Chereads / The 13th Fates / Chapter 32 - 32. SELF CONTROL

Chapter 32 - 32. SELF CONTROL

Telepon berdering.

"Itu pasti Dad," terka Amber. Ia langsung bangkit, melempar piring kotor ke wastafel lalu menyambar telefon disamping lemari pendingin.

"Hallo, Dad.." seru Amber.

"Ini aku," jawabnya. Sikap Amber serta merta berubah.

"Oh..kau, Chanyeol.." Matanya langsung berubah datar, wajahnya kosong.

"Aku di depan pintu" kata Chanyeol masam.

Amber mendesah dan menatap keluar jendela, ternyata benar mobil putih milik Chanyeol terparkir diluar pelataran rumahnya. Amber menutup teleponnya.

Mendadak pikiran Amber jadi tidak karuan. Amber berjalan ke arah pintu, ragu-ragu Amber meraih gagang pintu. Selama beberapa detik Amber berdiri di ambang pintu, sementara itu Chanyeol diluar gelisah menunggu Amber membukakan pintu untuknya. Amber menarik nafas dalam-dalam dan membuka pintu setengah.

"Amber," Chanyeol menatap Amber dengan ekspresi putus asa.

Amber tidak berdaya melihat wajah Chanyeol. Ternyata Amber benar-benar tidak bisa menjaga jarak dengannya. Amber tidak tega melukai hati Chanyeol, terlebih karena ia sudah begitu sering kehilangan Chanyeol. Tidak bijak bila Amber harus melakukan hal yang sama hanya untuk kepentinganya, agar Chanyeol tau apa yang selama ini ia rasakan, harus terus menerus merasakan deja vu. Amber memunggunginya tanpa mengatakan apapun dan Chanyeol masuk sambil menutup pintu dibelakngnya.

"Kau masih marah denganku?" tanyanya, suaranya bergetar menahan kalut.

"I've got a lot of apologies to make, I feeling so sorry for myself all the time. I'm so sorry I put you in harms way. I know I'm an idiot and reckless. That was selfish and stupid and it won't happen again." mendengar nada sesal dalam suaranya membuat Amber beku dan merasa sedingin salju.

"Kumohon maafkan aku," pintanya. "Kau sungguh membuatku tak berdaya. Tapi sekarang aku dalam keadaan sangat terkendali, kau tidak perlu takut." Ia menunggu, tapi Amber masih tak sanggup bicara.

"Aku seharusnya pergi saja dari dulu," desahnya. "Aku seharusnya sudah meninggalkanmu sekarang. Tapi aku tak tahu apakah aku bisa." Chanyeol hendak keluar dari rumah Amber.

"Aku tidak ingin kau pergi," gumam Amber sedih, seraya menahannya. Amber terengah-engah mengatakan itu, karena terlalu lama memendam rindu yang tak dapat dibendung lagi. Chanyeol perlahan menghampiri Amber.

"Aku kehilanganmu," mulutnya bergerak-gerak nyaris tanpa suara. Sebelah tangannya terulur pada Amber. Jari-jarinya membentang, seolah berharap jari-jari itu cukup panjang untuk menjembatani jarak yang membentang di antara mereka.

"Aku juga," ujar Amber tercekat. Tangan Amber terulur ke arahnya melintasi jarak yang lebar.

Seolah terhubung, gema kepedihan hati Chanyeol memilin hati Amber. Kesedihannya adalah kesedihan Amber juga.

Chanyeol meraih tangan Amber. Amber merasakan kembali betapa panas kulitnya bersentuhan dengan kulitnya. Kulitnya panas membara di bawah jari-jari Amber, sama seperti yang lalu-lalu. Seolah-olah ia masih demam tinggi, manusia normal pasti sudah mati dengan suhu tubuh seekstrim ini.

Sekarang Amber mengulurkan tangan untuk menyusuri lekuk lengan bawah Chanyeol yang terbuka dengan ujung jari. Jemari Amber gemetaran menyentuh bagian lengan Chanyeol. Dengan lembut tangan Amber menyusuri otot lengannya yang sempurna, mengikuti jejak urat-urat tipis di lengan menuju lipatan sikunya. Lalu perlahan naik lagi hingga ke leher kemudian pipinya.

