6. DANAU GIOK
Setibanya An Jia Li di danau giok, ia begiti terpukau dengan keindahannya. Danau itu berwarna biru dan berkilauan, benar-benar seperti sebuah batu giok yang berada didalam danau – memenuhinya. Jadi tidak salah jika semua orang menyebutnya dengan sebutan danau giok.
Angin bertiup lembut setelah itu, membawa perasaan-perasaan yang kembali muncul untuk An Jia Li, tentang sesuatu yang seharusnya tidak ia lupakan namun ia harus melupakannya – entah apa alasannya, yang penting bagi An Jia Li yang tidak mempunyai ingatan masa lalunya sebagai Xiang Lian. Kini ia hanya dapat merasakan perasaan asing itu menyelubungi relung hatinya tanpa mengingat apapun.
Bagai mencari bunga dalam tumpukan salju yang tebal. Selain sedikit mustahil rasanya dapat menemukan sebuah bunga tumbuh didalam tumpukan salju, mungkin tanganmu juga sudah lebih dulu membeku sebelum menemukan bung aitu.
Itu yang An Jia Li rasakan saat ini untuk menghadapi perasaan yang menumpuk dalam dirinya dan sebuah ingatan yang bagaikan bunga dalam tumpukan ingatannya.
Ia mencoba menggali, tapi perasaan asing yang menumpuk ikut menghalanginya untuk mencapi bunga ingatannya. Dadanya terasa sesak dan sakit secara bersamaan. Apa yang ia rasakan tidak ia ketahui. Dan ingatan yang terdapat didalam tak dapat ia raih.
Tiba-tiba An Jia Li seperti tidak mengenal siapa dirinya sebenarnya untuk beberapa saat sebelum sesuatu mengalihkan fikirannya yang tengah kosong seperti baru saja disetel ulang untuk diisi oleh hal yang mengalihkan perhatiannya tadi. Itu adalah sesuatu yang berkilau di tengah danau, namun hal berkilau itu bukanlah sebuah kilauan seperti yang ia lihat sebelumnya di permukaan danau karena terpaan matahari. Kilauan cahaya itu seolah memanggil An Jia Li.
An Jia Li berjalan selangkah demi selangkah menuju jembatan. Ia terus berjalan perlahan menuju sumber cahaya yang memanggilnya dengan kilauan keemasannya yang indah.
"Nona Xiang"
Begitulah suara yang An Jia Li dengar dari dalam danau giok. Suara teredam air itu memanggil An Jia Li dengan nama aslinya – Xiang Lian.
"Awas!"
Bagai terlepas dari sihir yang menghipnotis An Jia Li. Sebuah suara lain telah membuat An Jia Li tersadar. Ia lalu terjatuh tepat dipinggir jembatan. Selangkah lagi saja An Jia Li seharusnya sudah terjatuh kedalam danau jika saja seseorang tidak berteriak mengejutkannya.
Ah. Tidak ... bukan seseorang, namun dua orang. Ya, dua orang pria berteriak bersamaan setelah melihat An Jia Li yang berjalan dengan sikap aneh.
Dua orang pria itu bagai langit dan bumi yang akan menyatu untuk bertabrakan jika saja tidak ada An Jia Li. Seseorang di sisi kanan berpakaian gelap, sedangkan seseorang pria di sisi kirinya berpakaian putih perak. Yin dan Yang kini telah bertemu untuk mengambil takdir mereka masing-masing.
Dua pria itu langsung beradu tatap setelah berteriak bersamaan untuk memperingati An Jia Li yang kini hanya duduk membeku dengan jantungnya yang hampir saja berhenti karena begitu syok. Ia masih terkejut karena hampir saja jatuh kedalam danau yang dalam itu.
Sementara itu kedua pria yang saling melemparkan tatapan bingung kini telah berganti dengan berganti saling melemparkan tatapan yang dingin satu sama lain, bahkan mereka telah menarik keluar pedang dari sarungnya satu sama lain. Keduanya juga tak lupa mengambil posisi kuda-kuda untuk bersiaga bila ada yang menyerang duluan di antara mereka, namun nayatanya keduanya hanya tetap berdiam diri di tempat. Terutama untuk pria berbaju putih perak itu – dia menatap dengan bingung dan penuh kejut kepada sosok pria berbaju hitam itu.
