"Sebenarnya…"
"Sebenarnya apa?" tanya Allyna.
Jhino sebenarnya ingin sekali mengatakan bahwa alasan dia memajang foto pernikahannya dengan Allyna adalah sebagai bentuk usahanya untuk menumbuhkan rasa cintanya kepada Allyna. Allyna mungkin tidak menerima perjodohan ini. Tapi bagi Jhino, pernikahan ini sangat berarti. Ini adalah kehidupan baru dan tanggung jawab baru.
Allyna masih menunggu jawaban dari Jhino. Dia memang ingin tahu. Apakah Jhino sebenarnya mencintainya?
"Sebenarnya… itu… itu sebagai pengingat buatku," jawab Jhino akhirnya. Dia masih berusaha untuk menemukan jawaban yang tepat.
"Pengingat?" tanya Allyna yang tampak bingung.
"Ya… pengingat kalau aku sudah menikah denganmu. Agar aku juga ingat kalau kamu adalah bagian dari tanggung jawabku. Selama ini mungkin aku terbiasa hidup sendiri dan mengejar cita-citaku. Jadi, aku hanya ingin diriku sendiri ingat kalau sekarang aku punya tanggung jawab lain," jelas Jhino.
Dalam hati, Jhino berharap Allyna mengerti apa yang dia jelaskan. Sebenarnya, mudah bagi Jhino untuk mengatakan apa yang ada di dalam isi hatinya, bahwa dia sudah jatuh cinta pada Allyna. Hanya saja, dia tidak ingin Allyna merasa terbebani dengan perasaan Jhino.
Kadang Jhino sempat berpikir, sebenarnya apa yang harus dia khawatirkan? Apakah salah jika jatuh cinta pada istrinya sendiri?
Allyna manggut-manggut. Dia tidak memberikan respon apapun selain manggut-manggut. Allyna cukup terkejut dengan jawaban Jhino. Memang tidak salah kalau orang tuanya mempercayakan Jhino untuk menjadi suaminya. Jhino memang orang yang bertanggungjawab. Dia tahu apa yang harus dia lakukan.
Jhino merasa bingung saat melihat Allyna tampak diam saja dan seperti sibuk dengan pikirannya sendiri. Dia pun berpikir dengan cepat untuk mengalihkan pembicaraan ini.
"Mau kita mulai sekarang diskusinya? Atau kamu mau lihat-lihat dulu buku yang aku kasih tadi?" tanya Jhino dengan hati-hati.
"Oh… iya, kita mulai aja," kata Allyna saat tersadar kembali.
"Baiklah, aku ambil kertas sama pulpen dulu ya," kata Jhino.
"Oke," kata Allyna.
Dia duduk di karpet dekat tempat tidur Jhino. Sambil menunggu Jhino mempersiapkan bahan untuk diskusi mereka, Allyna memperhatikan Jhino. Dia kemudian berpikir, sepertinya dia sudah salah menilai Jhino. Selama ini dia tidak mau menerima pernikahan ini karena berpikir Jhino akan sangat menyebalkan. Tapi ternyata tidak, Jhino bahkan sangat mengerti Allyna.
"Ada yang kamu pikirkan?" tanya Jhino saat duduk di depan Allyna.
"Oh… enggak. Maaf aku banyak melamun," kata Allyna.
"Kamu kepikiran skripsi ini?" tanya Jhino.
"Enggak, bukan kok. Udah, nggak penting. Ayo kita mulai diskusinya," ajak Allyna.
Jhino mengangguk. Dia tidak tahu apa yang mengganggu pikiran Allyna. Tapi mungkin itu ada kaitannya dengan foto-foto pernikahan mereka tadi.
"Jadi, aku harus gimana? Aku bingung untuk membuat kerangkanya," kata Allyna. Dia mulai mengalihkan pikirannya dan fokus dengan apa yang ingin dia lakukan hari ini.
"Hmm… aku rasa kita bisa membedahnya dari judul yang udah di ACC oleh Dosen Pembimbing kamu. Coba kamu tulis disini judulnya, lalu kita bahas bareng," kata Jhino memberikan arahan kepada Allyna.
"Oke, aku tulis dulu," kata Allyna. Dia kemudian menuliskan judul skripsinya yang sudah dia ajukan kemarin. "Ini. Kemarin judul yang di ACC itu ini."
Jhino mengambil kertas yang diberikan Allyna. Dia mulai membacanya. "Hmm… kalau gitu kita harus break down apa yang mau dibahas dari variable-variabel ini. Kamu udah lihat ada penelitian lainnya?"
