Tak terasa sebulan sudah berlalu sejak makan malam yang mempertemukan antara keluarga Pak Aldo dan keluarga Pak Jonathan untuk menjodohkan Allyna dengan Jhino. Hari ini, adalah hari yang paling ditunggu oleh dua keluarga ini, yaitu hari pernikahan Allyna dengan Jhino. Mungkin hari ini ditunggu oleh kedua orang tua mereka, tapi tidak dengan Allyna. Sementara Jhino hanya pasrah untuk menerima dan menjalani hari ini.
Allyna masih belum bisa menerima kenyataan ini. Sedari tadi, dia tidak menunjukkan wajah yang bahagia. Saat proses make up, ganti baju, hingga proses pernikahan pun, Allyna tidak menunjukkan wajah yang bahagia. Dia hanya tersenyum sesekali. Hal ini membuat Jhino merasa tidak enak dengan keluarga mereka berdua dan juga tamu undangan.
Saat sesi foto bersama dengan keluarga pun, Allyna tidak tersenyum dengan bahagia. Dia hanya memasang wajah yang datar. Sebenarnya wajah datar Allyna pun sudah cantik. Dia tidak perlu tersenyum lebar untuk menghasilkan foto yang menawan. Hanya saja, orang yang memperhatikannya dengan teliti, pasti bisa melihat kalau Allyna sedang tidak bahagia.
Sang fotografer sebenarnya ingin protes dengan ekspresi Allyna, hanya saja Jhino memberikan kode agar dia langsung memotret saja. Jhino mengatakan kepada fotografer agar tidak mengatakan kejadian ini kepada keluarga mereka. Dia tidak ingin Allyna dimarahi oleh keluarganya.
"Lyn, jangan gitu! Ini hari penting buat kita. Aku tahu kamu tidak suka menjalaninya. Tapi tolong, tersenyumlah saat ini saja. Aku tidak mau kamu kena marah oleh orang tuamu," bisik pada Jhino pada Allyna saat sesi foto bersama dengan keluarga sudah selesai.
Allyna diam saja. Dia tidak menghiraukan perkataan Jhino. Sementara Jhino dapat melihat beberapa tamu undangan berbisik-bisik. Tentu saja ini menarik perhatian orang tua mereka berdua. Mereka bingung kenapa para tamu undangan berbisik-bisik.
"Lyn, aku mohon. Aku nggak mau kamu kena marah. Jadi, tersenyumlah. Setelah ini kita harus bersalaman dengan para tamu undangan. Usahakan tersenyum, oke," bisik Jhino dengan sabar. Sebenarnya dia tidak ingin memaksa Allyna. Tapi ini demi kebaikan mereka semua.
"Iya…" bisik Allyna akhirnya.
Jhino cukup lega karena akhirnya Allyna mengerti bagaimana harus bersikap. Acara selanjutnya pun segera dimulai yaitu sesi bersalaman dengan para tamu undangan. Satu per satu para tamu undangan bersalaman dengan mereka berdua. Semua orang juga mengucapkan selamat pada Jhino dan Allyna. Jhino berterima kasih kepada para tamu undangan, sementara Allyna hanya mengangguk saja.
Jhino merasa tidak enak dengan para tamu undangan yang bersalaman dengan mereka. Sementara orang tua Jhino dan orang tua Allyna sibuk dengan rekan-rekan mereka yang baru saja datang.
"Mari kita foto bersama," ajak Jhino kepada para tamu undangan. Dia sangat sopan sehingga banyak dari mereka yang senang dengan sikap Jhino.
Akhirnya beberapa tamu undangan meminta foto bersama dengan kedua mempelai. Sayangnya, lagi-lagi Allyna tidak menunjukkan senyum yang tulus. Dia hanya memberikan senyuman palsu. Bahkan kalau dia acting sekalipun, acting Allyna hari ini sangat payah. Jhino rasanya sangat sedih dan bingung harus berbuat apa.
"Terima kasih ya, selamat untuk kalian berdua," kata salah satu tamu undangan kepada Jhino dan Allyna.
"Terima kasih atas do'anya. Terima kasih juga sudah datang ke acara pernikahan kami," kata Jhino dengan ramah dan sopan.
"Allyna, kamu sungguh beruntung mendapatkan suami seperti mas Jhino. Coba kamu dapat suami orang lain, pasti mereka akan memarahimu setelah acara ini selesai," kata tamu undangan tersebut dengan setengah menyindir sikap Allyna.
Allyna rasanya ingin marah kepada orang tersebut. Tapi Jhino kemudian meraih tangan Allyna dan mengatakan hal ini kepada orang tersebut, "Jangan berkata begitu. Saya juga beruntung bisa mendapatkan istri seperti Allyna. Seharusnya hari ini kami merayakannya dengan baik. Hanya saja, Allyna sedang tidak enak badan. Mungkin dia terlalu gugup untuk menanti hari ini tiba. Jadi, mohon harap maklum kalau Allyna tampak sedang tidak baik moodnya."