Chanyeol memperhatikannya, menyentuh tangan Amber diwajanya, menciumi telapak tangannya. Ia memejamkan mata, larut dalam kecupannya ke tangan Amber, lalu menatap Amber dengan penuh cinta. Ia memejamkan matanya lagi. Amber membelai dahi hingga pelipisnya dengan lembut, lalu mengusap kelopak matanya.

Kemudian ia telusuri bentuk hidungnya yang sempurna, dan dengan sangat berhati-hati ia telusuri lekuk bibirnya. Bibirnya membuka di bawah jarinya, Amber bisa merasakan embusan napasnya yang panas di ujung jemarinya, dan bibir itu bergerak perlahan membentuk senyuman.

"Katakan, apa yang kau pikirkan?" bisiknya.

"Aku berharap dapat memercayai bahwa semua yang ada pada dirimu nyata. Dan aku berharap aku tidak takut." Ucapnya sambil tertunduk.

"I know this is can be very scary thing for you__i know you probably feeling frighten right now, tapi aku tidak ingin kau takut," Suaranya menggumam pelan di bawah jemarinya.

Amber mendapati Chanyeol menatapnya begitu lekat, seolah ia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari sepasang bola mata bulat dan tajam itu.

"Aku tidak takut Chanyeol. Hanya saja, ternyata aku masih belum cukup terbiasa" Bayangan menyeramkan hari itu kembali merayapi pikiran Amber.

Chanyeol merengkuh wajah Amber dengan tangannya yang besar dan kelewat panas, memegangnya hanya beberapa sentimeter dari wajahnya. Chanyeol menatap mata Amber dalam-dalam, lalu mendekatkan wajahnya ke telinga Amber. Pipi Amber mulai panas di bawah telapak tangan Chanyeol, tapi Chanyeol tidak menyadarinya, karena kulitnya sendiri panas.

"Aku berharap kau dapat menerima keadaanku lebih dari yang aku inginkan, karena aku memiliki cinta yang tak terbatas itu untukmu" bisik Chanyeol. Chanyeol menarik wajahnya kembali lalu menyunggingkan senyum kesukaan Amber.

"Apa aku terlalu panas untukmu?" Ia mengucapkan kata-kata itu tepat di wajah Amber, bisa ia rasakan embusan napasnya yang panas di pipinya, embusan napas yang sepanas kulitnya.

Tiba-tiba wajahnya berkerut menahan sakit seperti yang Amber kenali. Mendadak Amber kalut kembali melihat ekspresi itu. Amber berjingkit untuk merengkuh wajah Chanyeol dengan kedua tangannya agar lebih dekat.

"Ya, tapi aku menyukai itu, kau adalah matahari pribadiku"

Chanyeol menyunggingkan senyum tipis dan mengangguk. Chanyeol menatap Amber sambil menggiringnya ke sofa ruang tamu dan menariknya ke pangkuannya. Lengannya melingkar di sekeliling tubuh Amber. Amber melingkarkan lengannya di leher Chanyeol. Mencengkeramnya erat-erat bagaikan pilar beton. Chanyeol tersenyum, matanya berkilat-kilat penuh canda.

"Itu adalah fakta dari diriku yang tidak bisa di sangkal, bahkan aku bisa menggoreng telur di dahiku, dan Sehun memberikanku julukan 'penggorengan anti lengket'" Ujarnya dengan tujuan membuat lelucon. Namun wajahnya memperlihatkan hal lain seperti ekspresi tak berdaya. Jadi Amber hanya tersenyum kecil mendengar itu.

Amber meringkuk dalam pangkuan Chanyeol, menempelkan pipinya ke dada Chanyeol, merasakan tarikan nafasnya yang teratur dan detak jantungnya. Chanyeol mendekapnya lebih erat lagi.

"Kau tau, betapa mudahnya aku marah," desahnya. Amber mengusap-usap lembut dada Chanyeol.

"Kau tau bahwa awal-awal perubahanku, aku sangat emosional, waktu itu aku bangun tidur dan kata Baekhyun rambutku seperti singa. Hanya itu, tapi aku langsung emosi. Kemudian aku..aku meledak. Aku sampai nyaris menyemburkan flamethrower-ku ke wajahnya-dan itu sering terjadi. Kris bilang setiap pada proses, awalnya memang selalu memiliki masalah pada pengendalian emosi, sehingga selalu mudah marah dan mengalami obsesif kompulsif tingkat 2"

Amber merasakan getaran dari dalam tubuh Chanyeol ketika menceritakan itu, Amber bergidik dan meletekan kepalanya di bahu Chanyeol dan mencium rahangnya, berharap itu bisa membantunya.

