18 September 00:06
"SELAMAT ULANG TAHUN!" pekik Victoria, Sulli, Luna, Krystal dan Minhyuk.
Seketika rumah Amber penuh dengan canda tawa teman-temannya. Membuat kebisingan yang kawatir akan menganggu tetangga. Mereka membawa Dua box pizza, dua ember ayam KFC, selusin cola, Heineken, dan kue tart yang bertuliskan 'Feliz Cumplea-os, AJL! We love you!' di atas kuenya.
Amber tak sepenuhnya bisa menghindari teman-temannya, jadi terpaksalah ia meluangkan beberapa jam berlagak riang. Ia benar-benar berusaha menunjukkan kegembiraan mendapat kado-kado yang sudah ia minta untuk tidak usah dibelikan.
Pesta ulang tahun semalam suntuk dengan kawan-kawannya pun berlalu. Amber tidur ketika jarum jam menunjukkan pukul 5:40. Matahari di luar mulai meninggi, samar-samar sinarnya masuk dari sela-sela tirai jendela kamar yang masih terutup. Tapi mata Amber masih ingin terpejam. Hingga akhirnya ia telat datang ke kampus dan melewatkan mata kuliah pada jam pertama.
Sorenya Amber lebih kawatir lagi dan membuat hari-harinya semakin gelisah saja memikirkan kejutan yang akan diberikan oleh Chanyeol.
Amber mendengar suara mobil Chanyeol memasuki halamannya. Ia mengintip dari jendela kamarnya. Mobil putih itu sudah ada di sana. Amber bergegas turun membukakan pintu.
Chanyeol turun dari mobil berjalan menghampiri, wajahnya berseri-seri girang. Bila di lihat dari penampilannya hari ini, Amber mencium aroma kejutan berupa pesta. Karena tidak biasa-biasanya Chanyeol menata rambutnya begitu sempurna, rambutnya di-gel hati - hati. Terlebih ia mengenakan kemeja putih lengan panjang yang di lipat hingga siku. Yang mungkin saja ia menyimpan dasi kupu-kupu dimobilnya, pikir Amber.
Chanyeol menghampiri dengan menggenggam kotak pipih terbungkus kertas kado perak dan di hiasi pita hitam, membuat kening Amber berkerut.
Amber sudah memberi tahu Chanyeol bahwa ia tidak menginginkan apa-apa, apa pun, baik itu kado maupun perhatian yang berlebihan, untuk hari ulang tahunnya kali ini. Jelas, keinginan Amber ternyata diabaikan.
"Selamat ulang tahun," bisiknya, lalu membungkuk untuk menempelkan bibirnya ke bibir Amber. Amber berjinjit agar bisa berciuman lebih lama, tapi Chanyeol melepaskan bibirnya.
Chanyeol yang melihat raut kecewa di wajah Amber, menggantinya dengan ciuman lembut di pipi di tambah pelukan hangat, dalam artian benar-benar seperti memeluk orang yang sedang demam tinggi.
Amber mendongak "Kau sudah mengucapkannya lebih dari sepuluh kali" erangnya, sambil melepaskan pelukannya.
Chanyeol menyunggingkan senyuman kesukaan Amber. Senyuman itu selalu mengirimkan reaksi yang selalu membuat keringat menjalar di punggung hingga tengkuknya.
"Kau mau membuka kadonya sekarang atau nanti saja?" tanyanya penuh semangat sambil melingkarkan lengannya ke pinggul Amber. Chanyeol mengabaikan Amber yang cemberut.
"Kita kan sudah sepakat, tidak ada kado-kadoan," protesnya.
"Amber, aku kan selalu memberikan kado untukmu setiap tahunya, itu seperti ritual untukku, dan sesuai permintaanmu aku tidak mengeluarkan satu won pun untuk hadiahmu"
Amber memandangi kotak kecil pipih ditanganya yang terlihat seperti kotak CD.
"You're welcome" ujar Chanyeol sambil nyengir.
Amber mendengus.
