Chereads / The 13th Fates / Chapter 35 - 35. ANOMALY

Chapter 35 - 35. ANOMALY

"Tolong!!!" terdengar suara gadis di kedalaman hutan.

Lay yang sedang memotong kayu di pinggir hutan langsung menghentikan aktifitasnya setelah mendengar suara jeritan itu, yang sepertinya berasal dari seberang sungai. Lay menyebrangi sungai yang arusnya tidak begitu deras sambil membawa kapak. Gadis itu terus berteriak minta tolong.

Lay semakin dekat dengan sumber suara itu, namun ada suara lain, suara berbeda milik 2 pria yang terdengar berat dan serak. Lay melihat dua orang pria sedang berusaha melakukan tindakan asusila pada si gadis.

Pria yang berambut sepundak bertindak memegangi kedua tangan gadis itu kebelakang, dan pria berambut pendek yang berhadapan dengan gadis itu, berusaha menciumi si gadis.

Jaket milik salah satu pria itu tergeletak ditanah yang ia lemparkan begitu saja. Mereka tertawa liar ketika berusaha melucuti pakaian gadis itu. Gadis itu meronta-ronta lebih keras lagi untuk menolak.

"Lepaskan dia!" pekik Lay.

Dua pasang mata pria itu langsung terkejut dengan kedatangan Lay.

Pria yang berambut pendek menghampiri Lay, matanya kelewat sipit. Ia mengenakan kaos putih bertuliskan Black Label terlalu lusuh dan lepek, seperti sudah dikenakan berhari-hari, jins sobek-sobek dan sepatu boots hitam. Pria itu setinggi Lay dan berperawakan liar mengenakan anting hitam di kanan dan kiri kupingnya dan tato di sepanjang lengan kirinya. Wajahnya tidak begitu tua, sekitar pertengahan dua puluhan dan wajahnya sangat tirus hingga menegaskan tulang pipinya.

Yang berambut sebahu terlihat lebih muda seperti awal dua puluhan, mengenakan kemeja flanel, celana cargo dan sandal gunung, tubuhnya juga lebih besar dari yang berambut pendek. Pria berambut pendek berhenti semeter dari Lay, bau alkohol tercium walau pada jarak itu. Pria itu mengambil pisau lipat dari balik tubuhnya dan menodongkannya pada Lay.

"Jangan ikut campur, pergi sana!" katanya dengan suara serak yang dalam, sambil melayangkan-layangkan pisau ke hadapan Lay seolah-olah hendak mencongkel mata Lay.

Lay mengangkat kapaknya dan memberikan tatapan ancaman. Mata pria itu langsung terpaku pada kapak yang Lay bawa, mata kapaknya yang tajam dan dingin siap menggorok lehernya.

Ia menyerang Lay, hendak menusuk lehernya. Dengan responsif Lay menepisnya dengan gagang kapak, membuat pisaunya terlontar dari tangannya. Lay menghantam hidung pria itu dengan ujung gagang kapak hingga mematahkan batang hidungnya. Pria itu tersungkur ditanah memegangi hidungnya. Darah segar langsung mengucur dari hidung pria itu dan mengotori kaus putihnya. Dengan cepat Lay melayangkan kapaknya hendak menghabisi pria itu.

"Ampun! Jangan bunuh aku, tolong jangan bunuh aku" pekik pria itu penuh rasa takut, sampai-sampai tangannya gemetaran karena takut.

"Pergi dari sini, sebelum aku mencincang tubuhmu" geram Lay penuh ancaman.

"Oke..oke...ki..kita pergi" pria itu berdiri tersaruk-saruk dan meneriaki temannya untuk pergi.

Lay menghampiri gadis itu yang meringkuk menutupi wajahnya karena ketakutan. Hoodie merahnya kotor terkena noda lumut, jeans hitam yang gadis itu kenakan robek di bagian lutut dan dipenuhi noda tanah. Rambut bergelombang terurai yang dicat jingga nyaris merah berantakan dipenuhi serpihan daun yang basah.

