Chereads / EMILY. / Chapter 10 - | Chapter. 9 || Seconds Before The Rainbow |

Chapter 10 - | Chapter. 9 || Seconds Before The Rainbow |

21.20 PM, AUCTION HOUGHTON CORP

Fancy Cruise, HOUGHTON CORP PROPERTY

.

.

.

.

.

Suara ketukan langkah kaki tegas dan tegap, memasuki ruangan. Suara ramai pengunjung tidak membuat suara langkah kaki itu menurunkan derajatnya. Perlahan suara bisik pengunjung menurunkan suara berisik perbincangan mereka dan semakin memberitahukan pada semua orang di ruangan luas tersebut bahwa dialah sang penguasa di ruangan ini.

Aura dominan yang menguar begitu luas bahkan tidak sedikit yang bergetar tubuhnya merasakan kehadirannya. Hingga pada akhirnya semua pasang mata tertuju ke arahnya. Hingga semua rencana perhatian tiba-tiba saja terjatuh padanya.

Tak banyak yang mengetahui identitas dirinya. Apalagi dengan adanya topeng Masquerade mewah hitam melekat pas pada wajah tampan dan tegasnya itu. Sampai hanya setengah bibirnya saja yang terlihat diwajahnya. Seperti mengintip malu bibirnya itu dari balik topengnya. Dan dengan tubuh tegap dan kekarnya itu, cukup memberitahukan kepada semua orang yang ada di ruangan ini bahwa dia bukanlah orang biasa.

"Mr. Black! Welcome to our Auction Hall. Bagaimana menurutmu?" tanya sopan seseorang yang tiba-tiba saja datang kepadanya disertai beberapa ajudannya. Mata elang lelaki itu seketika saja melirik ke arahnya.

"Lumayan" tukasnya tajam menegaskan kalau dia membuat batasan dengan orang berisik didepannya ini. Lihatlah! Bahkan namanya saja dia tak tau, untuk apa orang gila ini berbasa-basi dengannya.

Keheningan meraja sesaat kala mendengar jawaban yang dia lontarkan. Entah kenapa orang-orang disekitarnya sangat penasaran dengan perbincangan sampahnya dengan orang ini. Bahkan ada sekali yang sengaja menatap terang-terangan ke arahnya dengan tatapan seperti... Takut dan kagum?.

Ku mendenguskan nafas kuat-kuat. Apa mereka semua bosan hidup mereka yang memang tidak berguna itu?! Aku akan benar-benar mencongkel kedua mata mereka jika mereka masih menatap ku seperti ini. Aku benar-benar muak!. Mereka sangat menjijikkan!.

"Bree, aku muak melihat mereka semua. Rasanya tanganku gatal ingin mencongkel mata mereka satu-persatu" bisikku pada earphone bluetooth yang terpasang transparan ditelinga kananku.

Ya, earphone bluetooth yang tersambung langsung kepada seluruh bawahan ku. Khususnya Bree. Bahkan aku bisa hanya berbicara secara pribadi dengan Bree jika aku ingin. Kenapa? Karena aku yang memegang kendali.

"Baik, saya mengerti". Dan didetik setelahnya, sebuah teriakan peringatan agar berhenti menatapku bahkan berdekatan denganku langsung terdengar masuk ditelingaku. Membuat sudut bibirku tertarik sedikit sampai menyunggingkan seringaiannya kecil disana. Entah kenapa melihat wajah orang-orang yang bergetar takut dan menyedihkan, menjadi suatu hiburan tersendiri bagiku. Ah... Menyenangkan.

Mendengar peringatan itu, orang dihadapanku ini tiba-tiba saja tubuhnya membeku. Bahkan terlihat sekali dia menahan tubuhnya yang bergetar karena takut. Sampai-sampai beberapa ajudan dibelakangnya juga ikut terkejut mendengarnya. Melihat semua itu, rasanya dia ingin tertawa terbahak-bahak saat ini juga. Dasar sampah! Merangkakkan kalian diatas bumi sebagai mana seharusnya sampah lakukan!.

"Ahahaha... Astaga! Sepertinya aku lupa memperkenalkan diriku sendiri. Maafkan aku.." ucapnya dengan sedikit terbata-bata. Aku yang lebih tinggi darinya, hanya meliriknya sekilas lalu mengedarkan mataku ke sekitar. Hingga mataku, menangkap sesosok dibelakang sana. Didalam sudut ruangan yang hanya ditemani cahaya remang.

