"Whoa..what a day" buru-buru Amber memasukkan mobilnya ke garasi.
Amber ingin segera merebahkan tubuh di ranjangnya, meringkuk, memeluk selimut seperti perempuan tunawisma di ranjangnya yang tua. Amber mengecek kotak surat yang sudah dua hari tidak ia cek, terdapat brosur promosi, tagihan listrik, berserta paket. Amber mengeluarkan kunci rumah dari kantong depan ranselnya, dan membuka pintu dengan tak sabar.
"Ataga Kai! Aku hampir saja meneriakimu maling" Amber terkejut melihat Kai yang duduk santai menempati sofa kesukaan ayahnya, menonton pertandingan bola di TV dengan keadaan gelap. Kai nyengir padanya, kemudian mengangkat tabung Pringles di pangkuannya dan menjejalkannya ke mulut.
"Mudah-mudahan itu snack yang kau bawa sendiri dari rumah" tanya Amber was-was sambil meletakan surat, brosur dan paket di meja kecil sebelah sofa.
Kriuuk. "Nope" jawabnya sambil mengunyah "Kau tidak iklas? Aku akan menggantinya nanti" lanjutnya sambil mengambil serpihan kripik kentang di pangkuannya.
"Lalu kenapa harus menyeludup ke rumahku dan mencuri persediaan cemilanku, memangnya kau tidak punya TV dirumah? TV di rumahmu kan banyak" Amber menggerutu kesal.
"Aku sengaja ingin menonton disini, karena aku pikir cemilan dirumahmu pasti banyak" kata Kai rileks sambil meregangkan kakinya ke meja.
Amber menghembuskan nafas keras-keras berusaha bersikap sabar seolah-olah tidak ingin meninjunya.
"Kali ini siapa lawan siapa?" tanya bertanya sambil berdecak.
"Mancaster United lawan Chelsea, kali ini di kandang MU" gumanya dengan mulut yang masih penuh. "aku sedang taruhan dengan Luhan, motor trail, keren kan"
Amber berkacah pinggang "Kenapa kau tidak nonton bareng saja dengannya, atau kau langsung ke Old Trafford seperti yang sering kau lakukan" kali ini Amber membentak, tapi memang dasar Kai, dia sangat suka membuat Amber darah tinggi dengan berlagak sok tidak peduli.
"Hanya 90 menit kok sebentar lagi juga selesai, kau kenapa sih?" Kai menarik-narik ujung baju Amber seperti bocak TK yang merayu Ibunya untuk dibelikan sesuatu. Dengan kesal Amber menampis tangan Kai seperti serangga yang hinggap dibajunya. Karena kesal Amber langsung menghambur ke kamar sambil menggerutu.
Di kamar Amber mengecek Email masuk yang berderet dari Daniel dari tiga hari yang lalu. Beberapa ada email yang bernada cemas dari Daniel karena ia tidak membalas email darinya. Amber membaca semuanya seperti membaca buku harian, bukan email yang ditujukan untuk orang lain. Hati Amber dilanda kerinduan yang mendalam, dan menyesal karena jarang menelepon dan video call Ayahnya.
"Aku memang bukan anak baik"gumamnya menyesal.
Dengan perasaan bersalah Amber berkonsentrasi membalas email-nya dengan cepat, mengomentari setiap bagian ceritanya. Namun jauh dipikiran Amber, ia memikirkan Chanyeol, ia memikirkan keadaaanya, hampir dua minggu ia tidak bertemu. Setiap ia menelepon, Baekhyun-lah yang menjawab, dan lebih buruk lagi Chanyeol menolak menemuinya. Namun Baek berkali - kali mengatakan 'semuanya akan baik baik saja dan tidak akan lama'. Ya, hanya kata - kata itu yang sedikit menenangkan Amber. Namun hal itu tetap tidak menghilangkan rasa kerinduannya pada Chanyeol. Amber berencana untuk ke tempat reservasi besok, bagaimanapun caranya. Amber menghubungi nomer Chanyeol. Amber menunggu sampai terhubung berharap kali ini Chanyeol yang menjawab teleponnya. Namun Amber agak kecewa waktu Baekhyun yang menjawab pada deringan ke empat.
"Halo?"
"Oh. Hai, Umm...Baekhyun," ucap Amber canggung seolah-olah kata yang keluar adalah 'Kau lagi Baekhyun'
"Aku hanya ingin tahu kabar Chanyeol. Apakah dia sudah bisa kutemui? Aku sedang berpikir-pikir untuk mampir..."
"Oh..Maafkan aku, Amber" sela Baekhyun, dan Amber bertanya-tanya apakah Baekhyun sedang nonton televisi atau melakukan aktifitas lain; kedengarannya perhatian Baekhyun sedang tertuju pada hal lain. "Dia tidak ada di rumah, dia sedang pergi"
Butuh sedetik untuk mencernanya "Apa? Dia pergi? Kemana? Kenapa kau tidak memberitahuku, Baek" Mendadak suaranya berubah kesal.