"Kau. Kau ...!?" pria berbaju putih perak dengan motif merak nampang canggung. Namun ia sama sekali tidak salah melihat. Sebuah cerminan dirinya muncul dihadapannya.
Tak bedanya dengan pria berbaju hitam yang juga sama menatap pria berbaju putih itu dengan penuh tanda tanya. Ia canggung, bingung, dan penasaran. Semua perasaannya itu muncul setelah tubuhnya seolah bereaksi dan bergerak sendiri sesaat setelah ia melihat pria berbaju putih perak. Ada sebuah perasaan benci dalam ingatan tubuh itu terhadap orang di depannya, sehingga ia bertanya-tanya, siapa pria itu?, kenapa aku menarik pedang?, kenapa rasanya aku seperti membencinya?.
Sebuah pemandangan yang membuat jantung semua jenderal akan copot jika mereka melihat kedua pria itu. Mereka adalah dua orang kaisar muda yang tampan dari dua kekaisaran. Tentu saja tak ada yang tidak mengenal mereka.
Pria berbaju hitam itu – dia adalah sang kaisar Feng yang tak lain adalah Jiang Yi. Dan pria yang berbaju putih perak – dia adalah sang kaisar Li Xi yang tak lain adalah Chunyin yang tengah meninggalkan tugasnya demi mengganti adegan dalam novelnya.
Untuk saat ini hanya Chunyin yang mengatahui semua adegan di dalam novel buatannya sendiri, atau mungkin setiap adegan di kehidupan tempat dirinya terlahir kembali sebagai kaisar Li Xi. Ia tau jika kali ini ada sebuah momen yang tidak akan pernah ia lupakan.
Namun karena bertemu dengan Jiang Yi. Fikiran Chunyin teralihkan sesaat. Ia bagai bertemu dengan dirinya sendiri dari masa lalu saat ini. Dalam fikirannya ia berfikir dan membuat pertanyaan, apakah dia benar-benar tengah menghadapi dirinya sendiri saat ini?, karena raut wajah kaisar Feng di depannya menunjukan kebencian kepadanya. Chunyin lebih dari tau jika dirinya di masa lalu sangat membenci Li Xi, bajingan yang telah membunuh kekasihnya yakni Xiang Lian.
Keduanya kini terdiam dengan tenggelam dalam fikiran masing-masing sampai taka da yang ingat keadaan si gadis pelayan yang masih duduk gemetar dipinggir jembatan. An Jia Li berharap ada seseorang yang menariknya menjauh dari sana sekarang.
Walau begitu, An Jia Li sendiri juga ikut tenggelam dalam fikirannya. Ia tak lagi menghiraukan kedua pria disana. Ia hanya memperhatikan dirinya sendiri yang gemetar dan bertanya, kenapa?. Rasanya seperti sebuah kenangan buruk baru saja melewatinya dengan kecepatan angin yang berhembus sehingga ia hanya dapat merasakannya. Suatu perasaan dimana ia sangat ketakutan.
An Jia Li bertanya-tanya sambil mengingat kehidupan sebelumnya sebagai An Jia Li. Apakah dirinya memiliki trauma terhadap air ataupun kedalaman air seperti thalasophobia?, atau bahkan karena dirinya pernah tenggelam sampai-sampai ia memiliki trauma seperti itu?. lagi-lagi An Jia Li tidak bisa mendapatkan jawaban atas pertanyaannya sendiri.