"Hei, nona, kau baik - baik saja?" tanya Lay sambil menolong gadis itu untuk bangkit. Namun gadis itu meronta, berteriak dan memukuli dada Lay.

"Hei..Hei tenang...tenang nona," pekik Lay sambil memegangi kedua pergelangan tangan gadis itu.

"Aku tidak akan menyakitimu, kau tidak usah takut padaku" lanjut Lay mengajak gadis itu bicara sambil mengulurkan tangan agar diraih olehnya.

Gadis itu berhenti meronta dan melirik Lay dari balik wajahnya yang tertutup rambut merahnya.

"Kau baik - baik saja?" Lay mengecek keadaan gadis itu lewat matanya yang mencari-cari bagian tubuh yang terluka. Ia mengangguk samar, tatapannya masih sendu karena trauma.

"Siapa namamu?" Lay menyingkirkan rambut yang menutupi rambut gadis itu sambil menunggu jawabannya.

"I..Irene" ucap Irene terbata-bata, matanya masih tak sanggup menatap Lay langsung.

Sedangkan Lay terdiam tak dapat menyembunyikan kekagumannya pada sosok sang gadis, mulutnya terperangah, tersihir oleh kecantikan Irene, suaranya sangat lembut ketika ia menyebutkan namanya.

Tak sadar telah terperangah, buru-buru Lay mengatup mulutnya. "Aku Lay, dimana rumahmu?" tanya Lay ramah, namun Irene malah menangis kembali.

Irene menangis terisak-isak. Lay menunggu sampai Irene mampu bicara sambil mengusap-usap punggungnya seraya menenangkan.

"Aku..Aku..rumah ku..orang..orangtuaku" ujarnya terbata - bata, kemudian menangis lagi.

"Hei..nona tenanglah, ada apa dengan rumah dan orangtuamu?"

Irene hanya menggeleng-geleng kepala kalut, tubuhnya gemetaran karena takut.

"Kau mungkin bisa ikut denganku"

Irene berontak, wajahnya ketakutan.

"Jangan takut, aku orang baik, aku tidak akan menyakitimu, ayo ikut denganku, kau pasti kedinginan"

Irene masih menatap Lay curiga.

"Aku janji tidak akan menyakitimu. Ayo, aku bantu kau berdiri" Lay menopang tubuh mungil Irene membantunya berdiri.

Lay tidak dapat berhenti menatap wajah cantik gadis itu yang berbentuk hati dan tirus, usianya tidak mungkin lebih dari dua puluh tahun. Walau tubuhnya kotor karena lumut, tanah hutan dan dedauan basah, namun harum buah - buahan segar dan halus masih tercium dari rambutnya. Tubuhnya mungil dan kurus, lebih pendek dari Amber, walau umurnya delapan belas tapi rupa-rupanya terlihat lebih dewasa dari Amber.

Selama perjalan menujur rumah reservasi Lay terus menerus mencuri pandang melihat wajah Irene yang rupawan itu. Keseluruhan gadis itu elok dan tampak rapuh, namun kesempurnaan pada dirinya sangat memuaskan hati, hidungnya, jemarinya, bibirnya.

Mereka sampai di rumah reservasi putih.

"Ini rumahmu?" tanya Irene sambil mengehentikan langkahnya ketika Lay menariknya masuk.

"Ya, ada apa Irene?"

"Aku tidak mau masuk kedalam?"

"Irene, aku tidak akan berbuat macam-macam, aku sudah berjanji padamu bukan." Ujar Lay meyakinkannya sambil menarik tangannya.

Irene terdiam cukup lama untuk menjawab "Kau bukan mafia yang suka memperdagangkan wanita kan? Ini bukan tipuan yang kau buat, dan orang-orang tadi juga bukan suruhanmu kan?"

