Malam ini bukanlah malam yang biasa bagi Allyna. Dia harus berdandan dengan cantik untuk ikut dalam makan malam yang sudah dijadwalkan oleh kedua orang tuanya bersama dengan keluarga dari laki-laki yang akan menjadi suami Allyna nanti. Sejujurnya, Allyna tak ingin pergi. Kenyataan bahwa dia dijodohkan adalah suatu hantaman baru baginya. Padahal dia baru saja mendapat pukulan lainnya yaitu penolakan proposal skripsinya.
"Ini gaunnya, neng Allyna. Duh bakalan cantik banget kalau pakai gaun ini," kata Bi Ijah memberikan sebuah gaun berwarna ungu yang sedikit soft.
"Makasih, Bi," kata Allyna kemudian mengambil gaun itu. Sementara Bi Ijah keluar dari kamar Allyna karena dipanggil oleh Bu Aida.
Allyna kemudian pergi ke ruang ganti dan memakai gaun itu. Dia menghela nafas. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana laki-laki yang akan menjadi calon suaminya nanti. Apakah dia ganteng? Apakah dia baik? Dan yang terpenting apakah dia akan menerima dan menyayangi Allyna? Banyak sekali pertanyaan dalam diri Allyna yang muncul dalam benaknya.
Dia keluar dari ruang ganti. Kini pantulan dirinya di cermin membuatnya merasa lebih baik. Allyna tampak sangat cantik dengan make up natural dan gaun yang membuatnya tampak mempesona. Rambutnya sudah tertata rapi dan dia siap berangkat.
"Sudah siap, sayang?" tanya Bu Aida begitu membuka pintu kamar Allyna.
Allyna yang kaget hanya menatap Mamanya dan diam saja.
"Wah... kamu cantik sekali. Mama yakin kamu akan membuat dia terpesona," komentar Bu Aida dengan nada senang.
"Ma, sebenarnya siapa sih yang bakalan dijodohin sama Allyna? Dia umur berapa? Bukan om om kan?" tanya Allyna mendadak khawatir.
"Enggak, sayang. Dia masih muda. Ya... hanya selisih 5 tahun lah," jawab Bu Aida dengan enteng.
"Ha? 5 tahun? Itu bukan selisih, Ma. Kebanyakan itu. Haduh... nggak bisa apa dibatalin aja perjodohan ini?" tanya Allyna dengan kesal.
"Nggak bisa, sayang. Keluarga mereka sudah setuju. Dan, ini juga sudah menjadi keputusan Mama dan Papa. Lagipula kamu sendiri juga nggak bisa menepati janjimu untuk lulus kuliah 4 tahun. Udah, jangan banyak protes. Ayo kita segera berangkat," kata Bu Aida kemudian keluar dari kamar Allyna.
Allyna menghela nafas, "Semoga aja dia orangnya baik. Tapi... selisih 5 tahun itu kan udah tua dianya. Haduh, gimana dong?" gerutu Allyna.
"Allyna... ayo berangkat!" panggil Pak Aldo dari kejauhan.
"Iya, Pa..." kata Allyna.
***
Setelah setengah jam perjalanan, Allyna dan kedua orang tuanya akhirnya sampai di sebuah restoran mewah. Melihat mewahnya restoran ini, Allyna yakin keluarga laki-laki ini berasal dari keluarga yang kaya raya.
Mereka bertiga akhirnya menemukan dimana meja mereka karena resepsionis mengantar mereka. Dan benar saja, begitu melihat dari penampilan mereka, Allyna sudah bisa menebak kalau mereka memang keluarga yang tajir melintir.
"Maafkan kami sedikit terlambat," kata Pak Aldo, Papa Allyna, meminta maaf.
"Tidak, apa-apa, Pak Aldo. Silahkan," kata seorang laki-laki yang mungkin sudah seusia Papa Allyna
"Oh, ini pasti Allyna kan?" tanya wanita yang berdiri disamping laki-laki itu.
Allyna tampak kikuk. "I...iya, tante."
"Wah... cantik sekali. Oh ya, kenalkan, saya Joya, ini suami saya Jonathan, dan ini putra saya, Jhino," kata wanita bernama Joya itu mengenalkan anggota keluarganya satu per satu.
Mereka pun bersalaman sambil tersenyum manis.