"Kau tidak usah khawatir Amber, Kris hanya mengajaknya kesuatu tempat yang akan membuat pikiranya tenang bersama Kyungsoo, Chen dan Lay"
"Lalu kenapa ponselnya ada padamu?" nadanya masih masam.
"Yeah," jawab Baek, setelah sempat ragu-ragu sejenak. "dia memintaku untuk memegang ponselnya, siapa tau kau menelepon, dia tidak ingin kau khawatir karena telepon darimu tidak ada yang menjawab"
"Dia masih tidak mau bicara denganku" gumam Amber, seperti bergumam pada dirinya sendiri dengan nada memelas.
Baekhyun terdiam sebentar "Maafkan aku Amber, aku hanya membantunya, kau tidak usah khawatir, besok juga dia kembali kok, dan lusa kau sudah bisa menemuinya"
"Well, aku tidak sabaran untuk menunggu sampi lusa. Aku sangat merindukannya dan Aku khawatir sekali. Aku takut dia meninggalkanku seperti dulu" Amber mengoceh tidak keruan. Sementara itu Baekhyun terdengar tidak yakin sedang mendengarkan ocehannya.
"Aku bisa jamin itu tidak akan terjadi lagi" ujar Baekhyun berusaha meyakinkan kembali.
Kesimpulannya adalah Chanyeol sudah membaik, dan mungkin sedang bersenang - senang, namun ia tetap tidak mau menjawab teleponku, ia tidak ingin aku mengganggunya atau dia masih ingin menghindariku. Di sisi lain dia sedang bersenang - senang disana, entah apa yang dilakukannya dan kemana Kris membawanya, sementara aku duduk di rumah, merindukannya setiap jam, merasa tercabik-cabik dan sekarang kecewa karena menyadari gara - gara insiden itu ternyata selama seminggu ini perhatiannya yang instens setiap hari tidak memiliki dampak yang sama terhadapnya, walau dengan perantara.
Sementara Amber berkutat dengan pikiranya, Baekhyun menunggu Amber bicara lagi.
"Amber?"
"Oh..ya..astaga maafkan aku" Jawab Amber dengan suara serak. Terdengar suara beep beep di line satunya dari ponsel Amber.
"Ada yang ingin kau sampaikan lagi?" Baekhyun bertanya sopan.
"Ummm...aku pikir tidak ada"
"Well, akan kusampaikan padanya kau menelepon ketika dia kembali" janji Baek "Bye, Amber"
"Bye," sahut Amber, tapi Baek sudah lebih dulu menelepon telepon. Mendadak kepala Amber berdenyut-denyut nyeri kerena terlalu banyak pikiran, lalu ia mengangkat telepon berikutnya. Dari Krystal.
"Krystal!" jawab Amber.
"Hei kiddo! Sedang apa kau, aku mengganggumu tidak?" sapanya dengan nada ceria.
"Ummm..nothing, sup' bitch?" dusta Amber, padahal pikiranya sedang kusut memikirkan Chanyeol.
"Well, aku ingin memberitahumu sesuatu yang penting. Minhyuk melamarku!"
Butuh sedetik bagi Amber untuk memahaminya, karena saat itu pikirannya sedang tertuju pada hal lain "Jeepers!"
"Yeah, Minhyuk melamarku semalam" ucapnya hampir berteriak.
"Holy shit! Dan kau menerimanya?" kali ini Amber berusaha mengekspresikanya lebih baik, memberikan nada antusiasnya walau palsu.
"Tentu saja bodoh, untuk alasan apa aku menolaknya"
"Oh...Wow.. Krystal, apa tidak terlalu cepat? Maksudku kalian kan baru berpacaran satu setengah tahun" Amber berusaha mengendalikan kata - katanya agar tidak meracau tidak karuan.
"Yeah aku tau, aku pun tidak menduga hal ini, aku senang sekali Amber"
"Yeah, aku juga, ini gila, tapi selamat!"
"Well, thanks, aku sangat menginginkan ini, menikah dengan Minhyuk, sungguh tidak ada orang lain yang aku inginkan selain dirinya, aku tidak pernah seserius ini berhubungan dengan seseorang"
Mendadak Amber merasa iri "Yeah..aku tau bagaimana rasanya, kau beruntung sekali" ujar Amber pelan dengan suara sedikit bergetar.
"Tidak usah muram begitu, nanti kau juga akan menyusulku" Krystal tertawa renyah.