"Separah itukah, Chanyeol?" tanya Amber waswas.

"Ya, dan aku sangat tersiksa," jawabnya. "Rasanya berat sekali, dan aku selalu menganggap diriku seperti terperangkap dalam dunia kisah-kisah horor" Chanyeol menempelkan pipinya di kening Amber.

'Oh yeah! Dan sekarang aku ikut berada dalam dongeng itu bersamanya'

Sejenak mereka terdiam. Amber mencium aroma tubuh Chanyeol yang ciri khas, begitu menggoda dan menggelitik hidungnya. Amber menghirup sebanyak mungkin aroma tubuhnya dan mengembuskannya perlahan, wangi manis dan maskulinnya masih menempel di kerongkongan Amber.

"Apa bagian yang tersulit?" bisik Amber di rahangnya.

"Bagian tersulit adalah merasa...tidak memiliki kendali," jawabnya lambat-lambat "merasa seolah-olah aku tak yakin pada diri sendiri__seperti misalnya kau tidak seharusnya berdekatan denganku. Bahwa tak seorangpun seharusnya berdekatan denganku. Seolah-olah aku ini monster yang akan mencederai orang lain,

"Kemudian, melihat betapa mudahnya aku mencederai orang, walau Kris bilang bahwa aku lebih hebat daripada mereka semua-lebih hebat dari Pirokinesis manapun. Aku tidak butuh itu semua. Dan aku berpikir, itu artinya aku bisa lebih sadis lagi dari ini? Kris bilang aku harus mengurangi rasa kebencianku terhadap apapun, termasuk terhadap dirku sendiri."

"Apakah itu bagian tersulit pada dirimu?" suara Amber terdengar samar.

"Awalnya begitu," jawab Chanyeol. "butuh latihan yang gigih dan keyakinan yang kuat bahwa aku bisa berubah. Kris hanya sering bilang aku ini masih abu-abu, ia tidak menganggapku hitam sama sekali, tapi ia juga tidak menyangkal kalau memang aku bukan putih. Tapi ternyata lebih mudah bagiku bila membiarkan kekejianku menyeruak begitu saja ketimbang menahannya," Tubuhnya bergetar lagi seperti menggigil. Amber membelai wajah Chanyeol, ekspresi wajahnya melembut karena sentuhan Amber, dan ia mendesah seraya getaran tubuhnya yang berhenti.

"Terkadang aku membayangkan, apa jadinya bila tidak ada Lay. Berapa nyawa yang sudah aku renggut, berapa banyak yang harus aku bayar, dan aku lebih baik menghindar dari itu semua. Aku memang sudah sering kali menghindar, aku tau hanya orang pengecut yang menghindari kenyataan, tapi aku tidak pernah menyangkalnya, karena aku memang pecundang. Maksudku, siapa sih yang ingin menjadi mimpi buruk, menjadi monster,

"Pernah terpikir olehhku bunuh diri adalah jalan yang terbaik dari semua kekacauan yang telah aku perbuat" Suara Chanyeol berubah serius.

Amber mengangkat kepalanya agar dapat membaca ekspresi wajahnya. "Ngomong apa sih kau?" tuntut Amber.

Chanyeol terdiam sejenak untuk menarik napas dalam-dalam. "Musim gugur lalu, waktu aku... tidak sengaja melukaimu...aku memikirkan rencana cadangan"

"Rencana cadangan?" ulang Amber.

"Aku sangat ketakutan waktu itu, bayangan terburuk yang akan terjadi selanjutnya selalu melintas di kepalaku. Apa lagi setelah melukaimu? Aku pasti membuatmu cacat permanen, dan aku tidak mau itu terjadi walau ada atau tanpa Lay,"

Mulut Amber membuka hendak bertanya, tapi Chanyeol menduluinya.

