Dinginnya malam mulai merasuk ke sumsum tulangku. kulihat jam di nakasku, masih menunjukkan pukul 20.00 WIB. Aku masih berkutat dengan pikiranku, yang entah masih ada di mana. Sungguh aku merasa bingung dengan diriku sendiri. Kenapa aku bisa memiliki rasa pada saudaraku sendiri. Padahal laki-laki yang baik bukan hanya dia. Tapi kenapa pikiran dan hatiku malah terpaut padanya. Ya dia adalah Khiar Khatam Ramadhan. Yang akhir akhir ini berhasil menguasai setengah dari akal sehat ku, bagaimana tidak?, Karenanya aku sampai dibuat gila seperti ini. Rasa ini tumbuh begitu saja. Menjalar hingga keseluruh relung hatiku.
Dulu aku masih ingat betul, saat dia menolongku jatuh dari sepeda, saat usiaku masih 9 tahun.
Kala itu..
" Ayah, ibu, aku sudah bisa naik sepeda" ucapku dengan kegirangan.
"iya ra, tapi tetap harus hati-hati, kamu kan baru bisa" nasihat ibu
"nggak papa bu, aku udah bisa, nih lihat, udah bisa kan" jawab ku sambil terus mengayuh sepeda ku dengan cepat.
" Awas Ra, hati-hati jangan kebut-kebut." Teriak ayah.
"aaaaa.. ayah, nggak bisa berhenti." teriak ku ketakutan
" di rem ra, di rem.! " perintah ayah sambil berlari ke arah ku
" Tida... k" gubrak. Aku terjungkal kedalam got, karena kecerobohan ku. Yang tidak mendengar nasihat orang tua.
" huaa, tolong..! Huhuhu" tangis ku minta tolong
" ya Allah ra, kok bisa gini, sini abang bantu" ucap seseorang
" jangan sentuh A ra, huhu ka mu, si.apa.. ?" tolak ku
" masya Allah ra, kamu nggak papa" Tanya ayah.
Ayah langsung mengangkatku dari got itu, aku masih menangis menahan sakit disekujur tubuhku.
"lain kali hati-hati ra, kan ibu sudah bilang hati-hati" nasehat ibu
"huhuhu iya , bu A ra sa lah, ara mi nta maaf"
"ya udah nggak papa ra," ucap ibu
"loh ara, tadi tante lihat kamu nggak mau di tolong sama anaknya tante sih?" Tanya tante Irma
"hmmm, emang tante, punya anak ?. kok ara nggak pernah lihat" Tanya ku polos.
Seketika semua tertawa. Aku merasa aneh. Emang ada yang salah dengan ucapanku. Kok semua tertawa.
" ara… tante Irma itu punya anak, ini anak nya , namanya khiar. Memang selama ini dia tidak pernah kelihatan di rumahnya , karena khiar itu masih sekolah di pesantren" jelas ayah.
