Chereads / Unwanted Husband / Chapter 22 - Diskusi Sabtu Pagi

Chapter 22 - Diskusi Sabtu Pagi

Hari ini adalah hari Sabtu. Allyna tahu kalau Jhino tidak akan ke kantor di hari Sabtu karena kantornya tutup saat weekend. Alhasil, Allyna bangun sangat pagi karena ingin mengobrol panjang lebar dengan Jhino. Dia sedang bersemangat untuk membahas proposal skripsinya. Dia berharap Jhino tidak sibuk dengan pekerjaan kantornya dan bisa diajak diskusi.

Biasanya Jhino bangun lebih dahulu dibandingkan dengan dirinya. Ternyata Allyna salah sangka hari itu. Jhino ternyata belum bangun. Bahkan sampai Allyna selesai mandi, Jhino belum juga bangun dari tidurnya.

"Tumben banget dia belum bangun? Apa dia kecapekan ya?" gumam Allyna yang berdiri di depan kamar Jhino dan mencoba mendengar apakah ada gerak gerik dari Jhino.

Karena tidak mendengar apa-apa, Allyna pun berasumsi kalau Jhino masih tertidur pulas. Allyna kemudian merasa perutnya sangat keroncongan dan lapar. Dia pun segera berjalan ke dapur.

"Nggak ada makanan apapun nih. Malas masak juga jam segini. Apa aku beli aja ya?" tanya Allyna pada dirinya sendiri.

Setelah menimbang-nimbang, Allyna kemudian segera memesan makanan. Dia juga memesan sarapan untuk Jhino. Dia tidak mungkin membiarkan Jhino kelaparan karena mereka berdua belum berbelanja kebutuhan bulanan. Sebenarnya, Jhino yang seringkali belanja. Allyna jadi berpikir, kenapa CEO seperti Jhino mau repot-repot hidup seperti ini.

Tak lama kemudian, makanan pesanan Allyna pun datang. Sampai saat itu pun Jhino belum bangun. Allyna pun segera sarapan duluan karena sudah tidak sanggup menahan rasa lapar.

Setengah jam kemudian, terdengar suara Jhino membuka pintu kamarnya. Dia tampak sangat lelah, walaupun dia sudah mandi. Jhino sepertinya masih sedikit mengantuk karena dia tidak menyadari keberadaan Allyna padahal sedari tadi Allyna memperhatikan gerak geriknya.

"Oh, nggak ada makanan apapun. Aku lupa kalau belum belanja," gumam Jhino.

"Maaf… Tadi aku udah beliin kamu makanan untuk sarapan," kata Allyna akhirnya membuka suara. Barulah saat itu Jhino menyadari kalau Allyna berada disana.

"Oh… Allyna? Maaf aku masih mengantuk dan nggak lihat kalau kamu disini," kata Jhino mendadak merasa bersalah.

"Gapapa. Oh ya, ini makanannya. Kamu bisa sarapan dengan ini, kalau kamu mau," kata Allyna. Entah kenapa dia mendadak merasa deg-degan karena menatap Jhino yang rambutnya masih sedikit basah setelah mandi tadi.

Jhino sepertinya tidak menyadari kalau Allyna sedang melihatnya. Dia sibuk memperhatikan makanan yang dibeli oleh Allyna.

"Ini cuma satu porsi. Kamu nggak sarapan?" tanya Jhino kemudian menatap Allyna.

"Aku udah makan tadi. Maaf aku makan duluan karena aku lapar banget," kata Allyna.

"Gapapa kok. Ini memang sudah jam untuk sarapan. Ya udah kalau gitu aku mau sarapan dulu ya. Makasih udah beliin makanan untukku," kata Jhino kemudian tersenyum.

Allyna hanya mengangguk. Dia pun kemudian ke ruang tengah untuk menunggu Jhino selesai sarapan. Allyna rasanya tidak sabar menunggu Jhino untuk ngobrol bersama. Tapi dia terlalu gengsi untuk mengatakan kalau dia ingin mengobrol dengan Jhino.

Ah… masa aku bilang kalau aku mau diskusi sama dia? Apa dia nanti nggak ngerasa aneh ya? Batin Allyna merasa bingung.

Allyna sibuk dengan pikirannya sendiri dan tampak gelisah. Dia tidak sadar kalau Jhino sudah selesai sarapan dan kini berdiri tak jauh dari tempat Allyna duduk.

"Kamu… kenapa?" tanya Jhino dengan hati-hati.

Allyna terkesiap saat mendengar pertanyaan Jhino. "Aku… gapapa kok, gapapa."

"Ada yang mau kamu omongin? Atau aku harus melakukan sesuatu?" tanya Jhino. Dia benar-benar berusaha mengerti Allyna.