Ya, ada sebuah sudut pojok ruangan yang cukup untuk bersandar atau berdiam diri disana. Dan dengan tingkahnya itu membuatnya tidak terlalu mencolok tapi tetap saja, ia dengan mudahnya menarik perhatianku.

Dengan matanya yang awas mewaspadai lingkaran sekitarnya sambil berbicara dengan seseorang yang sudah pasti diketahui olehnya. Bahkan terlalu mudah terbaca jelas strategi mereka padanya. Membuatnya langsung saja menyunggingkan senyum seringai diwajahnya yang sangat jelas. Dan itu membuat wajahnya bertambah tampan 3x lipat. Dan itu berbahaya.

"Perkenalkan nama saya Richard Marxangels. Kepala pelaksana sekaligus---".

"Ya aku tau. Aku ada urusan penting. Terima kasih atas penyambutannya". Dan kata itu menjadi akhir pembicaraan omong kosong dan tidak berguna itu. Melangkahkan kakiku menuju sebuah meja yang sudah terisi beberapa orang termasuk sahabatnya sendiri.

"Selamat datang Tuan..." sapa Brian yang sejak awal menyiapkan kursi untukku dan terduduk disamping kananku.

"Hm. Jangan terlalu formal padaku Bree. Kita diluar kantor" ucapku menggumam sebelum memperingatkannya.

"Baik Chris..." jawabnya yang langsung saja menyesap champange yang memang sudah tersedia sejak awal diatas meja. Siapa lagi kalau bukan Brian yang menyediakannya?. Dia memang selalu bisa diandalkan.

"Hey man... What's up?" sapa sahabatnya yang lain yang juga duduk sejak awal sudah berada disana bersamaan dengan Brian. Sambil sesekali menyesap minuman bening ditangan kanannya, matanya sedari tadi juga menatap ke arah objek yang sama denganku. Sebelum aku datang dan duduk tepat disampingnya. Ya, sahabat mata-matanya yang tadi ia tugaskan untuk mengawasinya. Marvel.

"Bagaimana keadaannya?". Dan pertanyaan ku cukup membuatnya menoleh ke arahku. Cukup jelas dengan pertanyaanku bagi orang-orang disekitar ku untuk dimengerti. Bahkan dengan tidak susah payah mereka memberikan semua jawaban dengan teliti.

"Persis seperti yang kau perkirakan. Dia sepertinya sudah memulainya. Apa yang akan kau lakukan? Aku tau mereka tidak akan sampai sejauh itu hanya untuk menjalankan misi murahan musuhmu. Tindakan mereka tidak akan mengusik jalannya organisasi. Tapi... Apa kau hanya akan membiarkan mereka bertindak begitu saja? Aku sih tidak masalah jika kau membiarkan mereka. Toh aku juga ingin melihat mereka. Sepertinya mengikuti permainan mereka juga tidak buruk..." jawab Marv dengan panjangnya. Seraya memperhatikan raut wajah sahabatnya yang sejak awal hanya menampilkan wajah datarnya saja.

Sepertinya otaknya sedang berpikir keras dengan penuh pertimbangan. Dan... Ini konyol. Bahkan selama 25 tahun hidupnya di dunia ini bersama sahabat masa kecilnya itu, baru pertama kali dia melihat otaknya berpikir keras karena wanita. Ah tidak... Sepertinya dia juga pernah seperti ini. Yap, benar. Dia pernah seperti ini dan itu sudah sangat lama sekali. Dan sangat membekas bagi siapapun yang mengenalnya. Shit! Pikiranku kembali lagi ke masa itu!. Menyebalkan!.

"Chris, salah satu tim target berada diarah jam 10. Berjarak 5 meter dari kita dan semakin mendekat...." bisik Brian yang terdengar melalui bluetooth. Mataku mengikuti arah pandang Bree. Menatap sekilas pria bertuxedo rapi yang sedang menyisirkan pandangannya seraya mendekat ke arahku. Hingga aku kembali menatap sekitar agar tidak terlihat mencurigakan.

Hingga tubuh tegap yang hanya sebatas hidungku berdiri dihadapan kami yang membuat semua perhatian kami tertuju padanya.

"Selamat malam Mr. Wyatt! Nice to see you!" sapanya pada Bree.