"Tapi aku tidak tau bagaimana melakukannya-aku tahu Kris tidak akan mau melakukannya, melakukan eksekusi...walau dia punya wewenang atas itu. Jadi kupikir mungkin lebih baik aku meminum racun atau menyuntikkan racun langsung kedalam tubuhku. Tapi jelas rencana itu sudah dapat di baca oleh Luhan, aku tidak pernah luput dari pantauannya. "

Amber hanya berharap Chanyeol tidak serius dengan kata-katanya, tapi Amber tidak menemukan keraguan dalam kata-katanya. Amber nyaris tidak percaya bahwa Chanyeol benar-benar serius, matanya terlihat muram, terfokus pada sesuatu disaat ia mempertimbangkan berbagai cara untuk menghabisi nyawanya sendiri.

Amber merengkuh wajah Chanyeol yang panas dan ia remas kuat-kuat.

"Kau jangan sekali-kali, jangan sekali-kali, berpikir seperti itu lagi!" sergah Amber. "Tidak peduli apapun yang terjadi padaku, kau tidak boleh mencelakakan dirimu sendiri!"

"Aku tidak akan pernah membahayakan dirimu lagi, aku bertekad tidak akan merenggut nyawamu karena kesalahanku, jadi itu tidak perlu diperdebatkan lagi."

Amber bangkit dari pangkuan Chanyeol. Amarah Amber mulai menjadi-jadi.

"Merenggut nyawaku!," serunya sambil menuding dirinya sendiri "We've talking about this several times, Chanyeol. Kusangka kita sudah sepakat semua ketidakberuntunganku itu adalah sebuah takdir?" Amber tidak bermaksud mengatakannya keras-keras, tapi kata itu meluncur begitu saja.

Chanyeol tidak menyangka reaksi Amber akan sekeras itu, Chanyeol ikut bangkit berusaha menenangkannya.

"Aku tidak akan menyalahkanmu dan rohku tidak akan mengahantui hidupmu bila aku memang harus meninggal dengan cara seperti itu, karena itu sudah takdir Tuhan. Kau tidak bisa menyalahkan dirimu sendiri, kerena itu memang sudah ajalku. Berani-beraninya kau berpikir begitu?"

"Aku tau, tapi itu tetap salahku, seandainya aku tidak seperti ini dan kau tidak berada di dekatku, umurmu pasti panjang"

"Apa sih yang Chanyeol pikirkan? Kenapa dia selalu menjadi pihak yang paling merana. Aku tidak bisa menerima kenyataan bahwa Chanyeol tidak mau hidup lagi, itu terasa sangat menyakitkan membayangkannya, bahkan walaupun aku sudah mati. Aku kesal dengan sifatnya sekarang yang pesimis, mana sifatnya yang optimis seperti dulu". Amber menggeleng kepalanya, heran dengan sikap Chanyeol.

"Aku tidak bisa hidup dimana kau tidak ada, kau ingat itu?"

Seketika Amber marah.

"TIDAK!" Penyangkalan setengah berteriak itu terdengar sangat nyaring. Hingga Chanyeol terlonjak mendengar kata-kata Amber yang keras. Amber merasa darah menyembur ke wajahnya.

"Tidak! Tidak, tidak, tidak! Tidak boleh! Kau tidak boleh melakukan hal itu! Tidak ada Romeo dan Juliet disini, tidak ada Romeo dan Juliet seperti yang ada dalam kepalamu"

"Menurutku memang tidak ada hal yang bisa aku lakukan lagi, setelah kau tidak ada," ujar Chanyeol tetap menahan suaranya agar tetap pelan.

"Bullroar!" bentak Amber "Aku lihat kau masih bisa menjalani hidupmu, aku bisa merasakannya dari cerita Baekhyun dan Kris"

"Tapi tidak semudah itu...dan kau tidak perlu mengatakan itu keras-keras denganku," suara yang keluar terdengar bergetar karena menahan amarahnya sendiri.

"Okay, I'm just a dumb-ass mortal who can't make my own fire and i don't have power to change, fix, or kill something whenever i like, and i know everybody has to deal with shit in their lives. But listen, Park Chanyeol-" Tapi Chanyeol jelas tidak mendengarkan kata-kata Amber, karena amarah mulai mendengingkan kupingnya.

