Sang senja mulai menampakkan wujudnya, laki laki bertubuh tegap itu masih fokus dengan buku-buku yang ada di hadapannya. Ya.., laki-laki itu adalah Khiar.
" Fokus amat sih sayang…" ucap tante Irma, mamanya khiar
" eh mamah.. hehe, nggak kok" jawabnya
"oh.. ya, nanti malem mamah sama papah mau pergi, mau ikut nggak yar..?" Tanya mamah
"haha, mamah mamah, masak aku mau ikut, malu kali.. udah sebesar gini masih ngikut orang tuanya pergi" jawabnya
"hehe, ya kirain yar, tapi beneran kamu nggak mau ikut..?" Tanya mamah kembali
"iya mamah sayang…. Beneran aku nggak mau ikut" jawabnya
"ya udah kalau gitu, berarti nanti malem kamu nggak usah ikut mamah sama papah ya, ke rumahnya Ara" jawab mamah sambil berlalu
"eh… mah mah.. tunggu dulu,," cegat nya
" kenapa yar, tadi katanya nggak mau ikut." Ledek mamah
"hmmm, maksudnya, anu.. hehe kalau ke rumah araa aku ikut mah" jawabnya dengan penuh malu
"hahaha.. khiar khiar, ya udah nanti setelah sholat isya kita berangkat" ucap mamah
"siap mah.." jawabnya.
Laki laki tersebut kembali menghadap buku-buku yang tadi di bacanya. Iya tatapannya saja yang menghadap buku, tapi pikirannya melayang. Melayang dan tertuju pada sosok perempuan . " ara, ara.. sampai saat ini, kamu masih menjadi pemeran utama di hati ini" batinnya berbicara.
***
Aku masih berkutat dengan soal soal di hadapan ku. Saat ini aku berusaha memahami materi soal-soal yang akan di ujikan nanti, ya ini lah keseharian kelas 12, harus memakan soal-soal latihan setiap hari. Mual nggak mual harus ditelen. Kulirik jam di nakasku waktu telah menunjukkan pukul 19.00 WIB. Sebentar lagi masuk waktu isya. Aku memutuskan untuk menyudahi belajarku. Kurapikan buku-buku di atas meja. Dan langsung menuju ke kamar mandi, untuk mengambil air wudhu. Kubentangkan sajadah dan mulai mengucapkan takbir menghadap sang ilahi.
Sungguh tenang jika melakukannya. Beban semua yang ada di fikiran menjadi sedikit berkurang. Kuambil mushaf dan mulai melantunkan kalam kalam Allah.
" Ara…, keluarganya om ryan udah dateng, turun gih.." ucap ibu,
" shodaqollahul 'adzim" ku sudahi membacanya "eh iya bu, ara mau siap-siap dulu, setelah itu langsung ke bawah" jawab ku
Aku merapikan mukena,dan meletakkan kembali di tempatnya. Dan berlalu menuju lemari bajuku. Aku memilih gamis warna navy dan kerudung yang senada.
'" cantik, nggak ya, kira-kira khiar suka nggak ..?" omelku sendiri saat bercermin
" Astaghfirullah, keluarganya khiar itu cuman mau main, bukan untuk ngekhitbah aku, kok aku jadi ribet gini sih" gerutuku kembali.
Aku memutuskan untuk langsung ke bawah dan menemui keluarga om ryan, lebih tepatnya sih untuk menemui Khiar. Kulihat khiar dari arah kejahuan, sungguh dia sangat mengagumkan. Eh… tunggu.. aku baru tersadar, kalau gamis yang aku kenakan warnanya senada dengan baju kemeja yang ia kenakan. Apakah ini yang di namakan jodoh..? ahh.. sudahlah.. "gubrak…"
" Astaghfirullah, ara.." kaget ibu
" kamu kenapa ra..?" Tanya ayah
Semua orang menatapku dengan bingung..?
Sungguh aku merasa malu, bagaimana tidak..? aku terjatuh dari tangga terakhir. Karena keteledoranku yang menginjak gamisku sendiri, dan akhirnya jatuh.
