Waktu siang ke petang berjalan sangat lamban, Amber menunggu sangat gelisah, berkali - kali matanya melirik kearah jam dinding yang jarumnya seperti enggan bergerak. Amber menunggu sambil menghabiskan waktu untuk mengerjakan tugas kuliah lalu membaca novel A Million Little Pieces.
Jam menunjukan pukul lima sore, Amber beberes rumah dan kamarnya sebelum Chanyeol datang. Semua sudah ia lakukan, jam sudah menunjukkan pukul enam, pelan-pelan langit berubah orange keungu-unguan, matahari pun tenggelam diufuk.
Amber memandangi jendela kamarnya yang mulai hitam kosong sambil menggigit bibir. Amber gelisah karena Chanyeol belum juga datang.
Akhirnya suara lengkingan bell yang biasanya mengganggunya berbunyi sangat indah bagaikan lonceng katedral, karena ia tau itu adalah orang yang ia tunggu - tunggu sedari tadi yang menekannya. Amber terlonjak buru-buru ia menuruni anak tangga, tak mau Chanyeol menunggu terlalu lama. Amber melirik dirinya di cermin ruang depan sebelum membuka pintu.
Amber berlari kearah pintu sampai lantai linoleum berdentum karena pijakannya. Dengan terengah-engah Amber segera merenggut pintu hingga terbuka lebar dan bersemangat.
Amber melihat Chanyeol berdiri disana. Amber tidak pernah bosan memandangi wajah Chanyeol. Mata Amber menyusuri garis-garis wajahnya yang berbentuk oval, rahangnya yang sempurna, garis hidungnya yang lurus, lekuk bibirnya yang lembut kemerahan, bibir bawahnya yang sensual terbelah membuat pikiran Amber melantur sesaat, bibir itu sekarang menekuk membentuk senyuman memamerkan sederet gigi putihnya yang sempurna dan menimbulkan lesung pipi dipipi kirinya, dahinya mulus, matanya yang bulat memandang Amber hangat dan penuh cinta, dibingkai bulu mata tipis dan alis hitam, sudut matanya tertarik membentuk efek senyuman. Amber tidak pernah absen menikmati setiap sudut wajah kekasihnya. Chanyeol meraih tangan Amber, membuat Amber mendesah ketika jari-jari Chanyeol yang hangat menyentuh tangan Amber, membuat Amber membalas senyuman Chanyeol.
"Hai". Sapa Chanyeol, membuat Amber tersenyum kembali mendengar sapaan Chanyeol yang anti klimaks. Tangan mereka saling bertautan, Chanyeol membelai pipi Amber dengan punggung tanganya.
"Kenapa lama buka pintunya? Sampai membuatku rindu karena menunggumu didepan pintu" Tanya Chanyeol, suaranya sarat akan keluguan yang dibuat-buat dengan suaranya yang berat.
"Aku lama?"
"Sedikit" seru Chanyeol, lagi-lagi sok lugu.
"Maaf, tadi aku mengecek penampilanku dulu sebelum menyambutmu" Aku Amber sambil menggaruk garuk tengkuknya.
"Kau tidak perlu melakukan itu Amber, kau tetap__menarik" tatapanya kali ini menggoda.
Amber tersenyum, mata Chanyeol memandangi tubuh Amber lalu naik lagi menatap matanya, tatapannya langsung menusuk Amber. Amber menarik tangan Chanyeol masuk kedalam rumah, Chanyeol menutup pintu lalu mereka berciuman, pelan - pelan dengan lembut, hembusan nafas Chanyeol yang hangat menerpa mulut Amber yang terbuka hingga Amber bisa merasakan aroma nafas Chanyeol di lidahnya, sungguh nyaman dapat berciuman dengan orang yang tepat dan mencintaimu.
"Kau sudah makan?" tanya Amber disela-sela ciuman. Ciuman mereka melambat, Chanyeol menempelkan bibirnya di pipi Amber, mencium pipinya yang bersemu.
"Belum, kita pesan McDonald's saja, gimana?" sambil Chanyeol merangkul pinggang Amber dan menariknya ke dadanya. Amber tau Chanyeol akan mengusulkan untuk delivery order saja, tapi ada bagusnya juga usulan Chanyeol, lagi pula Amber sedang tidak ingin memasak dan ingin menghabiskan waktu berdua dengan Chanyeol saja.