Lay tersenyum mendengar kecurigaan Irene, Lay yakin Irene remaja yang terlalu banyak menonton sinetron di TV.

"Tentu saja tidak, memang aku terlihat seperti itu? Kalau kau tidak percaya padaku, terserah. Kalau kau mau pergi, silahkan. Tapi mungkin penjahat tadi belum jauh dari sini"

Mata Irene langsung ketakutan menatap kejauhan hutan. Tubuhnya gemetaran karena rasa takut yang masih mencekamnya.

Lay masuk kedalam rumah dan mempersilahkan Irene duduk. Lay mencari-cari penghuni lain, namun tidak ada diruangan itu. Mungkin sedang di ruang DVD. Sedangkan Luhan menemani Kris pergi belanja kebutuhan rumah dan Chanyeol seperti biasa sibuk pacaran dengan Amber.

Lay mengambilkan selimut dan minuman isotonik untuk Irene dan menyampirkan selimut ke tubuhnya. Irene menceritakan apa yang terjadi padanya, bahwa ia yatim piatu, orangtuanya dibunuh oleh depkoleptor didepan matanya dan menyita rumahnya sebagai jaminan. Namun pembunuh orangtuanya tidak membiarkan Irene hidup, karena ia menjadi saksi mata atas pembunuhan orangtuanya.

Ia di kejar-kejar, pergi melarikan diri dari kejaran depkoleptor itu hingga masuk ke hutan, tapi ia berlari terlalu jauh hingga ia tersesat. Tiga hari ia tinggal dihutan, memakan ikan yang ia tangkap dan tumbuhan yang dapat dikonsumsi. Sampai akhirnya dia bertemu kedua penjahat tadi yang berpura-pura menawarkan bantuan.

Setelah mendengar penjelasan Irene yang cukup masuk akal, Lay menawarkan Irene untuk tinggal sementara waktu di rumah itu.

"Terima kasih Lay, kau baik sekali," Suara Irene yang selembut desiran angin membuat hidung Lay kembang kempis dan menimbulkan air liur disudut bibirnya. Lay balas tersenyum padanya.

"Tidak usah sungkan-sungkan, kau bisa tinggal disini sesukamu" ujar Lay tanpa berpikir lagi. Ia tak tega harus membayangi Irene terlunta-lunta di kerasnya kota. Lay memandangi tiap inci wajah Irene yang mulus tanpa cacat.

Kecantikan Irene jelas bukan sekedar anugrah, dalam bayangan Lay Irene pasti di idolai banyak pria-pria dan memandanginya kemanapun ia pergi. Mungkin pria-pria rela mengantri demi bercengkrama denganya atau mungkin teman-teman gadisnya pasti iri dengan kecantikannya.

Seisi rumah reservasi gempar akibat kedatangan Irene yang tidak diduga-duga. Sekarang Irene seperti benda berkilau yang ditunjukan kepada anak kecil. Mungkin laki-laki hidung belang bahkan berebut ingin bermeseraan dengannya.

Bahkan Kris sangat terkejut ketika baru pulang belanja mendapati orang asing berada dirumahnya, dan tidak habis pikir kenapa Lay langsung membawanya ke rumah. Kris menduga kalau Lay sepertinya menyukai gadis itu.

Kris berusaha lebih keras mengacuhkan sikap mereka terhadap Irene. Tapi tidak dengan Luhan, Luhan mulai mencari tahu isi pikiran si anak baru itu, penasaran, dan berpikir apa yang ada dipikar Lay sampai membawa gadis ini kemari. Mencari tahu apa pendapatnya ketika melihat para Forces, yang terlihat tampan namun berbahaya.

Itu seperti tanggung jawab Luhan untuk mengetahui segala reaksi seseorang, agar bisa mengetahui reaksinya dan isi pikiranya. Luhan bertindak sebagai pengawas, itu istilah yang paling sering diucapkan penghuni reservasi. Semua orang bisa ia baca pikirannya, ia bisa tahu apa orang itu jahat atau tidak, hal itu semata-mata untuk melindungi para Forces.

