5. HUKUMAN SANG PELAYAN
"Yang Mulia, hamba mohon ampun!. Jangan hukum hamba dengan hukuman itu!. Hamba mohon!" An Jia Li merengek memohon dengan ketakutan melandanya, bahkan iar matanya langsung keluar begitu saja. Meskipun sudah pernah mati sehingga ia berada di kehidupannya yang sekarang, tapi tetap saja kematian tak sengaja dan kematian yang direncanakan adalah dua hal yang berbeda untuk dirasakan.
An Jia Li berfikir apakah jalan cerita dalam novel akan tetap dengan yang sebenarnya terjadi?, seperti sebuah takdir. Sekeras apapun kau menghindarinya, kau akan tetap pada jalan takdirmu.
Di kehidupan sebelumnya, Jiang Yi adalah seorang dokter yang sekuat tenaga berusaha menyelamatkan nyawa seseorang, namun kini ia diminta untuk memberikan hukuman menghilangkan nyawa seseorang hanya dengan satu kata. Hal ini membuat Jiang Yi sangat terkejut dan tidak dapat menerimanya begitu saja tapi ia masih harus berfikir apa yang harus ia lakukan sekarang?. Menjadi seorang kaisar adalah hal yang baru baginya.
Disaat yang bersamaan – ditengah dilema Jiang Yi yang melanda, akhirnya seseorang datang untuk menetralkan sedikit suasana. Setidaknya hal itu membantu Jiang Yi untuk dapat memberikan keputusan yang akan disaksikan semua staf istana saat ini.
Orang itu adalah Liu Qionglin, sang kepala pelayan yang dipanggil dengan sebutan nona Liu oleh semua pelayan, dan dipanggil kakak Liu oleh tokoh Xiang Lian karena kedekatan mereka yang bagai adik kakak. Karenanya, nona Liu langsung mengambil Tindakan tanpa fikir Panjang untuk ikut bersujut di samping An Jia Li.
"Yang Mulia, tolong maafkan pelayan kecil ini. Hamba yang salah tidak dapat mendisiplinkannya dengan benar sebagai pelayan kerajaan. Mohon berikan hukuman untuk hamba!" tegas nona Liu. Ingatannya saat ibunya melakukan hal yang sama dengan dirinya saat ini berputar penuh kenangan. Dulu ibunya membelanya dan mengambil hukumannya saat menyelinap masuk ke istana, dan sekarang ia akan melakukan hal yang sama. Nona Liu tidak akan segan membela Xiang Lian yang sudah ia anggap keluarga bahkan adiknya sendiri.
Melihat sikap nona Liu, ketakutan An Jia Li memudar begitu cepat sehingga ia menyangkal dan kembali melakukan hal yang sama dengan Wanita disampingnya yang juga sudah ia anggap keluarga pertamanya di kehidupan barunya.
"Tidak Yang Mulia!. Ini kesalahan hamba!. Hukum saja hamba!, dan tolong jangan libatkan nona kepala pelayan Liu!" ucap An Jia Li dengan spontan. Sejujurnya ia bangga melakukan hal itu karena berani mencari mati disaat dirinya sudah akan selamat sedikit lagi karena nona Liu berusaha melindunginya, tapi disisi lain ia juga tidak bisa membiarkan nona Liu menggantikan dirinya.
An Jia Li tidak ingin melihat adegan seperti ibu nona Liu membela nona Liu. Ia tidak dapat membayangkan trauma apa yang akan didapatkannya jika menyaksikan nona Liu yang dipenggal karenanya. Rasa bersalah pasti akan menghantuinya seumur hidupnya.
Karena hal ini, Jiang Yi terdiam dan berfikir keras apa yang harus ia lakukan selanjutnya?, semua orang tengah menunggu keputusan bijak yang diambilnya. Dizaman ini, hanya ada dua jenis hukuman yaitu penyiksaan dan hukuman mati yang Jiang Yi tau dari ingatan kaisar sebelumnya. Pilihan kedua hukuman itu sangatlah tidak biasa untuk Jiang Yi, maka dari itu ia bingung dan harus berfikir keras.
"Tidak bisa. Keduanya tidak bagus!" batin Jiang Yi.