Setelah makan malam Amber dan Chanyeol memutuskan untuk menonton TV, namun Amber tidak berminat dengan channel yang Chanyeol tonton, berita kriminal, Amber memilih membaca majalah yang baru ia beli tadi pagi. Chanyeol dengan serius mendengarkan berita kriminal di TV sambil menyesap sebotol bir ditanganya. Sesekali Chanyeol melirik Amber yang sedang membolak balikan halaman majalah.
"Aku dengar dari Kyungsoo katanya Kai sedang mengalami masa sulit sekarang, dia seperti depresi" kata Chanyeol hati-hati sambil menangkap ekspresi Amber dan mencebik.
Amber menghembuskan napas.
"Sepertinya kau melukai perasaannya" kata Chanyeol sambil menyeringai.
Amber membulak balikan majalahnya, kehilangan fokus. Terasa sekali sekarang perhatianya terpusat pada Kai, dan kenapa tiba-tiba Chanyeol begitu memperdulikan Kai, bukankah Chanyeol tidak menyukainya.
"Tidak apa-apa, aku hanya ingin tahu seberapa parah, ternyata separah itu" kata Chanyeol lega sambil meregangkan kakiknya diatas meja dan menyesap birnya lagi.
Amber mendecak decakan lidahnya dengan sifat tak nyaman, ia berlagak tak peduli dengan membuka lipatan halaman selanjutnya, kenyataanya pikirannya kusut memikirkan Kai. Chanyeol melirik Amber sambil tersenyum.
***
Jam sudah menunjukan jam setengah sebelas malam, Chanyeol bisa saja menginap dirumah Amber kalau merasa perlu memintanya untuk menginap. Amber meringkuk dipelukan hangatnya, memiringkan tubunya saling berhadapan. Chanyeol menarik selimut yang tersampir di pinggir ranjang, menghamparkannya menutupi setengah tubuh Amber dan melingkarkan tanganya sebagai alas untuk kepala Amber sambil merangkul pundaknya. Bisa Amber rasakan bibir Chanyeol di rambutnya dan terpaan nafasnya yang panas.
"Beberapa bulan lagi kau berulang tahun, umurmu akan terus bertambah setiap tahun, namun kau tidak akan menua, kau akan abadi, mengingatkan aku pada Isabella Swan dan Edward Cullen, Bella terobsesi untuk hidup abadi agar selalu berada disamping Edward dengan sekali gigitan" Suara Amber bergetar saat mengucapkan kalimat terakhir, membuatnya bergidik dan mulas membayangkan bila Chanyeol menggigitnya.
Tapi bila itu satu satunya cara yang bisa ditempuh, mungkin Amber akan memohon mohon agar digigit Chanyeol, sama seperti yang dilakukan si karakter manusia biasa Bella Swan.
"That's creepy story, manusia yang jatuh cinta dengan hantu, jelas tidak bisa disamakan dengan cinta kita, walau sebenarnya aku iri dalam satu hal" Chanyeol menarik tubuh Amber lebih dekat lagi ke dadanya yang hangat. Amber memutar bola matanya, tapi Chanyeol tidak melihatnya.
"Aku tau Yeol, Kristen Stewart memang lebih cantik dari aku, kalau kau memang mendambakan perempuan seperti itu"
"Bukan itu, aku sama sekali tidak memikirkan hal tersebut" Chanyeol mengecup kening Amber dan mendesah.
"Lalu?" tanya Amber pelan.
"Aku iri, setidaknya Edward masih bisa merubah keadaan dengan gigitanya yang beracun itu, dan membuat pasangannya menjadi abadi"
Amber mengadah, mulut Amber terbuka lebar dan napasnya terkesiap dengan suara keras. Sementara itu Chanyeol mendadak ngeri ketika ia harus membayangkan dirinya melukai Amber dengan cara menggigitnya. Jelas Chanyeol tidak bisa melakukan itu, ia tidak sanggup melukai Amber sedikitpun. Seketika Chanyeol meringis.
"Kau tau aku sama sekali tidak menyukai cerita itu" protes Chanyeol, terdengar nada benci dalam suaranya.