"Ah… begitu rupanya. Aku pikir dia sedang tidak bahagia dengan pernikahan ini," kata tamu tersebut.
"Tentu saja tidak. Dia bahagia, begitu juga dengan saya. Kami semua bahagia. Hanya saja seperti yang saya katakan tadi, dia sedang tidak enak badan," ulang Jhino.
"Baiklah kalau begitu. Semoga Allyna lekas sehat kembali," kata tamu undangan tersebut kemudian berpamitan.
Jhino tersenyum dan mengangguk. Baru saja dia mau menasehati Allyna tapi mendadak Bu Aida dan Pak Aldo datang menghampiri mereka.
"Allyna! Kamu kenapa? Kenapa sikapmu seperti itu? Ini hari penting, jangan membuat malu Papa dan Mama," kata Pak Aldo memarahi Allyna. Tentu saja dengan suara yang pelan agar tidak terdengar oleh para tamu yang ada disana.
Allyna diam saja. Dia sudah ingin menangis. Jhino merasa kasihan dengan Allyna. Hari ini pasti sangat berat baginya. Dia tahu kalau Allyna tidak menginginkan ini. Dan menerima hal yang tidak diinginkan tentu saja terasa sangat berat.
"Setelah ini kalian harus ada foto berdua. Dari tadi fotografer bilang kalian belum mengambil foto berdua sama sekali. Jadi, tolong jaga sikapmu Allyna," kata Pak Aldo.
Allyna hanya mengangguk. Sementara Bu Aida memberikan pandangan kepada Allyna agar dia menuruti perkataan Pak Aldo. Mereka berdua kemudian pergi kembali karena ada tamu yang baru saja datang.
"Sudah siap untuk foto berdua?" tanya fotografer.
Jhino melihat ke arah Allyna. Dia tidak mau memaksa Allyna kalau dia belum siap.
"Hmm… boleh tunggu sebentar? Sepertinya Allyna haus. Aku akan mengambil minum dulu. Nanti kalau kami sudah siap, bapak saya panggil. Bagaimana?" tanya Jhino dengan sopan.
"Oh begitu, baiklah. Saya tunggu disana ya," kata fotografer.
"Iya, pak. Terima kasih," kata Jhino.
Setelah fotografer pergi, Jhino menyuruh Allyna duduk. Dia kemudian mengambilkan minum untuk Allyna. Allyna pun meminumnya. Dia tampak lesu dan lelah.
"Kalau kamu lelah, kita bisa istirahat sebentar. Nanti aku yang akan bilang sama orang tuamu," kata Jhino mencoba mengerti keadaan Allyna.
"Nggak usah. Kita lanjut aja. Aku pengen cepat selesai," kata Allyna kemudian meletakkan minumannya.
"Ya udah, tapi tolong jaga sikapmu ya. Aku nggak mau kamu kena marah lagi," kata Jhino.
"Iya," kata Allyna. Entah kenapa dia semakin merasa kesal dengan Jhino.
Karena Allyna sudah siap, Jhino memanggil fotografer untuk mengambil foto mereka berdua.
"Silahkan foto disini. Pose pertama kita ambil yang simpel ya, gandengan tangan," kata fotografer.
Allyna baru saja mau protes kalau dia tidak mau, tapi Jhino sudah meraih tangannya dan menggenggamnya. Allyna melihat wajah Jhino. Dia tersenyum ke arah kamera.
"Ayo, kamu juga senyum dong ke kamera. Ini foto kita berdua lho," kata Jhino.
Allyna mau tidak mau menatap ke kamera dan tersenyum. Walaupun senyumannya dipaksakan, tapi Allyna masih bisa tersenyum.
"Bagus. Sekarang cium keningnya dong," kata fotografer kepada Jhino dan Allyna.
Mereka berdua sontak kaget, terlebih lagi Allyna. Baru saja dia menoleh ke Jhino, tapi Jhino sudah menariknya untuk berpose. Dia kemudian mencium kening Allyna dan akhirnya fotografer segera memotret mereka.
Setelah selesai, Allyna buru-buru ke tempat pengantin. Dia tidak terima Jhino mencium keningnya. Dia menangis disana. Untungnya disana sepi tidak ada orang. Jhino pun segera menyusul Allyna.
"Lyn, kamu kenapa nangis? Aku… aku minta maaf," kata Jhino mendadak merasa bersalah. Tapi dia juga bingung apa yang salah padanya. Bukankah mereka sudah resmi menjadi suami istri?
"Pergi, jangan ganggu aku! Aku mau sendirian," kata Allyna.
Jhino berusaha menenangkan Allyna. Tapi hasilnya nihil. Yang ada, Allyna semakin marah. Karena tidak ingin hari pernikahan mereka kacau, akhirnya Jhino mengalah dan memilih untuk membiarkan Allyna sendirian sampai dia tenang. Dia mengatakan kepada orang tuanya kalau Allyna sedang tidak enak badan dan tidak mau ditemui. Jhino mendadak merasa sedih sekaligus bertanya-tanya. Apakah pernikahannya akan terus seperti ini?