Allyna menggelengkan kepalanya dengan polos.
"Ya udah, kalau gitu kita bahas ya," ajak Jhino.
Allyna pun dengan semangat menggangguk dan bersiap untuk berdiskusi dengan Jhino. Jhino pun memulai diskusinya dengan Allyna. Walaupun sebenarnya ini adalah hari libur untuknya, tapi dia merasa senang karena bisa membantu istrinya. Bagi Jhino, selama Allyna semangat dan bahagia, dia akan ikut bahagia. Karena baginya, rasa cinta itu akan tumbuh seiring berjalannya waktu. Dan, Jhino percaya akan hal itu.
***
Perut Jhino terasa keroncongan. Ini sudah jam makan siang, dan Allyna masih sangat bersemangat untuk berdiskusi. Jhino ingin menginterupsi kalau dia lapar, tapi dia senang melihat Allyna bersemangat.
Tapi, rasa lapar itu tidak bisa tertahan lagi. Akhirnya suara perut Jhino terdengar di telinga Allyna.
"Kamu lapar?" tanya Allyna.
Jhino mau tak mau mengangguk. "Aku mau masak dulu. Kayaknya tadi ada mie instan deh."
"Aduh… jangan makan mie instan deh. Aku pesanin makanan aja. Kamu tuh CEO, harus makan makanan yang bergizi biar sehat dan nggak gampang capek," kata Allyna sambil memesan makanan di hpnya.
Jhino yang mendengar ini rasanya sangat senang. Allyna mendadak perhatian dengannya. Sebuah moment yang langka.
"Kamu jangan capek-capek. Aku tahu pekerjaan kamu banyak, tapi kamu juga harus istirahat," kata Allyna memberikan nasehat.
Jhino hanya terdiam sambil mencerna perkataan Allyna baik-baik. Dia dapat merasakan kalau ada rasa perhatian yang spesial disana.
"Kamu dengerin aku nggak sih, mas?" tanya Allyna dengan spontan.
Mas? Aku nggak salah dengar barusan Allyna manggil aku 'mas'? batin Jhino yang merasa kaget.
Aduh, kenapa aku spontan manggil dia 'mas' sih? Duh… gimana nih, batin Allyna.
"Aku dengerin kamu kok," kata Jhino memecahkan keheningan diantara mereka berdua.
Wajah Allyna merona. Dia jadi salah tingkah karena spontan memanggil Jhino dengan sebutan 'mas'. Entah apa yang membuat Allyna begitu. Mungkin karena dia sudah lama memendam rasa ini, perasaan tanya apakah Jhino mencintai dirinya. Sebenarnya Allyna juga tidak tahu kenapa dia butuh jawaban dan validasi dari pertanyaan itu. Padahal, Allyna juga tidak berharap apapun. Atau mungkin, dia sudah mulai berharap Jhino mencintainya?
"Maaf," kata Allyna singkat. Wajahnya masih merona dan dia mendadak gugup.
"Gapapa, aku-"
"Pesanannya udah datang. Aku ambil makanannya dulu," kata Allyna kemudian berhambur keluar dari kamar Jhino. Dia berlari sambil merutuki dirinya tadi.
Sementara Jhino langsung mengembangkan senyum di wajahnya. Dia sangat senang karena Allyna memanggilnya dengan sebutan Mas. Dia jadi bertanya-tanya, kenapa Alllyna mendadak begitu? Apakah dia mulai menerima pernikahan ini dan menerimanya untuk jadi suaminya? Jhino jadi penasaran.
Beberapa saat kemudian Allyna datang membawa makanan. "Kita makan disini gapapa? Atau mau makan di luar?"
"Makan disini aja gapapa," kata Jhino. Dia tidak bisa menyembunyikan perasaannya bahwa dia sangat senang.
Allyna yang masih salah tingkah dengan segera membuka pesanan makanan mereka dan makan.
"Jangan buru-buru. Nanti kamu kesedak," kata Jhino dengan lembut.
Allyna hanya mengangguk.
Jhino tersenyum. Dia kemudian ikut makan. Mereka berdua makan dalam diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing.
Dia pasti bahagia banget aku manggil dia mas, batin Allyna.
Aku harap, aku bisa mendengarnya lagi. Aku juga minta maaf karena aku belum bisa jujur dengan perasaanku padamu. Suatu hari nanti aku pasti akan mengatakan kalau aku mencintaimu, Allyna, batin Jhino.