"Jika hanya ada dua ... kenapa aku tidak membuat satu lagi yang baru?. Hukuman ringan ..." fikir Jiang Yi seolah mendapatkan pencerahan untuk memiliki hukumannya sendiri.
Benar. Mulai saat ini, peran kaisar Feng serta segala alur takdir milik tokoh itu akan mulai dirubah oleh Jiang Yi sang kaisar Feng yang baru.
"Aku akan berbelas kasih pada kalian" ucap Jiang Yi dengan penuh percaya diri. Setelah difikir-fikir mungkin takdir memang ingin memperbaiki peran tokoh kaisar Feng di kehidupan ini dengan menggantikannya dengan Jiang Yi, sehingga ia tak ragu untuk melakukan perubahan besar berikutnya kedepannya jika diperlukan.
"Kepala pelayan kau bisa pergi, dan kau ... kau pergilah petik sekeranjang penuh teh di danau giok" lanjut Jiang Yi.
Si selir jelas sangat terkejut dengan keputusan Jiang Yi sehingga ia tidak sabaran untuk menyela pembicaraan, "Yang Mulia, kenapa hanya hukuman itu?. bukankah itu ... itu ..." si selir kehabisan kata-kata karena ia berucap tanpa memikirkan rencana seperti biasanya.
Jiang Yi mengulas senyuman, nampaknya ia mulai tau apa yang harus ia lakukan terutama pada selir yang nampaknya memiliki hati yang buruk. Jiang Yi bahkan tidak tau kenapa kaisar sebelumnya bisa memiliki selir ular seperti ini yang memiliki kata-kata berbisa. "pasti kaisar sebelumnya termakan bisa beracunnya karena terasa manis" batin Jiang Yi.
"Aku tidak ingin banyak darah mengotori istanaku hanya karena sebuah kesalahn kecil yang tidak disengaja" ucap Jiang Yi yang memiliki kesan sangat luar biasa bagi semua orang yang ada di istana. Bahkan semuanya kini mungkin harus mulai memanggil kaisar mereka dengan sebutan kaisar malaikat yang agung.
Setelah kejadian kecil itu, Jiang Yi memutuskan pergi ke kamarnya untuk mengistirahatkan kepalanya yang sudah bekerja penuh hanya dalam beberapa jam saja.
Sedangkan An Jia Li ia juga sudah pergi untuk melaksanakan hukumannya yang sangat ringan, sampai-sampai ia masih tidak percaya apakah yang memberikan hukuman itu adalah Kaisar iblis Feng?. An Ji Li masih berfikir hal itu aneh karena perilaku dan sifat kaisar Feng nampaknya berbeda dari yang di novel.
"Kenapa kasiar Feng tiba-tiba begitu baik?. Apa karena aku merubah adegan teh tumpah itu?, tapi tidak mungkin sampai mempengaruhi sifat kaisar Feng yang seharusnya kan?. Aneh ..."
An Jia Li berjalan menuju bilik kamarnya hendak membenarkan pakaiannya terlebih dahulu. Ia berniat untuk memotong sedikit pakaiannya agar mudah bergerak sehingga kejadian seperti tadi tidak akan terulang lagi.
An Jia Li berhenti sejenak. Langkah kakinya tak lagi ia lanjutkan saat ia mengingat potongan adegan dalam novel.
Tokoh Xiang Lian di adegan jamuan teh pagi seharusnya memang berhasil menghindari hukuman penggal bukan?. Fikir An Jia Li setelah mengingat-ingat lagi. Ia menjadi begitu panik. Seharusnya ia banyak mengingat potongan adegan dulu sebelum bertindak.
An Jia Li menghela nafas, "hah. Seperti bukan diriku saja" batin An Jia Li yang biasanya bertindak setelah berfikir dan penuh rencana sebelum melakukan banyak hal.
"Tapi bagaimana caranya dia bisa menghindari hukuman itu?, aku tidak ingat ..." batin An Jia Li penasaran dengan cara tokoh Xiang Lian lolos dari hukuman, sayangnya An Jia Li tidak ingat. Namun ia tidak ingin memusingkan masalah itu, toh dirinya masih hidup sekarang. Yang ia fikirkan adalah sifat kaisar Feng yang masih belum bisa ia lupakan. Sampai ia mengingat sebuah kata-kata dari seseorang, yaitu Chunyin.