Jika orang asing mulai curiga, Luhan bisa memberi peringatan awal kepada Forces. Itu sempat terjadi-beberapa orang yang datang kemari dengan imajinasi berlebihan, mengaggap mereka bagaikan karakter Beautiful Creature.

Tak kala beberapa dari mereka memiliki pikiran yang menyeramkan, sama menyeramkannya dengan film horor yang tinggal di pelosok hutan, dan tidak banyak dari mereka yang datang memiliki khayalan kotor dengan penghuni reservasi. Kadang kala tebakan mereka betul dan membuat Luhan gelisah, dan Luhan memilih menyingkirkan orang-orang itu secepat mungkin daripada mengambil resiko.

Untungnya kebanyakan hanya terpesona dengan rumah dan isi rumah ini. Luhan tidak akan memberikan pikiran mereka kesempatan untuk menguji hipotesis dan teori mereka yang dimana pria tinggal satu atap berpuluh-puluh tahun, beramai-ramai di kejauhan hutan.

Tapi kali ini Luhan merasa ada yang aneh, Luhan tidak melihat apa-apa, seperti tidak ada orang. Sangat ganjil. Luhan mendongak memastikan kalau gadis itu masih ditengah kerumunan para Forces yang mengerubunginya. Sedikit heran. Luhan berusaha fokus menggunakan 'pendengaran' ekstranya-ini belum pernah dilakukannya.

Kemudian, selama sepersekian detik mata Luhan terpaku pada sepasang mata lebar gelap, pada wajah pucat yang menyerupai hati. Gadis itu masih duduk disitu, dan sedang melirik kearahnya. Tapi Luhan tidak melihat pikirannya, kini Luhan begitu serius memerhatikan gadis itu. Rona hangat merah muncul di pipi gadis itu ketika mata mereka saling bertemu. Tetap saja, meskipun mata mereka bertemu langsung, namun Luhan tidak dapat membaca apapun yang ada dipikiran gadis itu.

Luhan benar-benar tidak dapat melihat apapun di isi kepala gadis itu. Sejenak Luhan merasa tidak nyaman. Ini sesuatu yang jarang ia jumpai. Luhan merasa ada yang aneh dengannya hari itu, tapi cepat-cepat Luhan berfikir bahwa ia merasa baik-baik saja.

Karena khawatir dengan segala yang akan terjadi, Luhan mencoba lebih keras. Lagi-lagi pandangan Luhan terpaku pada mata lebar itu. Rona hangat merah muncul di pipi Irene lagi, lalu menunduk, malu kedapatan mencuri pandang.

"Gadis itu kelihatan rapuh dibanding gadis yang pernah aku temui selama hidupku. Irene kelihatannya sepemalu aku. Dan tidak ada gambaran kekejian yang yang tersirat diwajahnya". Luhan hanya bisa membaca emosinya lewat mata jernihnya yang dalam.

Luhan bisa melihat dengan jelas bagaimana Irene tidak nyaman disana, berbincang dengan orang asing, menjadi pusat perhatian. Luhan bisa merasakan perasaan malunya dari caranya menahan pundaknya.

'Bisa dibilang dia cantik. Lebih dari sekedar manis, wajahnya menarik. Wajahnya simetris, dagunya yang lancip imbang dengan tulang pipinya yang tirus;-kulitnya putih bersih dengan rambut berwarna ekstrim dicat berwarna kunyit namun terlihat kontras; dan matanya, mata yang penuh rahasia....'

Luhan menatapnya dengan intens, coba menerka satu dari segala rahasia dirinya. Misteri dibalik pikirannya.

Lalu ada hal lain yang membuat Luhan lebih tertarik dari pada apa yang Irene pikirkan, yaitu senyumannya. Saat dia tersenyum, terlihat sedikit malu - malu, membuat Luhan seperti terhipnotis membuatnya ikut tersenyum dan lupa dengan tujuan awalnya. Luhan berusaha fokus kembali. Seluruh kemampuannya jadi berpusat disekeliling gadis itu. Luhan mulai frustasi.