"Kau tidak suka tapi kau sempat meniru gaya rambut Edward yang jabrik acak - acakan ketika sekolah dulu" ujar Amber sambil mengerucutkan bibir.
"Aku tidak meniru, tapi gaya rambut seperti itu sedang trend di kalangan siswa, jadi aku mencobanya. Kau saja sampai memujiku kalau aku lebih tampan dari Edward, ingat tidak?" katanya sambil mengangkat sebelah alisnya.
"Kali ini serius, Aku akan menua dengan cepat Yeol, aku akan keriput, rambutku akan beruban, gerakku melambat" kata Amber lirih. Chanyeol terdiam sesaat, kemudian jari Chanyeol yang hangat menyentuh lembut ujung dagu Amber, menahan wajah Amber agar tetap mengadah, ekspresi Chanyeol jauh lebih lembut dari sebelumnya.
"Aku tidak peduli dengan rupa-rupamu, walau kau gendut seperti gloria pun aku tetap mencintaimu, bahkan kalau kau keriput seperti..."
"Nenek lampir kau tetap mencintaiku" sambar Amber.
Chanyeol terkekeh, menghembuskan napasnya yang panas tepat di wajah Amber, sambil ia menyunggingkan senyum miring yang ia tahu itu akan meluluhkan hati Amber. Karena setiap kali Amber melihat senyuman itu selalu berhasil mengacaubalaukan pikiran Amber.
"There you go again. Fascinating"
Chanyeol terkekeh. Kemudian Amber menarik napas dalam - dalam dan melanjutkan topik awal.
"Tapi Yeol, aku pikir itu mengerikan, bagaimana kalau kita sedang berjalan jalan, pasti orang - orang menganggap aku Ibumu bahkan nenekmu"
"Akau akan mencium bibirmu penuh gairah didepan mereka biar mereka tau" jawabnya defensif.
"That's horrible, make out with grandma, that's your future idea" Amber mengerjap - ngerjapkan mata.
Sesaat Chanyeol terenyum membayangkannya kemudian menghela nafas dalam-dalam.
"Kau tidak perlu mengkhawatirkan apapun Amber, aku mencintaimu apa adanya dan tulus, umur kan hanya angka" suaranya berubah lebih lembut dan menenangkan dengan suaranya yang berat.
"Tapi aku akan mati 50 atau 60 tahun lagi Chanyeol, dan itu waktu yang sangat sebentar untukku" kata Amber berbisik.
Sejenak kesedihan Amber menganggunya dan menyadarkanya bahwa ia tak akan lama dengan Chanyeol, cepat atau lambat ia akan berpisah karena dirinya yang menua, kemudian sakit dan mati.
Wajah Chanyeol menekuk saat membaca kesedihan diwajah Amber, dengan hati-hati Chanyeol meletakkan tanganya yang panas dipipi Amber, mengecup bibir Amber dengan bibirnya yang hangat sekilas.
"Aku akan pergi menyusulmu, lagipula aku hanya tidak menua Amber, aku masih bisa mati dengan berbagai cara yang aku inginkan. Amber ketahuilah aku tidak bisa hidup di dunia yang dimana kau tidak ada. Kalau boleh jujur aku lebih baik tidak memiliki kekuatan sama sekali, agar aku bisa menemanimu disampingku dengan rambut memutih duduk diserambi, with our great grandchild and their laughter. Bila ada jalan keluarnya aku akan melakukan apapun, memberikan segalanya dan membayarnya seberapapun mahalnya, agar aku bisa hidup normal kembali dan selamanya berada disisimu. Honestly I don't know how to live without you"
Amber menyentuh tangan Chanyeol di pipinya. Amber menatap kekasihnya itu tak mampu berkata apa-apa. Kemudian Amber mendesah.
Amber meraba dada Chanyeol yang hangatnya kadang mencapai 45° C yang membuat kulitnya serasa tersengat sinar matahari bila disentuhnya, namun kali ini suhu tubuh Chanyeol lebih bersahabat. Amber mulai cukup terbiasa dengan suhu tubuh Chanyeol yang seperti orang demam tinggi.
Amber nyaman berada didekapanya, tubuhnya yang hangat seperti penghangat ruangan membuat Amber tidak merasakan hawa dinginnya malam yang mencapai 50° F.