Ia langsung menoleh ke belakang dengan cepat, seolah-olah ada orang yang memanggilnya dari ruangan lain. Amarah itu membuka kunci otot-ototnya yang panas, ia sertamerta berjalan cepat menjauhi barang-barang disekitarnya.

Amber yang melihat tingkah Chanyeol ikut kalang kabut, Amber membuntuti Chanyeol yang berjalan ke ruang keluarga. Chanyeol menghentikan langkahnya mendadak dan memutar tubuhnya dengan cepat, matanya membelalak lebar dan tubuhnya mengejang, tubuhnya mulai bergetar.

"Jangan mendekat!" Suara Chanyeol tiba-tiba terdengar garang di telingan Amber.

Ia mendesis hendak menghamburkan kata-kata. Amber menegang melihat itu. Refleks Amber mundur selangkah melihat adanya bahaya. Sekonyong-konyong Chanyeol menggeser posisinya menjauhi Amber, tubuhnya tegang. Ia mengepalkan tangan, memejamkan mata, menggeram berusaha mengendalikan dirinya sendiri dengan sekuat tenaga. Chanyeol berusaha menahan sakit yang luar biasa menahan api-api itu hingga rasanya lebih memilih mati dari pada tersiksa. Kemudian ia memegangi lututnya seolah-olah menyerah. Chanyeol terengah-engah seperti habis berlari ratusan meter.

Perlahan Amber mengulurkan tangannya dan mendekatinya.

"No no no don't touch! I'm gonna burn you" pekik Chanyeol. Tapi ujung jari Amber sudah menyentuh lengan Chanyeol, suhunya sama seperti tadi.

"Tidak, Chanyeol," Amber mengusap lengan Chanyeol "ini tidak sepanas waktu itu".

Amber tersenyum sekilas, senang melihat Chanyeol mulai membaik dalam mempertahankan monster dalam dirinya. Bisa di lihat dari tingkat keefektifitasan dan kecepatan Chanyeol mengontrol diri dalam beberapa detik saja. Amber memegang bahu Chanyeol dengan kedua tangan, mengusap-usap bahunya dengan lembut, menunggunya menguasai diri kembali.

"Ini yang aku takuti. Aku takut tidak mendapatkan puluhan tahun yang manis denganmu, karena aku membakarmu dengan tidak sengaja, kerena suatu pertengkaran kecil yang tidak bisa aku tahan" ujarnya ketika ia sudah bisa menguasai diri.

"Tidak ada yang perlu ditakuti. Maaf aku sudah membentakmu, aku berjanji tidak akan membuatmu marah lagi" Amber mencium tangan Chanyeol.

"Tidak perlu minta maaf, Amber, ini salahku. Aku memang payah dalam mempertahankan amarahku" Chanyeol menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Chanyeol sudah sepenuhnya terkontrol.

"Apa aku membuatmu takut?" tanyanya Chanyeol, tapi bisa Amber dengar rasa penasaran yang sesungguhnya dalam suara beratnya.

"Tidak," dusta Amber. Amber beringsut lebih mendekat.

Chanyeol menatap Amber tak percaya, sebelah alisnya terangkat. Kemudian ia tersenyum lebar dan licik. "Kau seharusnya tidak mengatakan itu," ia tergelak.

"Kau selalu berharap aku berlari dan menjerit-jerit, kan?" Amber menebak dengan suara berat karena tertekan dan takut.

'Dia pasti sangat ketakutan'. Batin Chanyeol. Bibirnya ditarik dan memamerkan giginya yang sempurna.

"Kau tau aku tidak pandai menipu, tadi aku malah mau mengambil air seember" Amber terlihat berusaha menunjukan nada biasa.

Chanyeol terkekeh, memamerkan senyumnya yang lebar. Perubahan sifat Chanyeol yang drastis sedikit membingungkan Amber.

"Kau monster yang sangat, sangat mengerikan," Aku Amber suaranya masih pekat-karena takut.

"Apa katamu tadi?"

"Park Chanyeol, pacarku, kau monster yang mengerikan. Aku ketakutan setengah mati tadi, aku hampir saja mengompol" ledek Amber memasang mimik polos. Senyuman Chanyeol makin mengembang di wajahnya.

"Jangan takut," gumamnya, suara lembutnya dan disengaja terdengar menggoda. "Aku bersumpah...," ujarnya ragu.

