Setelah Jhino resmi keluar dari kantornya, Jhino juga menjual apartemennya. Kini Jhino kembali tinggal bersama dengan kedua orang tuanya di rumah mewah mereka yang ada di Jakarta. Jhino belum mengatakan apapun kepada Allyna bahwa dia sudah resign. Tapi Allyna hanya tahu kalau Jhino akan menjadi CEO dari anak perusahaan milik Pak Jonathan yang ada di Bogor.
Allyna masih saja merasa kesal dengan Jhino karena perjodohan ini meskipun mereka sudah resmi bertunangan. Bahkan hingga hari ini, hari dimana mereka harus memilih gaun pengantin pun, Allyna tidak mau berduaan saja dengan Jhino. Karena Allyna sudah tidak ada teman dekat yang berada di kampus, Allyna menyuruh Jhino membawa temannya untuk pergi ke butik.
Jhino hanya bisa bersabar dan menuruti apa yang menjadi keinginan Allyna. Dia akhirnya menelpon Daniel yang kebetulan hari itu sedang libur bekerja. Jhino pun mengajak Daniel ke Bogor untuk memilih gaun untuk pernikahannya dengan Allyna nanti.
"Calon istri lo kayaknya fake banget deh, Jhin. Di depan semua orang dia tampak menerima perjodohan ini. Bahkan manggil lo dengan sebutan mas. Tapi di belakang semua orang, dia marah-marah terus sama lo. Menyalahkan lo atas perjodohan ini. Padahal yang menjodohkan kan orang tua kalian, lo nya enggak minta, ya kan?" tanya Daniel dengan kesal saat mereka sedang di perjalanan menuju Bogor.
Jhino terdiam sesaat. Dia tidak tahu apa yang harus dia katakan. Dia tidak bisa berbohong kalau Allyna memang menunjukkan reaksi yang palsu dengan perjodohan ini di depan semua orang. Dan di belakang semua orang, Allyna meluapkan kekesalannya pada Jhino. Sebenarnya ini memang tidak adil bagi Jhino. Tapi karena Jhino sudah menerima perjodohan ini, dia juga harus menerima apapun reaksi yang diberikan oleh Allyna.
"Ya udah, biarin aja. Gue tahu dia begitu karena dia masih belum cukup dewasa. Dia juga masih belum bisa menerima kenyataan ini. Gue bisa memahami perasaan dia, Dan. Gue gapapa kok," kata Jhino sambil menyetir mobilnya.
"Lo terlalu baik buat dia, Jhin. Seharusnya lo tuh dapat jodoh yang baik juga," kata Daniel protes.
"Gue yakin dia sebenarnya baik. Hanya saja… ini masalah waktu. Lambat laun, gue yakin dia akan berubah. Sebagai calon suaminya, gue akan berusaha mendidik dan membimbing dia," kata Jhino dengan tegas.
Daniel manggut-manggut. Dia selalu kagum dengan kebaikan hati, kesabaran, dan rasa tanggung jawab Jhino yang besar. Mendadak Daniel juga merasa kasihan dengan Jhino. Tapi Daniel tidak mungkin mengatakan hal ini kepada Jhino. Dia tidak ingin Jhino merusak semuanya yang sudah dijalaninya dengan baik.
"Ya… lo harus membimbing dia. Dia butuh banyak pelajaran," kata Daniel kemudian melihat pemandangan jalan.
***
Setelah beberapa jam perjalanan dari Jakarta menuju Bogor dengan kemacetan yang cukup menguras tenaga dan waktu, Jhino dan Daniel akhirnya sampai di butik tempat Jhino bersama Allyna akan melakukan fitting baju untuk pernikahan mereka. Sampai saat ini, Jhino tidak mendapatkan pesan apapun dari Allyna. Jhino baru saja akan menelponnya tapi Daniel menyenggol lengannya.
"Kenapa?" tanya Jhino.
"Tuh!" kata Daniel menunjukk ke dalam butik.
Allyna sudah memasang wajah jutek saat melihat Jhino dan Daniel di luar butik.
"Oh… dia udah sampai. Kenapa dia nggak ngasih kabar?" gumam Jhino. Dia kemudian segera masuk ke dalam butik. Daniel pun mengikuti Jhino.
"Lama banget sih? Kalian telat lima menit nih," gerutu Allyna kepada Jhino.
"Baru juga telat lima menit. Pahami kita dong! Jalannya macet," kata Daniel menimpali omongan Allyna.
Allyna baru aja mau membalas perkataan Daniel tapi Jhino buru-buru melerai keduanya agar tidak bertengkar disana.
"Udah udah. Aku minta maaf karena kita terlambat. Kita udah berangkat lebih awal tapi jalannya memang macet. Jadi… maaf ya," kata Jhino dengan lembut.
