"Roti bakar keju dan hmmmm... Kopi pahit."
Seorang pelayan mencatat pesananku dan ia berlalu meninggalkanku. Roti bakar keju dan secangkir kopi kurasa cukup untuk perutku yang masih belum dimasukkan makanan apapun setelah aku tidur tadi.
Pukul dua belas... Ester masih juga belum terlihat batang hidungnya. Aku memukul-mukul pahaku dengan jari-jari tanganku dan akhirnya sedan putih memasuki halaman parkir aku sangat mengenalnya Ester keluar dengan pakaian sederhana hanya mengenakan kaos ketat berwarna hijau dan celana bahan model masa kini bagian bawah ketat dengan rambut di ikat seadanya dan ia mengenakan kacamata hitam tak seperti biasa. Ester masuk, aku mengangkat tangan kananku agar ia dengan cepat dapat menemuiku. Semakin dekat bau parfume tubuhnya semakin lekat di hidungku.
"Maaf terlambat." Katanya menjatuhkan tubuhnya di kursi dihadapanku.
"Lewat lima menit" Kataku.
"Kau sudah pesan?"
"Yah, roti bakar keju dan kopi pahit. Mau ikutan?"
"Tak usah nanti saja."
"OK." Suara Ester agak serak tak seperti biasa dan ia selalu menunduk seakan berusaha untuk tak langsung kontak mata denganku. Aku tahu, aku bisa membaca gerakan tubuhnya. Ia tak tenang. Ada apa dengannya. Berkali-kali ia membenarkan kaca mata hitam besarnya. Dan menatap keluar kaca.
"Ada apa Es?"
"Tak ada apa-apa. Kita makan saja dulu OK." jawabnya dengan berusaha tenang.
Aku mengangguk.
"Baiklah." Kami saling diam tak ada perbincangan, aneh.
Aku sendiri masih bingung ada apa dengan Ester. Namun aku tak mau banyak bicara terlebih dulu. Aku berkali-kali meliriknya. Dan ia sesering mungkin membuka posel miliknya dengan cemas. Pasti terjadi sesuatu, dugaanku.
Aku membuang muka ke tempat lain. Dua pasang pemuda pemudi tengah asyik berpacaran aku dapat menganalisanya. Mereka mengenakan kaos dengan warna senada pink dan yang laki-laki didadanya bertuliskan "PAPA" dan di dada sang gadis bertuliskan "MAMA" Aku tersenyum melihatnya, anak muda sekarang lebih berani mengekspresikan perasaan mereka atau hanya terbawa jaman karena saat ini sedang "in" Korean Wave yang tengah menjamur di seantero jagad bumi Indonesia.
"Dam, maaf merepotkanmu datang ke sini."
"Eehh.. nggak apa." Aku menatap Ester, ia membenarkan lagi kacamatanya.
"Ada apa Ester? Ada yang perlu dibicarakan, kah?"
"Nanti kau akan tahu." jawabnya lagi masih terlihat berpura-pura tenang.
Aku semakin penasaran dengannya.
Dan tiba-tiba seorang pemuda mendatangi Ester dan aku. Pemuda itu langsung memeluk Ester, aku terkaget. Wajahnya oriental berbentuk Vlebih tinggi dari aku dan matanya lebih sipit dari aku. Dilihat dari style pakaiannya ia sangat mengikuti mode saat ini.
Jeans ketat dengan kaos super ketat dan membawa dompet besar warna coklat trend anak muda masa kini yang sering kulihat di televisi dan mereka para pekerja kantoran yang datang ke rumah sakit tempatku bekerja. Ia tersenyum dengan ramah kepadaku. Aku masih terbengong-bengong.
"Perkenalkan Marcel." Katanya
"Adam" kataku dan menjabat tangannya.
Ia duduk disebelah Ester, mereka saling berpandangan.
Siapa dia?
"Dam, ini Marcelio. Pacar aku." Ester tanpa panjang lebar langsung memperkenalkan laki-laki itu kepadaku. Aku tercekat, lalu apa hubungannya denganku.
Oooohhhhh Tuhan, aku baru sadar.
Pasti Ester ingin membatalkan pertunangan kita dengan membawa kekasihnya kepadaku. Entah aku sepertinya, ada euforia dalam hatiku dan tiba-tiba aku ingin sekali terseyum namun kutahan.
"Marcelio ... jadi kau ..."
"Iya, aku menyuruhmu datang ke sini ingin aku perkenalkan dengannya." Ester memalingkan wajahnya ke laki-laki disampingnya dan mereka saling tersenyum, so sweet.
"Lalu, apa yang akan kalian lakukan?"
"Jadi ... kau ..."
"Iya, aku tanya apa yang akan kau lakukan selanjutnya?"
"Dam, kau tidak marah atau merasa terhina dengan semua ini."
"Ester, kau seperti baru saja mengenal aku. Apa yang harus aku lakukan jika kalian berdua memang benar-benar saling mencintai." kataku dengan tersenyum senang pastinya.
Laki-laki itu hanya diam tak banyak bicara.
"Aku bertemu dengan Marcel lima tahun yang lalu ketika aku masih kuliah di Amerika. Mami dan papi tak setuju karena Marcel warganegara China. Namun kini ia sudah berganti kewarganegaraan dan telah bekerja tetap di sini. Aku ingin meminta bantuanmu untuk mengatakan semua ini kepada kedua orang tuamu. Dan masalah kedua orang tuaku biar aku yang mengatasinya."
"Ester, apa kau pikir orang tuamu akan menerimanya. Acara sudah minggu besok dan kau mau membatalkan semuanya."
"Adam, aku pikir?"
"Yah, aku tak keberatan dengan apa yang kau pilih. Tapi aku juga tak ingin kedua orang tua kita menanggung malu. Bukankah undangan telah disebar. Bagaimana? Kau mau menanggung semuanya dan memberi alasan kepada mereka semua."
"Kau jangan khawatir, aku sudah mengatur semuanya. Pertunanganku tetap berjalan namun bukan denganmu." jawaban Ester sungguh mengejutkan aku.
Aku terkaget mendengarnya, seorang Adam tidak diinginkan. Aku tersenyum dengan sinis dan tiba-tiba wajah Fara bergelayut dalam pikiranku.
"Baiklah, aku harap kau bisa mengatasi semuanya. Dan aku akan menjelaskan semua kepada ayah dan ibuku. Lalu bagaimana dengan perjanjian antara ayahku dan ayahmu."
"Aku akan menjelaskan kepada papaku tentang semua ini. Dan nantinya kau jangan khawatir tentang perjanjian itu tak akan berubah sedikitpun. Walau aku tak bertunangan denganmu bisnis ayahmu dan papaku tetap berjalan." Ester membuka kacamatanya dan aku baru tahu, kedua matanya bengkak mungkin semalaman ia menangis.
"Thank You" hanya itu yang dikatakan Marcel
"Marcel belum lancar betul bahasa kita dan hanya itu yang dapat ia katakan." Aku mengangguk dan tersenyum kepadanya. Ada rencana apa lagi Tuhan untuk diriku, mengapa semuanya berubah dengan sangat cepat. Aku menyendok roti bakar pesananku dan menyeruput kopi hangat. Ester dan Marcel entah apa yang sedang mereka bicarakan aku larut sendiri dengan pikiranku dan menikmati makan siangku di sini.
Bersambung..