"Aku bersumpah tidak akan menyakitimu." Ia kelihatan lebih ingin meyakinkan dirinya sendiri ketimbang Amber.

"Jangan takut," bisiknya lagi sambil mendekat, dengan amat perlahan hingga wajah mereka sejajar, hanya terpisah beberapa senti.

Chanyeol merengkuh wajah Amber dengan ke dua tangan dan mendekatkan wajahnya ke wajah Amber-gerakannya cukup hati-hati. Chanyeol mencium sudut bibir Amber sekilas. Telapak tanganya yang seperti demam seolah-olah membakar kulit Amber, namun Amber terbiasa walau tanganya seperti habis dipanggang di atas kompor.

"Amber, Apa yang akan kau lakukan, bila situasinya dibalik?" tanya Chanyeol.

"Apa maksudmu?" Tampaknya Amber benar-benar tidak mengerti situasi yang Chanyeol maksud.

"Bagaimana kalau sesuatu terjadi padaku duluan?" Amber pucat memikirkan pertanyaan Chanyeol.

"Kau mau tau seperti apa aku persisnya bila tanpamu?" Secercah kepedihan menyaput garis-garis wajah Amber. "Aku tidak mau membayangkan yang satu itu lagi" Amber mengakui.

"Kau tidak usah mempersulit keadaanmu. Jelas kau bisa melanjutkan hidupmu dengan nyaman," Chanyeol mendesah "kehidupanmu jauh lebih mudah dari kehidupan yang akan aku jalani bila tanpamu, Amber. Masih ada laki-laki lain yang setia menunggumu, beruntung ada laki - laki lain yang mencintaimu selain aku" lanjutnya, suaranya nyaris tenggelam oleh gema kesedihannya sendiri.

Amber tau siapa yang Chanyeol maksud. Amber sudah hendak membantah, tapi Chanyeol dengan lembut meletakkan jarinya yang panas di bibir Amber.

"Sekarang kau mengerti kan? Dan...sesungguhnya aku sangat takut kau berpaling dariku" bisiknya sungguh-sungguh.

"Aku tidak akan berpaling darimu" Amber mengingatkannya.

"Hidupku lebih sulit dari yang kau bayangkan. Kau tahu, aku bisa menjadi seperti itu lagi setiap saat."

Amber bisa mendengar nada menyesal dalam suaranya. "I know," ujarnya sambil merengkuh wajah Chanyeol, menempelkan dahinya di bibir Chanyeol "Kau hanya perlu memberitahuku untuk mundur, tapi aku takkan lari kemana-mana." Amber menarik wajahnya kembali. Chanyeol hendak menambahkan namun Amber membungkamnya dengan kecupan ringan di bibir Chanyeol.

"No flex on this on, Chanyeol, I gotta die from somehow." lanjutnya tak berdaya.

Chanyeol membungkuk, memeluk dan mengecup lembut pucuk kepala Amber, menghirup nafas dalam-dalam.

"Amber, apa kau merasa telah kehilangan sesuatu dariku?"

Amber melepaskan pelukannya. Ia menempelkan sebelah tangannya ke dada Chanyeol yang hangat.

"Aku tidak peduli, aku menerima apapun keadaanmu, aku mencintaimu"

"Aku tau, aku juga mencintaimu seperti biasa, tapi katakan padaku apa itu?"

Amber tidak mungkin mengatakan keluhannya tentang Chanyeol yang sekarang emosial dan suhu tubuhnya yang kelewat panas. Karena itu memang bagian darinya sekarang dan Amber tidak mungkin mencintainya dalam keadaan terpisah seperti puzzle. Chanyeol dan segala keanehannya adalah satu paket bagi Amber dulu maupun sekarang.

Tapi memang ada satu hal yang mengganggu Amber. Namun ia tidak suka sekarang Chanyeol lebih menjaga jarak dalam masalah hubungan fisik, jujur saja Amber terganggu soal itu, walau itu semua demi kebaikannya juga.

"Kau tau persis apa yang aku pikirkan" ujar Amber menggoda tanpa berpikir lagi.