"Oh, ya ampun, coba lihat matamu!" Ia berdecak-decak dengan sikap khawatir. "Apa yang kaulakukan semalam? Kau berpesta semalam suntuk, ya?"
"Umm, ya, mereka benar-benar merajalela. Dan sekarang aku agak pusing" Amber memijit-mijit pelipisnya. Berharap itu bisa membatalkan niat Chanyeol untuk mengajak Amber mendatangi kejutan untuknya.
"Kurang tidur dan bir membuat kondisimu buruk, tau"
"Aku tidak minum banyak kok, kau tidak keberatan kan kalau aku tidur dulu" katanya berusaha mencari-cari alasan.
"Kau bisa tidur di mobil selama perjalanan"
Serta merta Amber mengerucutkan bibirnya.
"Ayolah jangan muram begitu, sebelum-sebelumnya kau menikmati hari ulang tahun dan kejutan."
Ulang tahunnya kali ini terasa sangat berbeda untuknya. Karena, ini adalah ulang tahun pertamannya tanpa Daniel. Walau Daniel sama saja dengan Chanyeol, tidak benar-benar mendengarkan keinginannya bahwa ulang tahunnya kali ini ia tidak menginginkan apa-apa. Tapi Daniel malah mengirimkan hadiah sepatu Timberland desain terbaru.
Walau Daniel bilang itu hadiah dari mantan pasiennya. Yang benar saja? Apa Daniel curhat tentang anak perempuannya yang tomboy yang akan berulang tahun, dan sedang menyisihkan uang jajan agar dapat membeli sepatu seperti yang pernah Chris Brown kenakan, hingga memberitahu ukuran kakinya. Sepertinya tidak.
Lalu ulang tahun kali ini artinya semakin hari ia memang semakin tua, sedangkan Chanyeol November nanti umurnya akan berhenti dan selamanya dia akan berumur dua puluh satu tahun. Amber menggelengkan kepala, benar-benar tidak ingin membayangkannya lebih jauh.
Chanyeol yang merasakan keresahan Amber langsung memeluknya, membelai rambut Amber yang halus dan seharum madu, membelai pipinya saat Chanyeol mengecup dahinya.
"Sudah, tidak usah muram begitu. Kau pasti akan menikmatinya seperti yang lalu-lalu. Semua orang akan bersikap baik padamu hari ini"
Senyum Amber mengejang kaku.
"Jadi, kau ikut denganku?" sambungnya. Dari ekspresinya, Chanyeol merencanakan sesuatu yang justru ingin Amber hindari.
Amber menghela nafas menyerah. Apa bedanya kalau ia menolak. Pasti Chanyeol akan mengeluarkan jurus seribu satu rayuan mautnya agar Amber menyerah.
"Kali ini aku tidak ingin mataku ditutup"
"Your wish, my command ma'am"
***
Mereka sampai di depan rumah reservasi. Lampu-lampu bersinar terang dari setiap jendela. Chanyeol turun membukakan pintu untuk Amber, lalu mengulurkan tangan membantu Amber turun dari mobil.
"Aku tidak lumpuh, Chanyeol" bentak Amber.
Ia jarang marah kepada Chanyeol, dan nadanya yang ketus membuat Chanyeol menarik tangannya kembali dan menahan tawanya melihat reaksi Amber yang menurutnya lucu. Itu karena Amber begitu gugup menghadapi kejutannya kali ini, yang mungkin melibatkan seluruh penghuni reservasi, ditambah suasana hatinya yang jelek karena menyadari sebuah kenyataan karena bertambah tua. Jadi kata-kata yang keluar dari mulutnya terdengar lebih tajam daripada yang sebenarnya ia maksudkan.
Amber menarik napas dalam-dalam beberapa kali untuk menenangkan diri.
Begitu Amber melangkah masuk, mereka menyambut Amber dengan teriakan nyaring, "Selamat ulang tahun, Amber!" sementara Amber menunduk dengan wajah merah padam.