Amber tersenyum, senyum pahit seolah - olah tidak menemukan jalan keluar dari semua masalahnya. Namun Amber tidak ingin membuat Krystal kecewa dengan responnya yang datar. "Kau berencana memakai cincin itu di kampus juga kan?" kali ini Amber berusaha mempertahankan suaranya agar tetap stabil.
"Umm..yeah, tapi sebenarnya rasanya agak aneh, kau tau aku sedikit malu"
"Kenapa harus malu, Aku pikir kau akan memamerkan cincin itu seperti cewek-cewek di TV, kau punya malu juga ternyata" Amber terkekeh ketika Krystal mendengus.
"Yeah, hanya saja ini terlalu dini untuk memamerkannya, aku takut dengan anggapan orang-orang dikampus" khawatir Krystal.
"Ah, sudahlah. Tidak usah dipikirkan, itu kan kebahagiaanmu. Lalu, apa kata orangtua mu?" tanya Amber.
Krystal mendesah "Ibuku bereaksi berlebihan, dia seperti nyaris stroke ketika aku memberitahunya, kau tau, dia menuduhku hamil"
Amber tertawa. Semua menjadi sedikit mudah untuknya, memahami kehidupan Krystal yang sangat biasa dan normal, tidak seperti kehidupan yang ia miliki.
"Yeah orangtua memang seperti itu, tunggu..tapi kau tidak hamil kan?" tanya Amber sambil mengangkat sebelah alis curiga. Kali ini suaranya terdengar jauh lebih santai.
"Come on girl, aku tidak sebodoh itu. Kau tau aku selalu bermain aman, aku tidak pernah jauh - jauh dari pil KB, kami tidak pernah berhubungan tanpa pengaman"
Amber mengangguk sambil tersenyum "Syukurlah kalau begitu"
"Hei..bagaimana denganmu?" tanya Krystal penasaran, mendadak Amber gugup.
"Apa maksdumu?" tanya Amber hati - hati, ia berharap Krystal bukan bertanya soal 'itu'.
"Kau dan Chanyeol, kau tau maksudku kan?"
Amber mengehembuskan nafas keras - keras, mendadak ia mulas dan keringat dingin.
"Aku..Aku benar - benar tidak mengerti maskdumu" dusta Amber. Sebenarnya Amber sangat tau arah pembicaraan Krystal, namun Amber tidak juga berniat untuk menghindari pertanyaan itu.
Amber yakin ia mendengar Krystal terkesiap karena menyadari maksudnya.
"Kau__belum melakukan itu dengannya?"
Amber berdehem "Umm..Well..Yeah apa itu terdengar buruk?"
"Ya Tuhan..Aku sungguh tidak percaya" pekik Krystal.
Amber mengangguk perlahan ketika mendengar kekagetan dari suara Krystal.
"Sebelumnya aku minta maaf Amber, sepertinya aku telah salah menilai Chanyeol-mu, aku pikir kalian sudah melakukanya jauh sebelum aku mengenalmu"
"Tidak pernah sama sekali," Amber menjelaskan "sepertinya itu komitmennya, agar menjagaku sampai menikah nanti"
"Wow...Aku masih tidak percaya Amber, aku tidak menyangka cowok setampan itu ternyata punya pikiran yang kuno, maksudku kalian kan sudah berpacaran hampir empat tahun, ceritakan padaku bagaimana kalian menjalaninya"
"Entah lah," ucapnya ragu.
Amber yakin sebenarnya Chanyeol mau melakukannya, bahkan ketika mereka bertemu kembali di tempat reservasi tiga bulan yang lalu. Namun keadaanya sekarang semakin membuatnya sulit berdekatan, jangankan melakuakan 'itu' bercumbu saja Chanyeol harus melakukanya dengan hati - hati agar dirinya tidak terbakar. Ingatan itu membuat Amber sesak.
"sungguh aku tidak bisa menceritakan apapun padamu, dia tidak pernah melewati batas, dia selalu tau batasan-batasan, bahkan__aku pernah sekali berganti baju di hadapannya, lalu dia memalingkan tubuhnya tanpa aku minta"
"Ya ampun...Amber, kau mempunyai lelaki yang di impikan banyak wanita, dia pria sejati dan bermartabat"
Amber tertawa canggung menyikapi itu "Kau tau aku pernah mencoba untuk merangsangnya" aku Amber malu malu, dengan nada putus asa.
"Lalu?" Tanya Krystal memancing agar Amber memberi informasi, nadanya penuh harap. Amber menerka Krystal pasti menaikan volumenya agar lebih jelas mendengarkan ceritanya.
"Awalnya berjalan sesuai rencanaku, aku menunggu dia membuka boxernya," Amber menutup wajahnya kerena malu mengingat - ingat masa itu "tapi dia tidak juga membukanya" kali ini Amber geli menyadari dirinya waktu itu benar - benar seperti wanita murahan yang berusaha merenggut keperjakaan kekasihnya.