'Apa yang dia pikirkan, apa jangan-jangan ada yang salah dengan dia?' Rasa frustasi itu makin lama makin menjadi, bukanya menghilang.

Luhan mencoba melihat pikiran segerombolan Forces yang mengelilingi gadis itu karena tidak terlalu yakin, karena ini belum pernah terjadi sebelumnya. Menyelidiki apa ada yang salah dengan dirinya atau apa? Ini sungguh langka.

Ternyata kesunyian tidak hanya dipikiran gadis itu namun juga ke semua Forces yang ada diruangan. Biasanya pengelihatannya selalu muncul alami, tanpa diminta; dan Luhan tidak pernah sampai bersusah payah seperti ini. Tapi Luhan lebih fokus sekarang, mencoba menembus penghalang apapun di sekelilingnya, mungkin karena terlalu bising. Lagi-lagi gagal tetap tidak ada apa-apa selain hening.

Sepasang mata hitam yang membingungkan itu masih menatap Luhan, kelihatan bertanya-tanya apa arti Luhan memperhatikannya. Tentu saja, Luhan tidak tahu pasti apa arti tatapan misteriusnya. Luhan tidak dapat mendengar pikirannya. Mata Irene terus bertanya-tanya.

'Apa yang terjadi denganku? Kenapa aku tidak bisa membaca pikiran orang?'

Sepasang mata yang mendadak sepertinya menatap Luhan bosan. Dengan helaan berat Luhan menyerah, kemudian berdiri.

"Kris aku ingin bicara dengan mu" bisik Luhan gelisah. Sambil menarik tangan Kris kelorong.

"Ada apa, Luhan? Kenapa Kau tidak mengirimkan telepatimu padaku tentang gadis itu?"

"Itu masalahnya yang ingin aku ceritakan, aku...aku tidak bisa menembus bahkan mendobrak pikirannya. Aku tidak bisa membaca pikirannya, selain kesunyian, begitu juga dengan Forces lain, termasuk Kau Kris. Aku tidak tau apa yang terjadi padaku, aku merasa ada yang aneh denganku hari ini"

"Oke..oke tenang, kita akan cari tau secepatnya"

Luhan memandangnya kembali dari kejauhan lorong. Saat ini Luhan sangat ingin mengetahui apa yang Irene pikirkan. Tapi pikirannya selalu seperti tertutup sesuatu, walau matanya membelalak sangat terbuka, mungkin Luhan bisa membacanya lewat situ. Luhan berpikir, pikiran Irene akan selamanya jadi misteri. Teka teki yang akan terus mengganggu pikiran luhan, teka teki yang sulit dipecahkan, hanya sorot matanya suatu klu untuk Luhan.

***

'Sepertinya Aku mengenalinya, tidak sulit kalau di lihat dari ciri-cirinya seperti yang di ceritakan oleh Chanyeol, tidak salah lagi itu pasti Irene. Memang siapa lagi gadis yang tinggal disini. Gadis itu kelihatannya biasa saja tuh tidak seperti model-model Sport Ilustared yang Baekhyun ceritakan'. Batin Amber.

Kesan pertama Amber melihat Irene adalah gadis itu terlihat cukup baik, lebih pemalu darinya, dan tertutup. Wajahnya berbentuk hati, dagunya lancip, matanya bulat, bibirnya penuh dan tipis, hidungnya kecil, rambut merah panjangnya yang di cat warna merah terlihat sempurna. Rambutnya dengan elegan di ikat kebelakang, kuku-kuku tanganya mengkilap oleh sentuhan profesional, begitu juga kuku kakinya yang tampak jelas diblik sendal slipper bulu, kulitnya tampak terawat.