Amber agak terkejut ketika jari-jari Chanyeol yang hampir panas menyusup kerambutnya, merengkuh kepala Amber kuat-kuat. Sebelah tangan Amber mengunci belakang leher Chanyeol, tangan Chanyeol yang satunya lagi meluncur menuruni punggung Amber, mendekap Amber lebih erat lagi, tubuh Amber mulai gemetaran kegirangan, tubuhnya mulai berkeringat, darah mengalir deras di sekujur tubuhnya.
"Aku mencintaimu, Amber" kata Chanyeol dengan penuh perasaan.
Amber menempelkan bibirnya di leher Chanyeol yang hangat.
"Aku juga mencintaimu, Chanyeol" gerak bibirnya menggelitik leher Chanyeol.
Menurut Amber tidak ada hal yang lebih indah selain menghabiskan waktu berdua saja dengan Chanyeol sambil bermesraan. Amber punya pikiran rela menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bercumbu dengan Chanyeol.
Amber betah berlama-lama bersama Chanyeol, apalagi tubuhnya yang hangat hingga 39° C yang menghangatkannya dengan cuaca yang seperti ini. Tidak ada pengalaman lain dalam hidupnya yang setara dengan indahnya berduaan dengan Chanyeol, menikmati bibir mereka yang bergerak lembut saling mengiringi ciuman.
Chanyeol semakin erat menempelkan tubuh Amber. Posisi sekarang sudah berubah, Chanyeol tepat berada diatas tubuh Amber, menindihnya, menempel rapat, menekan Amber seperti yang Amber sukai. Tangan kiri Chanyeol memegangi lekuk tubuh Amber, tangan sebelahnya lagi merengkuh wajah Amber sambil menahan tubuhnya dengan siku.
Chanyeol menempelkan bibirnya di bibir Amber, matanya terpejam. Sentuhan bibir Chanyeol terasa sangat lembut dan sangat hangat, nafasnya yang panas menyapu pipi Amber. Kedua tangan Amber merangkul belakang leher Chanyeol. Chanyeol melumat bawah bibir Amber.
Amber menyambutnya dengan membuka mulutnya dan bisa ia rasakan kehangatan hembusan nafas Chanyeol yang panas hingga ke kerongkongannya. Chanyeol begitu bernafsu melumat bibir atas dan bawah Amber secara bergilir, Amber menikmati lumatan bibir Chanyeol dan sesekali Amber membalasnya dengan menghisap lembut bibirnya.
Jari - jari Amber mulai menyusuri rambut Chanyeol, memainkan seberkas rambut Chanyeol, kemudian meremas pelan rambutnya, membuat Chanyeol semakin semangat menciumi kekasihnya.
Ciumanya lebih ganas sekarang, Chanyeol mulai memainkan lidahnya, ujung lidah Chanyeol menyusuri lekuk bibir bawah Amber yang halus, lidahnya mulai masuk disela - sela bibir Amber, memaksa mulut Amber untuk lebih terbuka lagi agar ia bisa menemukan lidah Amber. Amber menyambut permainan lidahnya, lidah Chanyeol yang panas mengejutkan Amber ketika lidahnya menyentuh lidah miliknya hingga membuat tubuh Amber sedikit menggelinjang.
Ia berharap Chanyeol tidak menyadarinya dan terus melakukanya, dan ternyata benar Chanyeol tak meneruskan permainan lidahnya, itu membuat Amber sedikit kecewa.
Sekarang bibir Chanyeol turun ke leher Amber, hati-hati Chanyeol memegangi rahang Amber agar mengadah. Ia mencium lembut leher Amber, nafasnya yang panas menggelitik kulit lehernya hingga lagi-lagi membuat Amber menggelinjang dan mendesah.
Amber tautkan sebelah kakinya ke kaki Chanyeol. Amber pasrah dengan apa yang akan Chanyeol lakukan selanjutnya. Tangan kiri Chanyeol yang semula memegangi lekuk tubuh Amber mulai menjalar ke pundak, kemudian menahan lengan Amber, bisa Amber rasakan ereksi Chanyeol diperutnya. Bibir Chanyeol yang semakin terasa panas terus melumat bibir Amber dengan penuh semangat.