Amber menebak-nebak, siapakah yang menata ruangan ini dengan menutup bagian langit-langit ruangan dengan balon-balon berwarna biru muda, hitam dan putih dengan pita pastel, lilin-lilin dalam gelas yang ditata tiap sisi ruangan dari pintu masuk hingga anak tangga. Perabotan yang biasanya memenuhi ruangan itu dipindahkan, hingga memberikan kesan luas dan besar yang ditata menyerupai ruang pesta yang chic.
Dinding dihiasi neon warna-warni bertulisakan 'HAPPY BIRTHDAY, AMBER!'. Lusinan gelas kristal di isi mawar putih dan biru muda di tiap meja. Meja bundar bertaplak putih diletakkan di sebelah grand piano, dengan kue tart berwarna senada dengan tema, tidak lupa susunan kado berbagai ukuran terbungkus dengan kertas beraneka warna disamping kue tart itu. Vas-vas kristal cantik diisi bunga mawar menghiasi meja hidangan itu dengan tumpukan piring kaca dan gelas-gelas coctail.
Amber meneguk salivanya. Itu ratusan kali lebih parah dari pada yang ia bayangkan.
"Namanya juga pesta," Chanyeol mengingatkan Amber. "Kau pasti menikmati pestamu."
"Oh, great!," gerutu Amber.
Amber melihat Kris bersandar di tiang di kaki tangga, jangkung dan pirang, tetap semuda dan serupawan biasanya. Baekhyun berdiri dekat lorong ruang makan sambil nyengir-nyengir. Irene, Chen dan Kyungsoo berdiri di belakang Suho dan Xiumin yang mengapit Sehun.
Sepeti biasa, Sehun tidak tersenyum, lalu muncul pertanyaan dibenak Amber. Benarkah Sehun sejak dulu sudah begitu... wajahnya? Kaku, seperti memiliki banyak masalah yang membebaninya, walau begitu ia tetap tampan.
Kyungsoo memperhatikan dengan tatapan melototnya. Kai nyengir lebar. Luhan dan Lay berdiri di samping meja dengan tumpukan hadiah dan kue tart. Dan tidak aneh lagi, Irene luar biasa cantiknya, ia mengenakan kemeja chifon warna pastel dan rok pendek sepan Khaki, rambut merahnya tergerai indah-nyaris menyakitkan Amber melihat ke anggunannya.
Kai berjalan cepat menghampiri Amber. Wajah kecokelatannya berseri-seri di bawah rambut hitamnya yang di tata tidak kalah kerennya dari Chanyeol.
"I don't suppose you'd like to come, do you?" tanya Kai, senyuman merekah diwajahnya, tampak lebih manis dari biasanya.
"Yup, I just felt like coming" Amber mengangkat bahunya lalu melirik Chanyeol.
Kai sangat antusias dengan pesta ini, dan membuat Amber berspekulasi bahwa Kai-lah yang merencanakan ini semua.
"Aku punya pertanyaan. Siapa Event Organizer acara ini?"
Kai tunjuk tangan dengan antusias. Tidak salah lagi. Kai selalu selangkah di depannya.
"Well, I'll be dipped. You've really outdone yourself, Kai!" puji Amber datar. Tawa Kai pecah berderai.
Chanyeol merasakan kegalauan Amber merangkul pinggangnya dengan sikap menyemangati, lalu mengecup puncak kepalanya.
"Malah tadi aku mau merubah rumah ini menjadi klub malam dadakan, melihat, kau sewaktu Chanyeol tidak ada kau suka ke tempat..."
"Tidak..tidak...! Aku tidak seperti itu" sergah Amber, berusaha menolak tuduhan Kai. Malu karena Chanyeol belum mengetahui soal itu.
"Wow" ledek Chanyeol.
"Aku hanya menghilangkan penat, Chanyeol," ungkap Amber jujur "dan tidak sering" tambahnya membela diri.
Chanyeol hanya tersenyum menanggapi itu.
"Waktunya buka kado!" seru Lay. Lay mengapit siku Amber, menariknya lebih dekat ke meja penuh kado. Amber memasang wajah topeng terbaiknya.
Baekhyun maju mendekati meja. "Apa kau sudah siap?" tantang Baekhyun.