Krystal tertawa sangat keras, sampai - sampai Amber harus menjauhkan kupingnya dari speaker "Kalau aku jadi kau, sudah aku peloroti boxernya"
Amber tertawa geli. "Kau harus tau, sudah berapa kali aku menurunkan harga diriku" ujar Amber, suaranya masih bergetar karena terkekeh.
Krystal masih belum berhenti tertawa, Amber membayangkan Krystal pasti tertawa hingga terpingkal-pingkal.
"Ya Ampun, aku turut prihatin dengan hubungan kalian, ternyata kalian pasangan yang konyol, tapi saranku, sepertinya kau perlu aku pinjamkan alat - alat perkakas milikku" sarannya ketika berhenti tertawa.
"Alat perkakas?" tanya Amber bingung, buat apa Krystal meminjamkan palu, linggis dan semacamnya.
"Yeah lingerie, bulu-bulu, buntut kelinci, Minhyuk menyukai itu"
"Ungh...tidak terima kasih" Amber tidak tahan mendengar dan membayangkan benda - benda itu menempel di tubuhnya.
"Hei, kau harus mencobanya, aku jamin Chanyeol pasti akan menggingitmu karena gemas"
"Stop it!" wajah Amber memerah dan tidak dapat menahan dirinya untuk membayangkannya.
Amber senang bisa bicara dengan Krystal, karena ia memiliki pemikiran yang terbuka sama sepertinya, dan Krystal adalah pendengar yang baik. Walau kadang solusi yang ia berikan agak nyeleneh dan terdengar ekstrim, tapi Amber senang, karena Krystal dapat menjaga rahasia dengan baik. Beda dengan sahabat kuliahnya yang lain, Victoria, Luna apalagi Sulli paling tidak bisa menjaga rahasia yang tidak pernah bisa menahan kata - katanya dengan baik. Maka dari itu Amber lebih memilih Krystal sebagai teman curhat yang asik walau terkadang Krystal sangat tajam dalam menilai sesuatu.
Amber mengembuskan nafas lega.
"Bagaimana kabar Chanyeol?" tanya Krystal dengan nada rendah sekarang.
"Umm..baik-baik saja" dusta Amber suaranya serak, ia mulai gelisah kembali memikirkan Chanyeol.
"Kedengarannya kau tidak begitu yakin, aku tidak keberatan mendengar keluhanmu, batre ponselku sudah ku isi penuh" ujar Krystal yang bisa membaca kegelisahan di suara Amber.
"Umm tidak ada" Amber ingin sekali bercerita apa yang terjadi dengan hubungannya dan apa yang terjadi di dunia ini pada Krystal. Karena Amber tidak tahan harus menahan banyak rahasia. Amber yakin satu hal yang mengganjal bila berbagi dengan orang lain akan terasa melegakan.
"Oke, kalau kau tidak ingin membicarakannya, aku tidak akan memaksamu, tapi aku akan senang hati mendengarkan kalau kau pikir itu bisa mengurangi masalahmu" katanya dengan nada meyakinkan.
Amber semakin ingin untuk berbagi pada teman normalnya, mengeluh sedikit seperti orang-orang, agar masalahnya yang ada di dirinya menjadi sedikit sederhana dengan orang yang bisa memandang masalah dalam prespektif yang benar, seseorang yang bisa objektif.
10 detik berlalu dan Amber putuskan untuk menyudahi obrolanya saja dan tidak menceritakan soal masalahnya dengan Chanyeol. Ia tidak yakin apakah Krystal dapat mengerti maksudnya atau dia akan menganggap Amber sudah sinting. Amber meletakkan ponselnya dan mengerang.
Amber beralih ke ranjangnya, merebahkan tubuhnya yang letih karena seharian beraktifitas. Ia berguling lalu memiringkan tubuhnya menatap bulan yang berselaput tertutup awan. Di ruangan TV Kai tertawa, cekikikan seperti keledai. Kai sudah mengganti saluran ke acara komedi. Suara tawa itu terdengar hingga kekamarnya di lantai dua, dan menganggu Amber.
Mata Amber mulai terasa berat hampir memejamkan mata, namun suara-suara angin bertiup di pepohonan seperti cakar yang membelah langit terdengar menakutkannya, sampai-sampai suara ledakan tawa Kai yang tiba-tiba membuat Amber separo jatuh dari tempat tidur.
"Sialan kau Kai, Get the hell out of here!" Gerutu Amber sambil berlari menuruni tangga, Amber berpikir perlu mengambil sapu, seperti mengusir kucing liar yang mencuri ikan di dapur. Kai yang menyadari Amber murka langsung mematikan TV dan pergi tergesa-gesa dengan teleportnya.