Tiba-tiba Gelombang panas itu muncul lagi dan rasanya langsung memukul punggung Chanyeol. Rasanya sama dengan waktu pertama kali ia bertemu Amber lagi, seperti bola penghancur. Chanyeol mulai merasakan sakit akibat menahan api yang membakar pembuluh darah yang berusaha keluar, hal itu membuatnya bergetar.
Chanyeol tidak ingin menikmati kesakitannya karena Ia terlalu terlena menikmati kebersamaanya dengan Amber. Kali ini Chanyeol bertekad harus lebih bisa mengontrol.
Bisa Chanyeol rasakan suhu tubuhnya meningkat, begitu juga dengan Amber yang menyadari hal tersebut. Setidaknya itu masih membuat Amber nyaman. Sebelah tangan Chanyeol yang mula-mula merengkuh pipi Amber sekarang mencengkram ujung bantal karena menahan panasnya.
Monster dalam dirinya menggeram, lagi-lagi memberontak memaksa Chanyeol untuk mengeluarkan apinya.
Tidak...tidak...tidak untuk saat ini. sekarang kau sudah aku ikat kencang - kencang Geram Chanyeol dalam batin melawan monster itu.
Rasa ini sepertinya menghanguskan daging dibawah kulitnya, mengencangkan seluruh otot-ototnya. Chanyeol berusaha berkonsentrasi menghalau hasrat membunuh yang mengamuk dalam dirinya. Rasanya Monster itu jauh lebih kuat dari sebelumnya. Monster itu sedang berlonjak gembira.
Sungguh licik, monster itu selalu muncul ketika ia sedang bersama Amber, atau Amber yang terlalu menarik perhatian monster dalam dirinya. Tapi Chanyeol jelas tidak bisa menyalahkan Amber, sebesar apapun Amber dapat menarik segala mara bahaya Chanyeol akan melindungi Amber dari Monster ini.
Apa sebenarnya yang membuat monster ini begitu liar? Apa selama pelatihan monster ini belum kenal dengan Amber? Ya, aku rasa itu jawabanya, aku harus membuat monster ini terbiasa, aku sendiri yang akan melatih monster terkutuk ini. Tidakkah monster ini tau kalo Amber itu adalah bagian dari hidupku, selalu berada dihati dan otakku setiap saat, tapi monster ini menantangku, menguji ketahananku. Aku yakin ini suatu pelatihan juga yang monster ini siapkan untukku, oke kalau itu maunya, aku akan buktikan sekali lagi
Panas tubuh Chanyeol semakin terasa untuk Amber, rasa panasnya langsung menjalar ke lengan Amber. Suhu tangan Chanyeol dilenganya lebih tinggi dibanding bagian lain, rasanya lebih panas dan lama kelamaan semakin menjadi-jadi, semakin panas. Panasnya begitu nyata hingga sulit rasanya untuk dibayangkannya. Panasnya mulai membutnya tidak nyaman sekarang. Terlalu panas, sangat, sangat panas. Rasanya seperti berada di beberapa centi dari bara api.
Respons Amber merasakan lengannya mulai terasa seperti terkena knalpot, makin lama makin terasa panas seperti melepuh terkena minyak panas, karena kaget Amber melepaskan lumatan bibir Chanyeol.
"Sssshhh...Awwwhhh..." Desah Amber menahan sakit, Amber terkejut melihat lengan kirinya yang memerah seperti habis terbakar dan membentuk telapak tangan.
Chanyeol terlonjak, secara otomatis tubuhnya langsung menjauhi Amber, menekuk kakinya kebelakang ditepi tempat tidur sambil menatap lengan Amber.
"Ka..Kau terbakar?" Chanyeol syok melihat lengan kekasihnya dengan matanya yang bulat, alisnya berkerut keheranan.
"Ini tidak apa-apa" dusta Amber, luka bakarnya terasa semakin perih tapi ia berusaha menyikirkan rasa sakitnya agar Chanyeol tidak tersiksa.
Mengetahui telah kalah, sudah tidak ada lagi alasan untuk menahan apapun. Monster dalam dirinya tertawa senang, sang monster menyukai itu, sedangkan Chanyeol memandangi Amber yang berusaha menahan perih luka bakarnya dengan tatapan nanar.