" pesan.. San, Apa sih itu yah?" Tanya ku
" pesantren ara, pesantren itu, tempat untuk mencari ilmu,di sana kita dapat mencari ilmu sedalam dalamnya, terutama dalam hal agama" jelas ibu
"oh gitu ya bu." jawab ku
"iya ra, nah minta maaf gih sama mas khiar, itu masih saudara kamu ra" jelas ibu
"abang ara minta maaf ya, tadi udah nakal sama abang" pinta ku
" iya ra, nggak papa kok, gimana masih sakit nggak?" Tanya nya
"udah nggak bang, hmmm.. yah, Bu. Kok muka nya abang khiar kayak ken sih. " ujarku
"kayak ken, gimana maksudnya?" Tanya ayah
" ya, gitu yah. Itu hidungnya mancung, terus alis nya tebal, tinggi juga. Jangan jangan abang ini ken ya,? Yang biasa sama Barbie itu ?" Tanya ku polos
"hahaha.. ara ara" tawa ayah
"hiii ayah, kok ketawa sih " kesal ku
" husst udah udah nggak baik lo, kesel sama orangtua itu. Ya udah main sama abang aja yuk" ajak khiar
"beliin es krim tapi " pintaku
" iya, siap tuan putri" jawabnya "ara., ara lucu banget sih kamu" batinnya
Semenjak saat itu aku biasa bersama khiar. Setiap pulang dari pesantren pasti aku langsung ke rumahnya. Sekedar untuk main dan bercerita saja. Aku juga sangat senang mendengar suaranya, suaranya itu menenangkan. Kadang saat aku masih sedih ataupun kecewa, dia selalu melantunkan sholawat, ataupun ayat ayat suci al-Qur'an di sisiku. Karena itulah, aku mulai merasa nyaman dengannya. Usia ku terpaut 4 tahun lebih muda darinya. Khiar memang telat masuk sma. Karena dia dulu lebih memfokuskan belajar di pesantrean. Karena kebersamaan yang terus terjalin, rasa itupun mulai muncul begitu saja. Menyeruak menjalar hingga akal sehatku pun mulai terganggu. Semakin ku mencoba menghilangkan rasa ini, semakin kuat pula rasa ini padanya. Tapi bukankah Allah maha membolak balikan hati. Mungkin saja rasa ini pada khiar mulai terkikis seiring dengan berjalannya waktu. Atau bahkan semakin menggelora dalam hati. Ya Allah…. Kok jadi gini sih, ribet banget emang kalau urusan hati. Sudahlah jodoh,maut,rezeki itu semuanya sudah ada yang ngatur. Jadi nggak perlu di pikirin saat ini. Tugas ku saat ini adalah belajar dan belajar, supaya lulus dengan nilai memuaskan, masuk PTN yang di impikan, dan dapat membahagiakan orang tua.
Aku mulai membuka buku pelajaran ku, dan mulai menggoreskan tinta di dalam nya. Aku lebih memilih untuk fokus dengan buku yan ada di depan ku. dari pada berdiam diri dan pikiran ku terbang melayang entah kemana. Baru saja 20 menit yang lalu aku membuka buku, tapi rasanya sudah terasa lama sekali. Mata ku pun mulai meronta untuk terpejam, badan ku pun mulai lemah,dan letih. Ku putuskan untuk menutup buku kembali. Dan berlalu menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan mengambil air wudhu. Setelah itu akupun berlalu menuju ranjangku, dan bersiap diri untuk pergi menuju mimpi , tentunya mimpi yang indah.
***
Di ruang tengah, masih terlihat sepasang suami istri yang masih bercengkrama.
" Ara sudah tidur ya bu?" tanya ayah
" iya, yah tadi ibu kesana dia sudah terlelap dengan mimpinya, hehe.." jawab ibu
" kok tumben tidur lebih awal" Tanya ayah
" mungkin kecapekan yah, capek fikiran juga sih, kan bentar lagi dia mau un" jelas ibu
" ouh, iya bu. Sebenarnya ada sesuatu yang ingin ayah sampaikan kepada ibu dan ara" ucap ayah
"masalah apa yah, kalau begitu cerita sekarang aja yah" pinta ibu.
"besok saja, ya mah. ara nya juga sudah tidur. " jelas ayah
"oh oke yah." Jawab ibu
***
Aku seakan tak mampu lagi menopang tubuh ini, serasa berat sekali. Bagai dihantam sesuatu yang amat besar. Akunpun tak mampu menahan sesakku. aku berteriak sejadi jadiya. Ya Allah, kenapa harus begini, kenapa Engkau harus mengambil mereka. Mereka adalah satu-satunya yang ku miliki.
"ayah, ibu, bangun, janggan tinggalin ara" sesakku
" Ayah.. Ibu.. " Teriak ku semakin menjadi.
"Ra , Ara , bangun nak." Suara ibu
Seketika aku bangun dengan rasa takut, Astaghfirullah mimpi itu.