Allyna mengamati laki-laki yang bernama Jhino itu. Dia memang tampan. Rambutnya hitam rapi, matanya indah, kulitnya bersih, bibirnya penuh dan seksi. Tubuhnya tinggi semampai, kira-kira tingginya 179 cm, dan bahu lebarnya yang membuatnya peluk-able. Mendadak Allyna jadi jatuh cinta. Tapi setelah ingat kalau jarak usia mereka terpaut 5 tahun, Allyna buru-buru mengurungkan niatnya untuk jatuh cinta.
"Ayo silahkan duduk, kita nikmati makan malamnya terlebih dahulu baru nanti kita bicarakan rencana kita," kata Pak Jonathan.
"Baik, Pak," kata Pak Aldo dengan senang.
Pak Aldo akhirnya pun duduk di kursi yang sudah disediakan. Begitu juga dengan Bu Aida dan Allyna. Allyna duduk tepat di depan laki-laki bernama Jhino itu. Mata mereka kemudian saling bertatapan sejenak. Keduanya sama-sama salah tingkah.
Makanan yang sudah mereka pesan, kini sudah disajikan. Ada berbagai hidangan yang disajikan. Mereka menikmati hidangan itu sambil sesekali membicarakan rencana mereka. Sekarang makanan penutup disajikan.
"Jadi... bagaimana kalau Allyna dan Jhino menikah sebulan lagi?" tanya Bu Joya kepada orang tua Allyna.
Mata Allyna melotot karena kaget. Dia kemudian melihat ke arah kedua orang tuanya. Dia ingin sekali berteriak bahwa dia tidak mau. Memikirkan proposal skripsinya saja pusing apalagi harus sambil menikah. Oh... apa yang sebenarnya terjadi? Apakah ini kenyataan?
"Kami setuju-setuju. Kalau Jhino bagaimana? Apakah dia setuju?" kata Bu Aida.
Jhino baru saja akan membuka mulutnya. Tapi Papanya melarangnya berbicara.
"Jhino pasti setuju. Ini adalah keputusan kami bersama, jadi semua harus setuju ya," kata Pak Jonathan seperti memberikan penekanan kepada mereka semua.
"Baiklah kalau begitu, kita sepakat untuk menikahkan Allyna dan Jhino sebulan lagi," kata Pak Aldo kemudian tersenyum.
Jhino dan Allyna hanya tersenyum tipis. Tidak ada penolakan dari keduanya. Tentu saja mereka tidak bisa menolak apa yang orang tua mereka inginkan.
Setelah selesai makan malam, kedua keluarga itu saling berpamitan pulang. Rencana itu sudah ditetapkan dan semua harus menerimanya. Bahwa perjodohan ini akan menjadikan dua keluarga menjadi satu.
***
Allyna kesal bukan main karena orang tuanya setuju saat dia harus menikah dengan pria bernama Jhino itu. Mereka baru bertemu tadi saat makan malam. Hanya tahu wajah dan nama. Walaupun sudah bertukar nomor telepon, tetap saja belum ada benih-benih cinta diantara mereka berdua. Lalu bagaimana mereka akan menjalani pernikahan itu nanti?
"Allyna, jangan cemberut terus!" kata Bu Aida.
"Allyna kesal, Ma. Bagaimana bisa kalian setuju saja dengan perjodohan ini? Padahal kalian sudah tahu kan kalau Allyna itu punya pacar?" tanya Allyna kepada kedua orang tuanya.
"Pacar? Fredie maksud kamu?" tanya Bu Aida pada Allyna.
"Fredie? Papa dan Mama tidak suka padanya. Lagipula apa yang bisa kamu harapkan dari Fredie? Dia sudah meninggalkanmu sejak dia lulus. Lalu kamu masih menganggap dia sebagai pacar?" tanya Pak Aldo dengan nada menusuk.
Allyna merasa perkataan sang Ayah ada benarnya. Fridie memang sudah meninggalkannya tanpa status yang jelas. Tapi bukan berarti jalan keluar dari masalah ini adalah perjodohan, bukan?
"Allyna, ini sudah menjadi keputusan kita bersama. Mama dan Papa yakin kamu akan bahagia bersama Jhino. Jadi, tolong lupakan Fredie dan terimalah kenyataan bahwa yang akan menjadi suamimu adalah Jhino, oke," kata Bu Aida dengan nada yang menandakan bahwa dia tidak akan menerima protes maupun penolakan dalam bentuk apapun.
Allyna bukannya menurut malah dia semakin kesal.