Chanyeol bangkit dan menyandarkan tubuhnya dipintu, ia tak mampu mendekati Amber, ia mengambil jarak aman, takut monster itu bertindak lebih.
"Itu salahku" Chanyeol berbisik dengan suara lirih, mustahil Amber dapat mendengarnya, lututnya goyah hampir berlutut dilantai.
Sesaat Chanyeol tak mampu berkata-kata, menyadari hal yang ia takuti menjadi kenyataan.
Apa yang telah aku lakukan?
Mulut Chanyeol terbuka seolah hendak menjerit, tapi tak ada suara yang keluar. Ekspresi Chanyeol sangat sulit dijelaskan, dan baru kali itu Amber melihat ekspresi Chanyeol yang asing untuknya, wajah Chanyeol yang meringis ditambah raut kegusaran, marah, sedih dan__kesakitan. Melihat itu Amber bisa menilai, begitulah wajah orang yang dibakar hidup-hidup, seolah-olah ada orang yang membakarnya jiwanya.
"Maafkan aku Amber" ekspresi kecewa dan bersalah kentara sekali terukir di raut wajah Chanyeol, ketika ia memperhatikan luka bakar dilengan Amber dengan perasaan menyesal.
Monster itu akhirnya telah meruntuhkan segala pertahanan yang telah Chanyeol pelajari, dihancurkan dengan sejekap mata, monster itu mencapai tujuannya.
"Tidak apa-apa Chanyeol, nanti juga sembuh" senyum Amber lirih, Amber masih berusaha mempertahankan ekspresinya yang nyaris gagal.
"Aku melukaimu" wajah Chanyeol benar - benar merasa putus asa dengan apa yang terjadi. Chanyeol terus memandangi Amber, tatapanya mulai setengah sinting.
"Isn't hurt at all Channie" Amber meyakinkanya Chanyeol, namun tak berhasil.
"Jangan berbohong padaku Amber! Lay akan menyembuhkan lukamu" suara yang keluar berupa geraman.
Chanyeol langsung keluar kamar dan membanting pintu kamar Amber. Amber terlonjak kaget ketika puntu tertutup sangat keras.
Amber menyusul mengejar Chanyeol yang sudah berada dipekarangan rumahnya memasuki mobil VW Tiguan. Amber mengambil handphone dan mantelnya, memakainya perlahan - lahan agar kulitnya tidak terkelupas. Amber hampir tergelincir didepan pintu rumahnya karena mengejar Chanyeol. Chanyeol sudah didalam mobil menyalakan mobilnya.
Chanyeol melaju mobilnya sangat cepat, spedometer menunjukan angka 110. Jalanan sepi menuju tempat reservasi. Sepanjang jalan Chanyeol tidak mengatakan sepatah katapun, bibirnya terkatup rapat, tanganya mencengkram stir mobil kuat - kuat, rahangnya mengeras, matanya lurus kedepan, namun pikiranya terus menerawang. Berjuta pikiran berkecamuk dalam kepala Chanyeol saat berkendara di tengah kegelapan malam.
Adakah yang bisa aku lakukan yang tidak akan melukainya? Apa saja? Aku seharusnya tidak usah menyadarinya berada di tempat reservasi waktu itu. Aku hanya akan membuatnya menderita dan terluka.
Seketika Chanyeol membenci dirinya sendiri karena telah merampas segalanya, merampas kebahagiaannya. Betapa bencinya Chanyeol dengan apa yang terjadi pada dirinya, dengan monster yang seperti mengendalikan dirinya yang membuatnya harus membatasi dirinya dengan Amber. Benci karena menghancurkan tekadnya dan membuat berbulan-bulan pelatihan ini menjadi percuma dan seolah-olah tidak membantu sama sekali, malu atas bahaya yang ia akibatkan pada Amber. Membenci monster dalam dirinya dengan segenap rasa. Chanyeol merasa terbakar kembali. Meski begitu rasa terbakar itu bisa ia terima. Menurutnya itu sangat pantas untuk dirinya.
Aku sudah diberikan sangat banyak hal malam ini-bahkan lebih dari yang aku harapkan. Walau begitu disinilah dia, dia masih ingin berada di sisiku. Aku berhutang sesuatu atas hal ini. Sebuah pengorbanan. Perasaan terbakar.