"Sudah siap membuka hadiahmu, kan?" ulang Kai.
"Yay! Hadiah-hadiah" Chanyeol mengoreksi dengan tatapan penuh harap.
Amber mendesah "Apa pesanku yang ku titipkan ke Chanyeol tidak sampai pada kalian bahwa 'aku tidak menginginkan apa-apa-'"
"Sampai kok," sergah Lay. "Tapi Kai benar-benar tidak bisa dikendalikan, ia memanfaatkan situasi ini untuk memberimu kejutan besar-besaran".
"Maaf tentang ini, Amber," bisik Chanyeol. "Aku tidak sanggup menahan ulah sahabatmu"
Amber memelototi Kai.
Kai tak menggubrisnya."Aku kan tidak mendengar keluhan darimu langsung" senyum puas tersungging di bibirnya.
Amber berdecak-decak kesal.
"Lagipula, kita tetap merayakannya, jadi terima nasib sajalah" lanjutnya sambil merangkul Amber
Amber mendesah. Jarang memang bisa menang berdebat melawan Kai. Cengirannya semakin lebar begitu ia membaca sorot pasrah di mata Amber.
"Sudah santai saja. Ini, kado dariku, bukalah." Kai menyodorkan kadonya pada Amber.
Amber membuka kado segiempat sedang warna merah. Kado itu berisi kamera digital edisi terbatas dan super canggih dengan pencetak foto portabel, dengan resolusi warna hingga ratusan juta pixel, dan yang kabar bagusnya adalah kamera itu tahan air.
"Aku tau kau membutuhkan itu, kau selalu mengeluh tentang kamera lamamu..."
"Jangan menghina kameraku yang punya kepribadian, itu pemberian Ayahku" sergah Amber merengut sambil menjajal kamera di tangannya,
"Ini, buka kado dariku dan Sehun," kata Luhan, sambil meraup hadiah kamera dari tangan Amber, meletakkannya dimeja dan menggantinya dengan kotak segiempat besar warna turquoise.
"Here, stright from France" Ia begitu bersemangat hingga suaranya terdengar melengking tinggi.
Sehun menyelinap, beringsut lebih dekat dari biasanya agar bisa melihat lebih jelas.
Amber membuka tutupnya, kotak itu berisi cokelat almond dan zaitun dengan taburan wijen dan parutan Emas. Amber melotot dan mengalihkan pandangan dari kado itu ke Luhan dan Sehun secara bergilir.
"Aku pernah dengar dari otakmu, kalau kau sangat menyukai cokelat putih, jadi tidak ada salahnya aku memberikan itu"
"Seperti biasa, Luhan si tukang contek" gerutu Amber "Lagipula, aku tidak akan tega memakannya, ini pasti sangat mahal, dan apa katamu tadi, dari Perancis"
"Kai membantu meminimalisir biaya perjalanan, dan waktu pastinya" Luhan mengedipkan mata pada Kai dengan gaya mencolok. Kai nyengir mengangkat jempolnya.
"Terima kasih banyak, Sehun, Luhan" kata Amber. Luhan tertawa, Sehun tersenyum sekilas sambil mengangguk.
Kris bergegas maju sambil tersenyum. Kris mengulurkan amplop panjang berwarna biru dengan pita perak di bagian penutupnya. Amber belum pernah melihat Kris mengenakan hitam. Warna itu sangat pas untuknya, membuat ketampanannya benar-benar bagaikan mimpi. Bahkan Amber membayangkan bagaimana Kris mengenakan tuksedo pasti perempuan manapun akan gugup melihatnya, termasuk Amber.
"Buka ketika sudah sampai dirumah" ujarnya sambil mengulurkan tangan Amber dan meletakan amplop itu ke tangannya.
Entah terlalu gugup karena Kris atau terlalu terintimidasi dengan keadaanya yang hanya manusia biasa. Amber merasa, baginya, ia seperti penyusup tak diundang yang tiba-tiba merengsek kehidupan rahasia Forces. Namun kebaikan yang diberikan penghuni reservasi seperti berupa kekeluargaan, ikut berpartisaipasi dalam perayaan ulang tahunnya dengan sepenuh hati.