" Kenapa nak, kamu kenapa" tanya ayah.
Tanpa pikir panjang, aku langsung memeluk erat mereka, aku tak mau kehilangan mereka. Aku tak sanggup jika mimpi itu menjadi nyata.
" hey, ra kamu kenapa sayang" tanya ibu kembali
" I bu, aa yah jangan ting galin ara" ucapku dengan deraian air mata.
" kamu kenapa nak, ayah dan ibu nggak akan pernah ninggalin kamu, kamu kenapa ini minum dulu" tenang ayah
"kamu mimpi buruk ya ra?" tanya ibu
" I ya bu" jawabku
" sudah ra tenang, mimpi itu hanya bunga tidur, mungkin kamu lupa nggak baca do'a sebelum tidur, jadinya gini" jelas ayah
"iya yah" jawab ku
" ya udah, ambil air wudhu dulu ra. Ini masih jam 3, terus tahajudan dulu" pinta ayah.
" I ya yah"
Aku berlalu menuju kamar mandi, untuk berbenah diri, dan mengambil air wudhu. Aku mulai membentangkan sajadahku, menghadap sang illahi di penghujung malam ini. Usai salam, aku menengadahkan tanganku, bermunajat, memohon, semoga semua yang terjadi di mimpi itu tidaklah nyata, sudah beberapa kali mimpi itu hadir dalam tidurku. Mesipun aku tahu, semua yang bernayawa akan mengalami kematian,. Tapi untuk saat ini aku belum siap jika semua itu terjadi. Aku memutuskan untuk membuka mushafku, mungkin dengan membacanya hatiku akan sedikit merasa tenang. Dan Alhamdulillah, hatiku mulai tenang.
Tak terasa azan shubuh mulai terdengar, aku pun memutuskan untuk melanjutkan sholat shubuh. Dan rutinitas seperti biasanya. Kulihat jamku, masih menunjukkan pukul 05.30 WIB. Aku pun memutuskan untuk membantu ibu untuk menyiapkan sarapan.
" ibu ada yang bisa ara bantu" tanya ku
" nggak usah ra, nggak usah di bantu, udah kamu siap-siap aja. Nanti kamu terlambat loh." Jelas ibu
"nggak kok bu, tenang saja, ara kan udah memenej waktu nya" jawab ku
"ya udah deh kalau gitu, kamu siapin piringnya aja ya di atas meja, ini bentar lagi juga jadi" pinta ibu
"yah, ara telat dong bantuinnya" keluh ku
"nggak telat sayang, cuman hari ini memang ibu masaknya nasi goreng saja, jdainya kan cepet." jelas nya
"hehe, ya udah deh bu"
Aku segera, menyiapkan berapa piring di atas meja. Sekiranya sudah rapi semua, aku kembali lagi menuju kamarku, untuk berbenah diri, dan bersiap ke sekolah. Aku mengecek lagi buku-bukuku, untuk memastikan agar tidak ada yang tertinggal. Setelah sekiranya tidak ada yang tertinggal,aku lansung turun ke bawah.
" assalamu'alaikum yah,bu" sapa ku
"wa'alaikummussalam warohmatullahi, anak ayah, gimana udah mendingan" tanya ayah
" Alhamdulillah, udah yah" jawab ku penuh dengan kebohongan, gimana tidak. Sejujurnya aku masih belum tenang dengan mimpi itu. Tapi ya gimana, aku tak mau kedua orang tuaku sampai khawatir dengan keadaanku.
"lain kali, kalau mau tidur, wudhu dulu, terus baca do'a. Biar nggak mimpi buruk lagi." Tutur ibu
" iya bu"
"oh,ya ra, nanti malem. Ada yang ingin ayah bicarakan sama kamu, sama ibu juga" ucap ayah.