Bila dilihat dari rutinitas perawatan pada tubuhnya, jelas Irene lebih feminim dan lebih menarik dipandang. Tubuhnya juga langsing, tidak heran mengapa setiap laki-laki melihatnya begitu indah dan tidak bosan, bagaikan berlian yang digosok setiap hari, semakin berkilau.

Mendadak saja Amber mulai mengkawatirkan Chanyeol, mungkin reaksinya nanti akan berlebihan mendapati Chanyeol diam-diam mengagumi Irene.

"Hai... Aku Amber" Sapa Amber ramah sambil menyodorkan tanganya. Irene mendongak, mata-lebar hitamnya terkejut-hampir bingung-dan penuh tanya, muncul kerut kecil diantara matanya. Butuh satu setengah detik untuk dia menjawab.

"Aku Irene," suaranya gugup, tampak tidak nyaman "Kau, pacarnya Chanyeol?" Lanjut Irene bertanya. Tutur kata Irene lembut sekali. Amber tertawa sopan sebelum menjawab.

"Ya, begitulah" Aku Amber malu - malu.

Irene tersenyum manis. Sedetik kemudian Irene mengerutkan dahi, seakan itu membuatnya tidak senang, namun Amber tidak melihat perubahan itu.

"Kau beruntung mendapatkan Chanyeol"

Amber tertawa "Iya, aku pikir juga begitu".

Samar-samar Irene menganggukan kepalanya. Tiba - tiba Amber merasakan perbedaan yang sangat segnifikan duduk bersebelahan dengan Irene. Amber yang sangat sederhana dan tomboy, tak jarang memakai baju asal-asalan; asal ambil yang ada dilemari, sepatu butut, celana robek dilutut atau t-shirt funky yang tipis dan bolong disebagaian sisi karena tua. Kadang bila ingin lebih rapi Amber memakai luaran vest, kemeja Flanel, jaket denim atau jaket kulit.

Berbeda dengan Irene, ia sosok yang sangat menarik, bermake up natural, rambut yang dikuncir kebelakang begitu anggun, baju rajutan diatas lutut berwarna navy berkerah tinggi menunjukan lekuk tubuhnya.

'Dia kurus, sepertinya dia butuh sedikit lemak biar sedikit berisi'. Saran Amber dalam hati.

"Ayo Amber kita pergi sekarang" ajak Chanyeol sambil menarik tangan Amber untuk bangkit dari sofa.

Irene terdiam, melihat Chanyeol dengan ekspresi aneh. Mata Irene selalu mengisyaratkan sesuatu yang lain ketika melihat Chanyeol, Chanyeol tersenyum padanya sekilas. Tatapan Irene...lembut, kemudian seakan ada sesuatu dengan Chanyeol yang membuat dia...emosional?

Saat itu Luhan memandangi Irene yang sedang duduk memperhatikan Amber dan Chanyeol berlalu. Para Forces diam-diam sedang menikmati menontoni gadis itu dari dinding kaca ruangan sebelah. Irene hari itu memakai baju yang sangat menggiurkan.

'Seharusnya dia tidak perlu memakai baju seperti itu ditempat yang isinya laki-laki semua, buruknya lagi aku tidak bisa membaca isi kepala Forces disini, jaga-jaga mungkin ada yang punya pikiran kotor lalu diam - diam masuk kamar Irene dan...'

Luhan cepat cepat membuang pikiran jelek itu dan beranjak pergi kekamarnya. Di dalam kamarnya Luhan terus berkutat dengan pikirannya. Lagi-lagi, rasa penasaran membakar Luhan. Seakan Luhan harus mengetahui apa yang Irene pikirkan__instingnya. Namun apa daya setiap kali berusaha ia tidak menemukan sesuatu yang berarti__kosong, tidak ada apa-apa.

'Apakah sifat orang sesulit ini ditebaknya bila tanpa kemampuan telepatiku?' Tiba - tiba Luhan kawatir kehadiran Irene menjadi duri dalam kehidupan Force.