Para pegawai di butik itu sejenak terpesona dengan kesabaran dan kelembutan Jhino. Lagipula, Jhino juga laki-laki yang tampan. Bagi mereka yang melihatnya, pastilah berpikir bahwa Jhino adalah suami idaman setiap wanita. Dia tampan, mapan, dan penuh dengan kesabaran.
Allyna masih saja memasang wajah jutek.
"Ayo, mbak. Mana gaunnya? Saya mau segera lihat-lihat dan pulang," kata Allyna kemudian menuju tempat pemilihan gaun.
Pegawai butik itu pun segera mengajak Allyna, Jhino, dan Daniel untuk menuju tempat pemilihan gaun. Daniel menunggu Jhino dan Allyna di sofa yang sudah disediakan. Sementara Allyna dan Jhino sedang memilih baju yang akan mereka kenakan di hari pernikahan mereka nanti.
Jhino sudah selesai memilih. Sebenarnya, pakaian yang akan dikenakan Jhino nanti semuanya cocok. Tubuh Jhino yang proporsional serta wajahnya yang tampan membuatnya cocok memakai setelan jas manapun yang disediakan. Sementara Allyna tampak bingung memilih gaun mana yang akan dia pilih.
"Yang ini bagus untuk kakak. Yang ini juga bagus," kata pegawai butik itu.
Allyna bingung memilihnya. Ditambah dengan kehadiran Jhino disana, rasanya membuat moodnya hancur. Allyna masih belum bisa menerima kalau dia sebentar lagi akan menikah dengan Jhino. Oleh karena itu, dia merasa kesal sepanjang waktu.
"Semuanya aja bilangnya bagus. Mana yang cocok untuk saya?" tanya Allyna dengan jutek.
"Yang ini lebih cocok untukmu. Tidak terlalu terbuka, juga modelnya bagus. Ini aja," kata Jhino tiba-tiba. Dia memiluhkan gaun untuk Allyna.
"Nah, itu pilihan yang bagus," kata pegawai yang berdiri disamping Allyna. Dia merasa terselamatkan dengan kehadiran Jhino. Sedari tadi, Allyna menggerundel kepada pegawai itu. Tentu saja pegawai tersebut merasa kesal dengan sikap Allyna.
Allyna diam saja melihat gaun pilihan Jhino. Dalam hati dia memang mengakui kalau gaun pilihan Jhino bagus dan elegan. Allyna tidak menyangka kalau Jhino punya selera yang bagus.
"Cobalah, aku yakin kamu cocok dan cantik memakai gaun ini," kata Jhino.
"Baiklah. Akan aku coba," kata Allyna yang sedikit bergumam.
Akhirnya dia mencoba gaun yang dipilihkan oleh Jhino. Setelah beberapa saat, Allyna sudah selesai mencobanya dan kini saatnya menunjukkannya pada Jhino.
"Wah… kakak cantik sekali," kata pegawai butik itu memuji kecantikan Allyna.
Jhino tersenyum senang karena Allyna cocok memakai gaun pilihannya. Dalam hati, Jhino mengakui kalau calaon istrinya itu memang cantik, bahkan sangat cantik. Seandainya saja Allyna tersenyum pada Jhino, pasti dia akan lebih cantik.
Jhino tersenyum dan mengangguk. Dia menunjukkan respon yang baik. "Aku rasa ini lebih cocok daripada gaun yang lainnya. Bagaimana kalau pilih ini saja?"
Kenapa sih nggak mau bilang kalau gue cantik pakai gaun ini? Gengsi banget jadi cowok, batin Allyna.
"Ya, baiklah," kata Allyna singkat.
"Ya udah, mbak. Kami pilih yang ini saja. Setelan jas saya yang tadi ya. Setelah ini saya akan membayarnya," kata Jhino dengan sopan dan ramah.
"Baik. Silahkan tunggu di ruang tunggu," kata pegawai butik.
Jhino mengangguk.
Allyna yang cemberut saja kemudian segera ganti baju. Dia kesal karena Jhino tidak mengatakan kalau dia cantik memakai gaun pilihannya itu.
"Calon istri lo jutek banget. Ngeselin lagi," bisik Daniel pada Jhino saat mereka berjalan ke ruang tunggu.
"Biarin aja. Udah, jangan bikin ulah lagi sama dia," bisik Jhino.
Jhino kemudian membayar gaun dan setelan jas yang akan mereka kenakan di hari pernikahannya dengan Allyna nanti. Setelah Allyna selesai ganti baju, mereka pun bersiap pulang.
"Jangan menanyakan apapun dan mengirim pesan. Aku tidak akan membalasnya. Lagipula semua udah diatur sama orang tua kita kan? Jadi… sampai ketemu di hari H," kata Allyna kemudian masuk ke mobilnya.
Jhino hanya tersenyum. Dia sudah sangat bersabar dengan sikap Allyna. Sementara Daniel rasanya ingin menjitak kepala Allyna saking kesalnya.
"Udah, biarin aja. Ayo kita balik," kata Jhino.