" iya yah," jawab ku
" yah, bu. Aku pamit berangkat dulu ya, takut telat, Assalamu'alaikum." Pamit ku
"iya wa'alaikummussalam warohmatullahi, hati hati di jalan"
Hari ini aku berangkat sendiri, dengan motor kesayangan ku. yang selama beberapa hari ini di rawat di bengkel. Tapi alhamdulillah, motor ku udah sembuh. Dan bisa di gunakan kembali. Aku lebih suka mengendarai motor dengan kecepatan sedang tak terlalu cepat, ataupun tak terlalu lambat. Karena aku dapat menikmati suasana jalan. Dan melihat lihat orang yang sedang berlalu lalang. Tak membutuhkan waktu lama, aku telah sampai di sekolah tercinta ku.
"tin tin." Suara klakson mengagetkan
"iya, iya sabar. Nggak sabaran amat sih jadi orang" omel ku dalam hati. Ya bagaimana nggak ngomel coba, jelas jelas parkiran masih luas. Tapi ini orang malah ngikuti aku parkir di sini, nggak sabaran banget sih.
"lain kali kalau nggak bisa markir itu nggak usah bawa motor, di anter aja sama ayah nya. dari pada gini kesusahan kan" ledek seorang dari dalam mobil itu
"kamu nya juga sih nggak sabaran, mending bantuin deh, dari pada ngomel di dalam situ" gerutu ku
" ya sudah sini aku bantu" ucapnya
"e..h khiyar. Jadi tadi yang ngelakson itu kamu" tanya ku
" hehe, iya ra ternyata kamu galak juga ya" jawabnya
"haha, nggak juga sih, kalau aku tau itu mas khiar sih aku nggak bakalan galak,hehe"
"haha, Ada ada saja " ucap nya menggantung
"Memang. unik kamu tu, coba aja kalau bukan saudara. Udah aku khitbah kamu" sambung nya sambil berlalu dari hadapan ku.
Aku masih terdiam, mencerna kata-kata nya, "coba aja kalau bukan saudara, udah aku khitbah kamu" khitbah, Apa....! khiar mau ngekhitbah aku. Ya Allah kok aku baper ya. Haduh, kok jadi malu,ntar kalau ketemu khiar aku harus bersikap gimana. Emang ya, laki-laki itu suka nya ngebaperin kaum hawa.
Hufft.... tenag ara, dia tuh cuman saudara jadi nggak mungkin , dia nikah sama aku. Kan nggak lucu kalau nikah sama saudaranya.
"Bib bib.!,"
"woy ra, kamu kenapa?" kaget ifah
"astaghfirullah, iffah..!! bisa nggak sih nggak usah pakek ngagetin, mending ucapkan salam, bukannya malah ngagetin" kesal ku
" hehe, maaf maaf ra, lagian kamu nya juga sih, di parkiran sendirian, terus senyam senyum sendiri , kan aku takutnya kamu kerasukan sama hantu penjaga parkiran, hahaha" ledeknya lagi.
"terus aja ledek terus,lanjutin sepuas kamu" omel ku
"haha, udah nggak nggak. Maaf deh, cuman canda ra" pinta ifah
"iya, nggak papa. Udah aku maafin. Ya udah yok kekelas, ntar tak ceritain kenapa tadi aku senyam senyum sendiri" ajak ku.
"ok, tapi beneran yah..."
" iya"
Beginilah aku sama iffah, bersahabat sejak lama, bahakan sudah kuaggap dia seperti kakak sendiri. Ya meskipun kadang dia nyebelin, tapi aku tetap suka. Mau marah sama dia juga nggak bisa. Setelah sampai di kelas, aku pun menceritakan kejadian tadi pada nya. Bukannya ngasih solusi dia malah ketawa. Mungkin menurutnya aku itu masih ngelawak. Aku pun memilih diam, dan memasang ear phoneku ke telinga, ya dari pada mendengarkan dia ketawa dengan penuh ejekan. Ya mending ngedengerin murotal qur'an.
" Ra, kamu marah ya, jangan marah dong. Aku nggak bermaksud gitu" jelas iffah
"hey ra, kok diam sih. Yah.. maaf ra," jelasnya lagi.