"nggak papa kok.." jawab ku dengan senyuman malu
"lain kali hati-hati ra" nasehat khiar
Aku hanya tersenyum menahan malu. Sudah ku bilang, kalau khiar itu sudah membuatku gila. Hanya karena melihatnya saja, aku sampai terjatuh seperti ini. Sambil menahan rasa maluku, aku mulai melangkahkan kakiku kembali, menuju kursi kosong di dekat ibu.
" kamu cantik sekali ra.." puji tante Irma
" hah.. nggak kok tan, tante Irma lebih cantik" jawab ku
" iya beneran ra, kamu itu cantik sekali malam ini" puji Khiar
Dan blush… pipi ku terasa panas, pasti sekarang ini sudah memerah seperti rebusan kepiting. Oh siapapun itu… Tolong bawa pergi aku, aku tak tahan dengan pujian khiar tadi, dan tatapannya itu. Tatapan yang seakan akan menerkam mangsanya.
"ekhmm… ra kok pipi kamu memerah sih..?" ledek ibu
"hah.. apa sih bu, nggak kok" jawab ku malu.
Semuanya tertawa, kecuali aku dan khiar, aku melirik sekilas ke arahnya dan tanpa sengaja tatapan kita tertahan sepersekian detik, dan dia tersenyum padaku.
" Oh, ya zaen apa benar kamu dan Ummu mau pergi ke palestin" ucap om ryan di sela sela makannya
Mendengar kata-kata itu, mood ku langsung berubah,menjadi enggan untuk mendengar sesuatu tentang itu.
" Iya bener yan, kira-kira sehari setelah Ara selesai UN kita langsung terbang ke sana" jawab Ayah
" Terus Ara mau di ajak juga..?" Tanya Khiar
" Tenang Khiar, ara nggak ikut kok, kami memutuskan untuk menitipkannya di pesantren " jawab ibu
" loh, kenapa nggak tinggal sama kami aja ara nya, In syaa Allah kami bisa jaga Ara dengan baik, ya kan mah?" Tanya om Ryan
"hehe, ya nggak enak lah yan, kalau ara tinggal sama kamu. Khiar sama Ara kan bukan saudara kandung, ntar orang-orang pada ngiranya gimana" jawab Ayah
Aku hanya menikmati cemilan di atas meja, dan menyimak pembicaraan mereka saja. Entah aku sungguh malas sekali, jika membahas tentang keberangkatan ayah dan ibuku ke palestin.
"Ra, keluar sebentar yuk, cari udara segar" bisik Khiar
"hah,hayok aja"
"mah pah, om Tante izin ngajak Ara keluar bentar ya, nggak jauh kok. cuman di taman belakang aja" izin khiar
"ciee yang mau berduaan" ejek Tante Irma
"biasalah ma anak muda" timpal papahnya khiar
"ya udah sana jangan macem-macem ya, " ujar ayah
Aku mengikuti langkah khiar menuju taman belakang. Entah apalagi yang akan diperbuat olehnya, aku sudah tak bisa menahan semua gejolak rasa ini setiap melihatnya. Dan sekarang, dia malah mengajakku untuk berduaan.? itu hal yang sangat aku benci, karena hal itu bisa membuatku semakin gila olehnya.
"maaf Ra, aku mengajakmu ke sini, aku tau apa perasaanmu jika harus mendengar obrolan tentang orangtuamu tadi"
"emm, iya Yar, makasih ya kamu udah ngertiin aku"
"udah nggak usah melow gitu deh, nanti cantiknya luntur"
"ish.. apaan sih" kesalku
"haha, canda Ara. udah ya jangan mikirin yang nggak-nggak. Tentang orang tuamu in Syaa Allah mereka akan baik-baik saja di sana"
"iya Yar, sekali lagi makasih ya. kamu memang terbaik"
"ya udah mending kita sholawatan aja, sambil nunggu orangtua kita selesai"
"ayok, kamu duluan, nanti aku nyusul hehe"
Aku tersenyum melihat senyum manisnya itu Sungguh aku sudah tak dapat menahan gejolak dalam diri ini,dia selalu bisa membuatku gila, bahkan jika ada tingkatan level gila, mungkin aku sudah berada di tingkatan tertinggi. Tapi meskipun karenanya aku menjadi gila, aku bahagia bisa mengenalnya. Karena dialah yang mampu merubah moodku, seperti malam ini.