Ditengah keheningan itu angin berhembus, dan Jiang Yi seperti mendapatkan hantaman besar di kepalanya hingga ia harus bertumpu pada pedang yang buru-buru ia tancapkan ke tanah, jika tidak ia akan terjatuh tersungkur ke tanah dan merusak wajah tampannya. Sekelebat ingatan juga menerpa Jiang Yi rupanya, namun sayangnya Jiang Yi juga bernasib sama seperti An Jia Li karena ia tidak tau ingatan apa yang memasuki kepalanya dengan begitu cepat dan banyak seolah ia tengah berada di dalam laut untuk menahan tekanan air yang kuat. Pusing ada hal pertama yang di rasakan Jiang Yi setelah hantaman ingatan samar itu. peluh langsung membasahi tubuhnya bagai dirinya habis terkena rintik hujan.
Jiang Yi bertanya-tanya apa yang telah terjadi padanya?, perasaan asing macam apa lagi yang menyelimutinya sekarang?. Yang jelas perasaan asing itu bukanlah seperti perasaan yang ia rasakan dari ingatan perasaan kaisar Feng melainkan sebuah perasaan baru namun terasa sudah begitu lama. Itu adalah ingatan milik Jiang Yi yang sepertinya juga bernasib seperti An Jia Li.
Sesuatu benda di danau giok telah membuat ingatan An Jia Li dan Jiang Yi tertarik muncul ke permukaan secara perlahan.
Setelah waktu berlalu selama satu dupa. Cukup lama, namun bagi Ketika orang yang ada di pinggiran danau giok yang tengah sepi itu waktu bagai tidak ada artinya. Mereka membiarkan waktu berlalu untuk datang dan pergi tanpa harus mengganggu fikiran mereka. Tak ada sepatah kata pun yang keluar sehingga akhirnya angin memilih berbicara duluan. Ia kembali berhembus lembut untuk menyapa dedaunan di musim semi, dan mereka pun menjawab sapaan sang angin dengen gemerisiknya yang menengkan.
Rupanya sang angin juga tidak lupa untuk menyapa dua orang pria tampan disana. Yang satu Chunyin dengan wajah ramah lembutnya namun sifatnya masih cukup dingin karena suatu alasan, sedangkan yang satunya adalah Jiang Yi yang berwajah tegas nan dingin namun sifatnya sungguh lembut. takdir nampaknya membuat kesalahan lain dengan memasangkan wajah dan sifat yang salah karena saling berlawanan.
Pakaian kedua pria itu berkibar, namun pakaian putih perak milik Chunyin jauh lebi menonjol disana. Dirinya seperti seorang abadi dari langit yang baru saja turun ke bumi untuk menabur salju. Pakaiannya sangat elegan dengan motif perak burung merak putih dari bulan.
Berbeda dengan kedua pria berstatus tinggi yang sepertinya akan tetap baik-baik saja jika diterpa angin badai sekalipun, namun seorang An Jia Li sudah terusik dengan belaian angin di wajah dan rambutnya. Belaian angin begitu lembut sampai mengusik rasa takut An Jia Li agar pergi. Hembusan angin itu pula yang membuat An Jia Li menoleh untuk melihat siapa yang berteriak padanya tadi.
Dua manusia yang bagai pahatan dari giok yang indah langsung membuat An Jia Li tak dapat berkata-kata. Tentu saja ia terkejut dengan melihat kaisar Feng ada disana, namun An Jia Li lebih dibuat terpesona oleh sosok dihadapan Jiang Yi yang bagai terbuat dari pahatan giok yang begitu murni. Fitur wajah tokoh kaisar Li Xi itu memang benar-benar wajah kekasih impian banyak Wanita.
Jika saja An Jia Li sadar sekarang, ia pasti akan bertanya-tanya. Kenapa tokoh Xiang Lian lebih memilih kaisar Feng daripada kaisar Li Xi?.
Lagi-lagi jawaban yang akan ia dapatkan mungkin hanya satu, yaitu Cinta.
Karena cinta semua yang terlihat indah bisa terlihat buruk begitu pula sebaliknya. Namun cinta sejati tak melihat keduanya. Tidak ada indah dan buruk. Cinta sejati memandangnya dengan sempurna tanpa celah.
Cinta sejati bahkan tak dapat dibandingkan dengan sebuah permata giok terindah di dunia sekalipun.