Bahkan dengan tumpukan kado yang berisi barang-barang mahal, dan amplop ini mungkin berisi uang ratusan dolar, cek, voucher atau tiket atau bisa kesemuanya. Dan bisa dibilang tahun ini adalah ulang tahun yang paling mengesankan.
"Ada apa Amber? Ada yang salah dengan hadiahku?" tanya Kris lembut sambil menatapanya dengan tatapan seorang ayah.
"Hah! Tidak. Hanya saja, kalian terlalu baik padaku, aku merasakan momen-monem menakjubkan hari ini. Awalnya aku tidak begitu bersemangat dengan pesta ini," Amber mengakui. "tapi merasakan kehangatan dan euforia kalian aku merasa terharu"
"Jangan nangis, kau jelek kalau menangis" ledek Kai.
"Tidak, bodoh," wajah Amber memerah menahan haru "mungkin ini hanya firasat konyolku. Tapi, aku merasa keseringan bergaul dengan teman-teman 'tahayul-ku', aku jadi terpengaruh. Maksudku, aku punya firasat... Aku merasa sepertinya umurku tidak akan lama lagi"
"Nah, Amber, Gerascophobia-mu kumat lagi" protes Kai
"Yeah, aku rasa begitu. Umur adalah topik sensitif untuku, kau ingat itu. Mungkin karena kalian makhluk awet muda, padahal hampir dari kalian semua adalah Pak Tua" Amber sengaja mengganti kata abadi dengan 'awet muda' agar kata itu tidak terdengar telalu mengintimidasinya. Mereka terkekeh mendengar keluhan Amber.
Irene berjalan anggun menghampiri Amber.
"Jangan bersedih begitu," ujar Irene sambil memeluk Amber.
Kemudian menyerahkann kotak kecil berwarna putih. Irene membuka tutupnya dan mengulurkan kotak itu pada Amber. Di dalam kotak itu ada sebuah sirkam kecil perak berbentuk bintang dengan batu-batu safir biru yang terlihat cantik sekali.
"Aku punya dua dan aku sengaja memberikan satunya lagi untukmu. Aku harap kau menyukai warna biru" sambil ia menunjukan sirkam yang sama menghiasi rambutnya.
Walau Amber tidak begitu menyukai barang-barang seperti itu, tapi Amber tidak bisa membohongi perasaanya bahwa ia menyukai sirkam itu.
"Thanks, Irene. It's really pretty".
"You're welcome. Ayo Lay, sekarang giliranmu" Irene menarik tangan Lay.
Lay mengangkat kotak kecil berwarna Amber.
Tiba-tiba Baekhyun menyerobot, berdiri memunggungi Lay. Membuat Lay cemberut.
"Aku duluan," sergah Baekhyun, lalu menoleh ke belakang menjulurkan lidah ke Lay.
Baekhyun adalah sosok paling bersinar, menyenangkan dan suka bercanda. Dalam banyak hal, ia sudah seperti bayangan sosok saudara kandung lelaki yang ingin Amber miliki sejak SMA dulu.
"Tanganku sampai gatal tidak sabaran ingin memberikan hadiahmu." Ujar Baekhyun senyum-senyum, mencurigakan.
Label di atasnya menandakan kado itu dari Baekhyun dan Chen. Amber was-was menerimanya. Alisnya berkerut sementara dalam hati ia menebak-nebak apa isi kado dari Baekhyun dan Chen yang kotaknya paling besar dan berat.
Amber membuka penutup kotak, isinya benar-benar mencengangkan, seolah-olah Amber ingin menjatuhkan barang-barang itu ke lantai karena syok.
Di dalam kotak itu ada blus berbahan satin hitam tanpa lengan, berpotongan square neckline, dengan detail berlipat-lipat bertumpuk dan sepasang heels 12 cm berwarna hitam, yang terlihat mengerikan bagi Amber.