"Nggak kok. Cuma…" kata Allyna ragu-ragu.

"Cuma apa?" tanya Jhino. Dia penasaran.

"Nggak deh, nggak jadi," jawab Allyna yang mendadak kikuk.

Jhino merasa bingung dengan sikap Allyna. Karena Jhino tidak ingin terlalu mencampuri urusan Allyna, walaupun sebenarnya dia peduli, akhirnya Jhino pun mencari topik lainnya untuk mencairkan suasana.

"Proposal skripsi kamu udah sampai mana?" tanya Jhino akhirnya.

Ah… dia peka banget. Akhirnya dia nanya duluan, batin Allyna.

"Waktu itu kan judulnya udah ACC, aku mau ngerjain pendahuluan tapi aku bingung. Kalau kata dosen pembimbingku, aku harus bikin kerangka konsepnya dulu," jawab Allyna.

Rasanya lega sekali Allyna bisa mengatakan apa yang menjadi unek-uneknya. Dia memang membutuhkan bantuan Jhino untuk mendiskusikan ini.

"Oh… iya, memang sebelum kamu ngerjakan, kamu harus membuat kerangka konsepnya lebih dulu. Hmm… mungkin aku bisa bantu kamu. Kita bisa diskusi kalau kamu mau," ajak Jhino dengan hati-hati.

Dia tidak tahu apakah ajakannya untuk berdiskusi ini tepat. Dia berusaha menawarkan bantuan kepada Allyna. Hanya saja, entah apakah Allyna akan menerimanya. Mengingat Allyna belum bisa menerima pernikahan ini. Jhino merasa harus tahu diri.

"Kamu nggak merasa terganggu kalau kita diskusi?" tanya Allyna balik.

"Enggak. Kenapa aku harus terganggu?" tanya Jhino merasa bingung.

Allyna juga bingung sendiri dengan pertanyaan yang dia ajukan tadi. "Ya udah, kita diskusi dimana?"

"Di kamarku aja. Ada beberapa buku yang kemarin aku beli buat kamu. Tapi aku lupa belum memberikannya," jawab Jhino.

Allyna manggut-manggut. Dia merasa Jhino semakin perhatian kepadanya. "Baiklah. Ayo."

Jhino dan Allyna kemudian berjalan ke kamar Jhino. Itu adalah pertama kalinya Allyna masuk ke dalam kamar Jhino. Kamar itu sangat rapi, perpaduan antara kamar tidur dengan ruang kerja dengan desain interior yang simpel namun terlihat nyaman.

Allyna memperhatikan beberapa foto yang ada di dinding dan meja kerja milik Jhino. Disana, Jhino memajang beberapa foto pernikahan mereka. Allyna jadi merasa tidak enak karena tidak ada satupun foto mereka di kamarnya. Mendadak ada banyak pertanyaan-pertanyaan yang muncul di benak Allyna.

"Ini adalah beberapa buku yang direkomendasikan oleh temanku yang menjadi dosen. Dia mengajar jurusan yang sama dengan jurusanmu. Temanku adalah dosen di universitas yang ada di Surabaya. Jadi… kamu bisa membacanya lebih dulu. Atau kamu mau mulai aja bikin kerangkanya? Aku ambilkan kertas dulu," kata Jhino panjang lebar.

Allyna masih diam sambil menatap foto-foto yang ada di meja kerja Jhino. Karena tidak ada jawaban dari Allyna, akhirnya Jhino menoleh dan melihat ke arah istrinya.

Jhino melihat Allyna yang sibuk memperhatikan foto-foto mereka. "Ada apa?"

"Kenapa kamu memajang foto-foto ini?" tanya Allyna pada akhirnya.

Sedari tadi, rasanya dia ingin bertanya. Bahkan sejak kemarin. Sejak kunjungan perdananya ke kantor Jhino. Dia sudah ingin menanyakan ini. Kenapa Jhino menaruh foto pernikahan mereka. Walaupun sebenarnya itu semua tidak perlu dipertanyakan karena mereka adalah suami istri. Tapi, bukankah mereka menikah karena dijodohkan?

Jhino merasa kaget dengan pertanyaan Allyna. Sebenarnya bukan kaget, lebih tepatnya dia belum menyiapkan jawaban yang pasti. Dia sebenarnya ingin jujur tapi entah apakah kejujuran itu bisa diterima oleh Allyna atau tidak, Jhino tidak tahu.

"Kenapa? Apakah pernikahan ini berarti buat kamu?" tanya Allyna dengan sungguh-sungguh.

Jhino menatap Allyna dengan lekat.

"Sebenarnya…"