Chereads / DOKTER TAMPAN JATUH CINTA / Chapter 20 - Apa Kabar Jerman?

Chapter 20 - Apa Kabar Jerman?

Dan bagaimana Jerman? Apa kabarnya Stanley Adam? (Hehee..) Aku membayangkan kakak sedang di kafe, minum satu gelas kopi pahit yang terkenal disana dan menikmati pemandangan kota Kempten. Kak, kau mengenakan pakaian dingin dengan syal di leher dan duduk bergaya ala orang -orang Jerman ketika membaca suratku ini.

Lepaskan saja Syal itu jika kau benar-benar mengenakannya karena kupikir kau akan terlihat konyol. Kakak, kau sudah terima semua pesananku yang kutulis di beberapa lembar suratku sebelum ini. Kau tahu aku sangat menyukai hal ini aku tak akan pernah mengirimkan surat elektonik kepadamu karena aku ingin koleksi prangko milikku penuh dengan hal seperti ini. Jangan menertawaiku.

Semoga kau diberkati Tuhan, kakak.. jangan lupa kau harus membawa semua pesananku ketika kau pulang nanti. Papi, Mami dan aku sangat merindukanmu. Jangan bawa gadis bule, karena aku tak ingin memiliki kakak ipar seorang bule... (aku becanda.)

Take Care... kami selalu merindukanmu.

GBU

Agnes

"Pesanan?" kau pikir aku berada di Bandung dengan mudah bisa dimasukkan semua pesananmu ke dalam bagasi mobil. Aku menutup surat yang kuterima dari adikku Agnes.

Ya Tuhan, aku merindukan mereka semua ...

Aku duduk di sebuah kafe di dalam area Universitasku. Tak terasa sudah hampir enam bulan aku berada di sini. Kota Kempten, Bayern, Jerman Selatan adalah kota terindah yang pernah aku lihat. Saat ini musim dingin telah tiba dan aku jarang sekali bahkan tak pernah mandi setiap harinya.

Tubuhku beku jika kulitku bersentuhan dengan air. Aku tinggal bersama salah satu keluarga warga negara Indonesia. Mereka sudah dua puluh tahun tinggal di Jerman, seorang muslim. Aku di tempatkan di rumah ini karena mereka bekerja sama dengan Kedutaan Republik Indonesia untuk menerima setiap mahasiswa yang tengah belajar di Jerman dengan beasiswa tanpa dipungut biaya.

Awalnya aku tak menyangka mendapatkan orang tua asuh yang baik hati. Namun demikian aku jarang sekali bertemu dengan mereka. Keluarga Atmodjo, ia seorang jawa tulen seluruh ornamen rumahnya dibangun mirip bangunan di jawa pada umumnya dari luar terlihat bangunan sama dengan bangunan rumah di Kempten namun ketika kita telah memasuki ruangan akan tercengang dengan desain bangunan interiornya.

Bapak Atmodjo dan istri jarang sekali di rumah, aku hanya dua kali bertemu mereka di rumah. Mereka memiliki bisnis di luar kota Kempten dan mereka sering keluar negeri antara Austria hingga Italia. Kedua anaknya tengah mengecam pendidikan di Amerika dan aku lagi-lagi selalu saja sendirian di rumah.

Aku baru tahu ketika telah lama di sini. Inilah alasannya mungkin mereka mengijinkan aku untuk tinggal di rumahnya yang super besar. Agar rumah mereka tak kosong dan mereka membantu kami para perantau agar kami tak perlu mengeluarkan banyak biaya untuk hanya sekedar menyewa apartemen.

Aku tanpa sengaja mendengar salah seorang teman sekelas di kampusku warga negara Polandia, ia bercerita kepada semua mahasiswa di kelas bahwa sewa apartemen di Kempten sangat mahal sekali. Aku tersenyum mendengarnya. Seperti saat ini, Bapak Atmodjo dan istri tengah pergi ke Itali untuk suatu urusan bisnis hingga dua minggu kedepan dan itu berarti aku akan bertemu dengan mereka akhir bulan ini.

Aku duduk di depan meja belajarku, kubuka laptop milikku dan ku pencet tombolnya layar windows menyala bersamaan dengan suara twiiiing dari speaker laptop. Aku membuka folder pribadi milikku ada beberapa folder foto, iseng aku klik dan terbuka semuanya. Foto aku dan keluargaku di Jakarta ketika aku hendak pergi ke Jerman beberapa bulan yang lalu.

Wajah mereka nampak bahagia dan sedih ketika mereka mengantar kepergianku di bandara International Soekarno-Hatta. Kuklik sebelahnya, foto aku dan Alif dan aku berhenti. Sebuah wajah yang telah lama aku lupakan, Fara. Kuperlebar gambarnya. Ia tengah berpose dengan Alif dan aku, Agnes yang mengambilnya saat itu di depan pintu masuk bandara. Yah saat itu Fara dan Alif ikut mengantar kepergianku.

Setelah acara pertunanganku dengan Ester gagal dan keluarga Ester tak terima dengan apa yang Ester lakukan. Namun aku pun akhirnya ikut andil dalam menyelesaikan masalah itu. Aku menemui kedua orang tua Ester dan menjelaskan semuanya. Mereka awalnya marah besar, namun aku dengan perlahan memberikan mereka pengertian atas apa yang dilakukan Ester putri tunggal mereka. Dan kedua orang tuaku awalnya pun kaget dengan berita yang aku sampaikan. Tapi ayah dan ibuku memang sebenarnya mereka keberatan aku menikah atas sebuah perjanjian semata. Dan mereka tak terlalu kecewa.

Akhirnya pertunangan itu pun tetap berlangsung antara Ester dan Marcel, meski tamu undangan terheran ketika datang dan mengetahui calon pengantin laki-laki bukanlah aku dan selanjutnya berjalan dengan lancar semua kembali normal. Adikku, Agnes membantu ayahku mengolah perusahaannya dan menjadi wakil ayah di kantor.

Aku kembali ke rutinitasku sebagai dokter dan belajar mempersiapkan keberangkatanku belajar ke Jerman. Fara, aku masih menemuinya secara diam-diam di depan rumah tanpa sepengetahuannya, hingga akhirnya aku memutuskan untuk menemuinya namun tak seperti yang aku bayangkan. Aku tetap saja diam seribu bahasa ketika bertemu dengannya dan hanya kata selamat tinggal kepadanya, aku memberitahunya bahwa aku akan pergi ke Jerman untuk belajar itu saja dan ia hanya mengucapkan semoga sukses, klise. Itu saja...

Kututup kembali gambar itu, aku menghela napas panjang. Aku masih saja memikirkannya senyuman itu aku tak akan pernah melupakannya. Ada pesan masuk di inbox pesanku, aku membukanya dan tercengang ketika kudapati nama Fara tertera di situ.

Pertandakah ... aku baru saja membuka gambar wajahnya dan kini tiba-tiba aku menerima pesan darinya. Dari mana ia mendapatkan alamat emailku, aku tak pernah memberikannya, Alif kah? Tak mungkin karena sudah enam bulan aku dengar ia telah menikah dengan gadis pilihan orang tuanya dan menetap di Medan, ia membuka klinik pribadi bersama sang istri yang ternyata lulusan perawat.

Bersambung..