"Perubahan sekecil apapun yang kau buat akan mempengaruhi takdir yang mungkin saja masih memiliki peluang untuk bisa dirubah ... jadi bergeraklah. Diam tidak akan menyelesaikan apapun. Meskipun hasilnya tidak sesuai, setidaknya kau pernah berjuang. Jangan pernah sesali perjuangan sekecil apapun yang kau lakukan ...."
"Melangkahlah dan kau akan bertemu dengan seseorang yang akan memiliki takdir yang sama denganmu sehingga kau tidak akan sendirian menghadapi takdir ..." lanjut An Jia Li. Seketika ia mengingat tentang Chunyin. Meski pertemuan mereka singkat, namun An Jia Li memiliki kesan tersendiri dengan Chunyin.
An Jia Li masih belum sadar jika ia mencintai sosok adik dari Jiang Yi suaminya itu. bahkan ia juga masih belum ingat jika dikehidupan sebelumnya dirinya dengan Chunyin adalah sepasang kekasih yang saling mencintai namun mereka harus dipisahkan oleh kematian.
Tak ada yang tau apa maksud takdir membuat keduanya kembali lagi di kehidupan lamanya yang sekarang dengan Chunyin yang menjadi kaisar Li Xi sedangkan Jiang Yi suaminya menjadi kaisar Feng. Nampak seperti takdir tengah mengoreksi sebuah kesalahan yang telah dibuatnya.
"Apa yang membuat tokoh Xiang Lian meninggal?" gumam An Jia Li yang sesungguhnya tengah menanyai penyebab dirinya sendiri meninggal. Sayangnya An Jia Li masih belum sampai di bab terkuaknya penyebab tokoh Xiang Lian meninggal sampai membuatsang kekasihnya juga ikut bunuh diri karenanya.
"Dasar kau anak bodoh!" bentak seseorang yang suaranya sangat An Jia Li kenal sekarang. Dia adalah nona Liu yang menepuk kepala An Jia Li.
"Apa lagi yang kau lakukan tadi?. Salah sedikit saja kita berdua mungkin sudah tidak memiliki kepala!. Untung saja perasaan Yang Mulia Feng sedang baik, jadi dia meringankan hukuman kita" lanjut nona Liu yang tidak benar-benar memarahi An Jia Li sebenarnya. Sesungguhnya ia hanya kesal karena tingkah selir yang seperti permaisuri resmi kaisar, tapi tetap saja ia tidak akan bisa berbuat apa-apa untuk selir ular itu.
"Ma-maafkan aku. A-aku janji tidak akan mengulangi perbuatan seperti tadi!"
Nona Liu menghela nafas, "hah ... mau kau berjanji seribu kali pun kau tetap akan mengulangi kecerobohanmu itu" ucap nona Liu lalu mendumal, "ditambah dengan si selir berbisa itu. semua pelayan bisa mati karenanya"
"Kau benar nona Liu!. Harusnya selir sial itu-"
"Berhenti bicara dan cepat lakukan hukumanmu!. Aku tidak mau menerima laporan yang telat atau aku akan menambahkan hukuman untukmu!" potong nona Liu agar An Jia Li berhenti ikut mendumal seperti dirinya.
"Ah!. Baik!. Baik!. Jangan hukuman lagi!" ucap An Jia Li segera berlalu pergi karena tak ingin mendapatkan hukuman tambahan yang mungkin akan lebih berat dari hukuman yang diberikan kaisar.
Begitu sudah setengah jalan, An Jia Li akhirnya sampai di danau giok yang entah kenapa kakinya melangkah seolah sudah mengetahui tempat itu tanpa dirinya harus bertanya dimana danau giok berada. Tentu saja hal ini tidak An Jia Li sadari jika tubuh aslinya itu masih mengingat semua tempat yang memiliki banyak kenangan.
Ya, danau giok adalah satu tempat yang seharusnya memiliki banyak ingatannya Bersama dengan seseorang. Tapi An Jia Li yang saat ini hanya mengetahui hal itu karena petunjuk ingatannya membaca novel. Ia ingat adegan dimana ia akan bertemu dengan seseorang di danau giok itu.
"Siapa yang akan kutemui ya?" tanya An Jia Li sendiri. Lagi-lagi ia tidak mengingat kelanjutan potongan dalam adegan itu.