allyna memasang wajah bete dibalik rasa penasarannya tentang masalah kemarin.
"Ada apa?" tanya Jhino mendadak merasa khawatir.
"Aku mau kamu jelasin semuanya, tentang kalung yang kamu beli itu," jawab Allyna dengan nada ngambek.
Jhino menghela nafas. "Lyn, aku memang beli kalung untuk seseorang. Aku membelinya karena aku ingin menjadikannya sebuah kado yang spesial nanti. Untuk saat ini aku belum bisa mengatakannya karena aku pikir nanti nggak akan jadi kejutan. Maafkan aku."
Jangan-jangan dia beli kalung itu buat aku? Tapi dia nggak mau ngomong. Bener juga sih, nanti nggak akan jadi kejutan, batin Allyna.
"Ya udah kalau gitu," kata Allyna.
Jhino mengamati wajah Allyna yang sepertinya sudah tidak ngambek lagi. Jhino pun mencoba untuk mengalihkan topik pembicaraan.
"Draft proposal skripsi kamu gimana?" tanya Jhino.
Terdapat perubahan di air muka Allyna. Dia mendadak bersemangat. "Sudah di-ACC sama Prof Zahra. Tapi… bingung nih ngerjain kuesioner dan yang lainnya."
"Ya udah, kita makan dulu terus kita kerjakan bareng-bareng ya," ucap Jhino dengan nada yang lembut.
Dalam hati Allyna senang sekali karena bisa berdiskusi dengan Jhino. "Tapi… kamu nggak kerja dong?"
"Nanti biar Firza bawa kerjaan aku kesini. Nggak usah khawatir," kata Jhino kemudian tersenyum.
"Oke," kata Allyna.
Jhino kemudian masuk ke dalam kamarnya untuk ganti baju. Allyna yang masih berdiri di sana merasa senang sekali.
Suaranya lembut banget. Mau juga nemenin aku ngerjain proposal. Kenapa sih dia baik banget sama aku? Kalau aku jatuh cinta gimana dong? Batin Allyna yang mendadak salah tingkah.