" hey ra," ujar nya sambil menyenggol tanganku.
"eh iya kenapa fa" jawabku sambil melepas ear phone yang tadi aku pasang.
" jangan marah dong, aku nggak bermaksud gitu " jelasnya
"lah siapa yang marah" jawab ku bingung
"nah tadi di panggilin diem diem bae, ya ku kira kamu marah atas sikapku tadi"
"hahaha oh itu, ya nggak lah. Tadi tuh aku makai ini (sambilku tunjukan pada nya) masih dengerin murotal, jadi maaf nggak denger kalau tadi kamu manggil manggil aku" jelas ku
"astaghfirullah, kamu tuh emang, hiih.!" geram nya
Aku pun hanya tertawa melihat tingkahnya.
Saat pelajaran berlangsung, entah pikiranan ku kemana. Ya memang raga ku di kelas. Tapi entah pikiran ku melayang kemana. Aku masih teringat kata kata khiar tadi pagi. Entah lah, mungkin ini yang dinamakan cinta, atau baper, atau apalah itu.
" Ara !. Almeerahra Alfathunnisa.. !" seru seseorang,
" hah, iya Khiar aku menerima nya" jawabku dengan tak sadar.
Sontak semua isi kelas menjadi riuh, dengan jawabanku tadi. Dan aku baru tersadar, sekarang ini masih jam pelajaran pak Anam, dan tunggu, Jadi tadi yang memanggil nama ku adalah pak Anam, oh Tidak…! Sungguh mukaku mau taruh di mana.
" kamu ini kenapa, dari tadi bapak perhatiin kamu nggak fokus sama apa yang bapak terangkan tadi" Tanya pak Anam
"emmm, anu pak,. Aku nggak papa kok, hehe" jawab ku dengan penuh rasa malu.
" sekarang kamu maju, dan kerjakan soal di papan tulis..!" perintah nya
" iya pak,." Jawab ku.
Aku mulai melangkah menuju ke depan papan tulis, dan saat itu tanpa sengaja tatapan ku dan tatapan khiar bertaut selama sepersekian detik, sungguh aku malu. Tak sanggup ditatapnya begitu. Dia pun hanya tersenyum padaku. Saat sampai di papan tulis aku memperhatikan soalnya, untungnya tidak terlalu sulit .
" perigatan untuk kalian semua, selama pelajaran bapak kalian semua harus fokus..! jangan ada yang melamun, apalagi mikirin cowoknya.!" nasihat Pak Anam
"iya, pak" jawab teman sekelas
" ingat…! Itu ra, fokus belajar dulu, jangan mikiri lawan jenis dulu, ya sudah sana kembali ke tempat mu" ucap pak Anam
" iya pak" jawab ku
Sungguh aku malu sekali saat ini, semua tatapan teman ku sungguh mengesalkan. Terutama iffah, ya meskipun dia teman dekatku sendiri, tapi sepertinya dia sangat bahagia melihat sahabatnya tersiksa. Tolong,…!! siapapun itu, bawa aku pergi dari sini. Aku tak kuat menahan malu ini. Benarkan apa aku bilang, Khiar telah berhasil menguasai akal sehatku. Sungguh apa sebenarnya yang ada di dirimu Khiar, sehingga kamu bisa membuat ku gila seperti ini.
" ra, kalau kamu udah nggak sabar pengen sama khiar, mending setelah lulus dari ini kamu langsung nikah aja deh.." ledek Iffah
" apa sih fa..! kamu tuh kayak seneng banget lihat aku tersiksa kayak gini " kesal ku
" uluh uluh Ara, jangan marah dong hehehe, cuman canda kok, tapi beneran deh mending kamu nikah aja sama khiar" jelasnya lagi
" udahlah aku mau fokus sama pelajaran, ntar kayak tadi lagi" jawab ku
"hehe, iya iya bener deh" ucapnya