Chanyeol langsung menangkap suasana hati Amber, atau mungkin Chanyeol memang sudah merasakan hal yang sama. Chanyeol mendekatkan kepalanya ke wajah Amber, aroma nafasnya menerpa wajah Amber, bibirnya hanya beberapa senti dari bibir Amber. Chanyeol menempelkan bibirnya yang suhunya tidak wajar ke bibir Amber.

Ciuman meraka diawali seperti biasa-Chanyeol tetap sehati-hati biasanya. Kecupan bibirnya itu langsung membuat Amber melupakan segala kekhawatirannya dan berkonsentrasi untuk ciuman ini. Bibirnya terus menempel di bibir Amber, panas dan lembut, tapi Chanyeol hanya mematung.

Secara instingtif dan gairah yang menggelora Amber melumat bibir Chanyeol, merangkulkan kedua tangannya ke leher Chanyeol dan membiarkan dirinya hanyut dalam ciumannya yang mendominasi, terlalu antusias malah.

Tangannya mendekap tengkuk Chanyeol erat-erat. Amber bisa merasakan bibir Chanyeol tertekuk ke atas seraya melepaskan ciumannya. Chanyeol menyusupkan jari-jarinya ke rambut pendek Amber dan menarik wajahnya.

"Jangan nakal," desahnya di pipi Amber.

Chanyeol menurunkan kedua tangan Amber ke bahunya, dan kedua lengan Chanyeol memeluk pinggang Amber. Chanyeol menempelkan bibirnya sekali lagi dengan lembut ke bibir Amber.

Mulanya lembut seperti bisikan, kemudian sekonyong-konyong lebih ganas, namun tetap lembut dan erotis. Melihat cara Chanyeol menciumnya, seolah olah Chanyeol lupa bahwa ia harus berhati-hati, padahal ia baru saja mengatakan 'Jangan nakal'. Tampaknya Chanyeol memang lebih suka Amber pasrah dan seperti sudah melupakan hal-hal sepele yang akan membuatnya kehilangan kendali ketika berhubungan fisik.

Sensasi ciuman Chanyeol kali ini membuat sulit mengingat apapun saat ini, sulit mempertahankan pikiran jernih. Ciuman yang seperti ini mengingatkan Amber pada waktu sebelum Chanyeol menjadi seperti sekarang, ciuman yang bebas tanpa batas.

Napas mereka memburu. Perlahan-lahan Chanyeol mendorong Amber ketembok, menjepitnya ke dinding menggunakan pinggulnya.

'Oh, Ya ampun, Chanyeol'

Amber mengerang di dalam mulutnya, bibir Amber yang terbuka memberi celah lidah Chanyeol. Lidahnya ahli menjelajahi mulut Amber. Chanyeol tidak pernah lagi mencium Amber seperti itu semenjak menjadi Pirokinesis, karena demi kepentingan Amber, tapi Amber bisa merasakan Chanyeol juga menginginkan ini.

Lidah Amber membelai dan bergabung dalam tarian erotis nan lambat lidah Chanyeol. Amber berjingkit agar dapat menungkup wajah Chanyeol. Tangan Chanyeol semakin merengkuh tubuh Amber dan pinggulnya terus menekan Amber. Luapan gairah langsung meledak diruangan itu. Chanyeol melepaskan ciumannya, nafas mereka sama - sama memburu.

"Kau sepertinya mulai terkendali soal yang satu ini" kata Amber megap-megap.

Chanyeol menyeringai di bibir Amber.

"Kris bilang aku harus lebih sering berhubungan fisik, agar terbiasa" kata Chanyeol, terkekeh.

"Itu terdengar menyengkan" Amber menyeringai licik.

Chanyeol menyentuh bibir Amber yang bengkak, memerah karena ciumannya. Amber menyentuh bibirnya sendiri ia merasakan bibirnya seperti melepuh dan tebal, mungkin sekarang terlihat seperti bibir Angelina Jolie keadaannya.

"Tidak apa apa, Amber. Bibirmu baik - baik saja" mereka berdua tersenyum.

"Chanyeol," bisik Amber.

"Ya, sayang"

"Boleh aku menyingkir sekarang? Aku sangat kegerahan" protes Amber sambil mengusap keningnya yang bercucuran keringat.

Chanyeol terkekeh kemudian melepaskan pelukannya.

"Tampaknya kau tidak usah bersusah payah membakar kalori"

"Ya, itu ide yang bagus"