"What is all this stuff?" pekik Amber, memelototi hadiah itu.
Baekhyun terbahak "Ya aku pikir kau butuh koleksi terbaru untuk lemari pakaianmu?"
"Eh, Thanks" gumam Amber meletakan hadiah di meja.
"Hei, aku tersinggung kau memperlakukan hadiah pemberian kami begitu saja" Baekhyun menegur Amber dengan wajah menekuk.
"Lalu?"
"Di pakai, dong? Kau kan harus memakai pakaian yang layak untuk pestamu" tuntut Baekhyun dengan menuding pakaian yang Amber kenakan.
"Tidak ada yang salah dengan pakaianku, Baek"
"Lihat saja lihat caramu berpakaian" Kata-kata Baekhyun nyaris berupa erangan.
Amber mengamati dengan seksama pakaian yang ia kenakan, hanya paduan membosankan parka diatas kaos oblong, jins biru dongker dan sneaker hitam yang biasa ia pakai sehari-hari. Lalu pandanganya beralih ke orang-orang diruangan itu yang mengenakan setelan Cassual.
Pantas saja Chanyeol tidak menyuruhnya ganti baju terlebih dahulu sebelum berangkat, setidaknya mengganti jaketnya dengan vest atau blazer agar terlihat cassual. Ternyata semua ini hanya jebakan.
"Well, I'm such a dummy with all this stuff . One other little thing, I've never been real fond of this." protes Amber.
"Well, it looks like you're going to be stepping outside your comfort zone, then" ujar Kai mengintimidasi, mengangkat-angkat alisnya penuh canda berkali-kali.
Amber menghela nafas "Apa harus?"
"Yeah, why not, it's Balmain" tegas Chen.
"Balmain!" ulang Amber terkejut.
"Ayolah, Kau tidak akan memalukan memakai itu" sergah Baekhyun.
Amber menatap Chanyeol was-was, berharap Chanyeol akan membelanya. Namun ia tersenyum mengejek.
"Lho, kusangka di hari ulang tahunku aku berhak menentukan apa yang aku inginkan."
"Ya, memang. Tapi kau tidak menghargai pemberian orang. Padahal aku dan Chen membelikannya tulus dan sangat berharap kau dapat menggunakannya dengan bijak, bukan untuk disimpan saja" jelas Baekhyun tidak sabaran.
"Oke, aku akan menggunakannya lain waktu"
"Sekarang," Baekhyun memaksa "Jangan lupa heelsnya harus dipakai juga...".
Chanyeol memotong ancamannya. "Rileks, Baekhyun. Biarkan saja Kalau Amber tidak ingin menggunakan heels itu. Ini kan hari ulang tahunnya." Bela Chanyeol. Baekhyun memutar bola matanya.
"See!" Imbuh Amber sambil memelototi Baekhyun.
"Sudah, sudah," kata Chanyeol lembut, "kau takkan seburuk itu."
"Aku akan mendandaninya," seru Irene menawarkan diri. "sepertinya dandananmu kurang heboh"
Irene dan Amber beranjak menaiki tangga menuju kamar Irene. Kamar Irene sangat luas dan feminim, di dominasi warna merah dan biru. Padahal Irene baru tinggal tiga hari disini, tapi dekorasi ruangan ini luar biasa, seperti sudah ada sejak dulu.
Irene membawa Amber ke kamar rias tersembunyi diantara pintu lemari yang tinggi-tinggi. Amber pandangi meja rias yang panjang, seluruh permukaannya dipenuhi berbagai pernak-pernik seperti di salon kecantikan dan parfum, melihatnya saja sudah membuat Amber tegang.
"Apakah aku benar-benar perlu dipermak?"
Irene mendorong Amber hingga terduduk ke kursi biru yang rendah, bantalan empuknya berbahan beludru.
"Jangan bawel, ikuti saja prosedurku" bentaknya sambil memalingkan kaca rias agar Amber tidak bisa melihat hasilnya sebelum selesai.
Amber bersandar di kursi berusaha rileks. Irene mulai memoles wajeh Amber dengan cleanser.
Selama proses merias Amber terus mencengkeram sisi kursi. Sampai Amber mulai merasakan akibat kurang tidurnya semalam dan semakin terhanyut antara sadar dan tidak ketika Irene sibuk, mengampelas, mengilatkan dan memermak setiap jengkal permukaan wajahnya, sampai-sampai rasanya Amber kepingin menangis.
Lalu kedua tangannya mulai menyisir rambut asimetris Amber yang mulai memanjang. Irene mengangkat, memilin rambut Amber mengepang kecil-kecil rambut bagian sebelah kanan dengan gaya kepang cornrows side.
"Kalau rambutmu panjang pasti indah" puji Irene sambil memilin-milin rambut Amber. Amber hanya tersenyum simpul memerima pujiannya.
Walau hanya tiga puluh menit di dandani tapi rasanya seperti menghabiskan sebagian besar harinya di kamar Irene yang sangat luas. Menjadi korban tak berdayanya saat ia dengan senang hati menawarkan diri berperan jadi penata rambut dan penata rias.
Berkali-kali Amber merasa tak nyaman dan mengeluh. Ia selalu mengingatkan Irene bahwa ia tidak ingin menjadi badut. Irene juga menolak keinginan Amber bercermin sekedar mengintip hasil dandanannya.
Irene menyuruh Amber berdiri supaya ia bisa mengenakan blus itu tanpa merusak tatanan rambut dan riasannya. Irene mengangkat blus itu tinggi-tinggi, Amber tidak bisa mengumpulkan konsentrasinya. Itu adalah bagian yang paling menegangkan. Lutut Amber gemetaran saat Irene mereseleting blus itu. Amber mulai berkeringat karena tegang. Lalu yang terakhir Irene menyematkan sirkam hadiah pemberiannya.
"Sudah selesai," kata Irene dengan nada puas "Wah, Kau cantik sekali!" suara Irene sarat keterkejutan yang lugu, ia menyunggingkan senyum puas melihat hasil karyanya sendiri.
"Ya ampun baju ini ketat sekali, rasanya seperti telanjang, apa ini benar ukuranku?" protesnya.
Amber mana paham soal gaun-gaun seperti itu, yang dia tau hanya kaos dan jaket keren di outlet khusus cowok.
"Aku terlihat sepeti pelacur tidak?"
Irene tertawa "Tentu saja tidak, Kau cantik Amber. Kau juga tinggi, jadi blus itu sangat cocok sekali denganmu."
Amber terus menaik-narik ujung blusnya, berharap blus itu dapat menutupi pahanya yang terbuka.
"Jangan ditarik-tarik begitu, nanti sobek. Oke, aku akan meminjamkanmu rompiku bila kau tidak percaya diri"
"Ide bagus"
"Nah, sekarang kau mau melihat dirimu?"
"Itu yang aku tunggu-tunggu dari tadi"
Irene menarik tangan Amber ke hadapan cermin besar berbingkai emas yang ukurannya nyaris dua kali tinggi badannya, dan beberapa kali lebih lebar.
"Kau siap?"
"As ready as I'll ever be"
"Tarik napas dalam-dalam, Amber." Kata Irene yang lebih bersemangat dari pada yang didandani "Ta Da..."
Reaksi pertama Amber melihat pantulan dirinya di cermin adalah kaget, kemudian senang. Ia seperti melihat orang lain dalam cermin itu dan cantik, tidak kalah cantiknya dengan Irene. Riasan wajahnya ringan, lalu rambut hitamnya yang pendek dan tebal ditata rapi dan penuh gaya.
Amber menyentuh dibagain kanan rambutnya yang di kepang kecil-kecil dan disematkan dengan sirkam pemberian Irene. Pantulan dirinya tersenyum puas melihat hasil karya Irene.
"Whoa..apa itu benar-benar aku?"
"Cantik, kan?" pujinya, hingga nyaris terdengar dilebih-lebihkan. "Kau mau memakai heelsmu?"
"Not today, please" Amber menolak tanpa ekspresi.