"Selamat malam juga Mr. Stone! Nice to see you too! Sepertinya perjalananmu lancar!" jawab sapa Bree dengan senyumnya yang merekah membuatku ingin tertawa melihatnya. Sangat sempurna sekali aktingnya. Pantas saja dia selalu memenangkan tender kami. Memuaskan.

Lalu dia menyapa kami dengan ramah satu persatu. Berbicara basa-basi kecil atau bahkan menanyakan kabar masing-masing. Memberikan senyuman formal padanya tapi tidak denganku. Bahkan Bree sampai berdiri dati duduknya hanya untuk menyambutnya dengan ramah.

Menjabat tangannya kala ia menjulurkannya ke arahku dan Marv. Dipersilahkan duduk oleh Bree kala sedikit sapaan telah kami lontarkan padanya. Hingga berbincang-bincang kecil tentang perusahaan dan proyek yang menjadi kesepakatan dan juga ajang kerja sama tidak luput dari perbincangan tersebut.

Ku perhatikan orang yang ada dihadapanku lekat-lekat. Sikap ramah tamahnya memang cocok untuk dijadikan umpan dan sebagai seorang manipulatif yang cukup baik ku lihat. Tapi tidak denganku. Sesekali ia menatap wajah salah satu kami tanpa berkedip. Bahkan terlihat sekali bahwa ia sedang mendengarkan sesuatu. Mungkin instruksi salah satu dari anggota timnya?.

"Wine or champange sir?" tawar seorang pelayan perempuan yang baru saja hendak melewat disamping kami.

"White wine please...". Mendengar permintaan tersebut membuatnya membungkuk pamit untuk mengambilkan pesanan yang didapatnya. Dan permintaan Marv mewakili kami semua. Dia memang tidak membawa minuman satupun. Hanya membawa nampan kosong yang sepertinya hendak ia isi kembali dengan beberapa gelas minuman.

"Ah sepertinya kami belum berkenalan sebelumnya. Maafkan ketidaksopanan ku. Aku Zachary Stone, dan kau?". Ia melemparkan pertanyaannya padaku.

"Christian Dev. Sepertinya aku tidak perlu menanyakan namamu..." jawabku datar. Yang dijawab dengan senyuman ramah olehnya. Tidak sampai 5 menit, pelayan tadi menuangkan ke dalam gelas dihadapannya satu persatu hingga akhirnya menuangkan wine kedalam gelas yang ada tepat dihadapanku.

Ia tersenyum ramah padaku. Sedikit membungkukkan tubuhnya agar minuman tersebut tertuang dengan rapi dan tidak berantakan. Tidak perlu ku balas keramahannya dengan senyuman juga, karena sebuah seringaian terbit dihadapanku saat ku melihat sesuatu ditelinganya. Dia hanya tetap. Bodoh!.

"You're one of them aren't you?" bisikku tepat didepan telinganya. Dan terlihat jelas seketika wajahnya pucat kaku.

••••••

"Pardon me sir?". Pelayan itu berbalik tanya saat mendengar penuturan tamu yang ada dihadapanku itu. Kerutan di dahi mengatakan jelas bahwa dia tidak mengerti arah pembicaraan itu. Walau sebenarnya, jantungnya berdegup kencang mendengarnya. Bahkan wajahnya sedikit terlihat pucat dan mengkaku, namun beruntungnya masih bisa dia tutupi dengan baik.

Pelayan itu tidak sebodoh itu dengan tidak mengerti ucapan yang dikeluarkan tamu dihadapanku ini. Tapi aku hanya takut bahwa ucapan laki-laki dihadapannya ini terdengar oleh target mereka yang tepat sekali duduk disamping kirinya ini. Mengingat kalau targetnya ini bersahabat baik dengan kedua orang disampingnya.

Jika misi mereka terbongkar Dan target sedang berkumpul dengan sahabatnya saat ini yang bisa dibilang juga memiliki peran besar dalam dunia perbisnisan itu, bisa menjadi bumerang bagi mereka. Dan itu bisa menjadi bahaya yang cukup besar dan merepotkan bagi mereka. Apalagi jika sampai mereka curiga, maka 5 menit kemudian, nyawa seluruh timnya bisa terancam. Dan itu sangat merepotkan.

"Maksudku, Kau salah satu bartender yang sedang marak dibicarakan itu bukan? Terbaik dunia?. Barton Matriever... Am I right?" jelas Chris. Masih dengan seringaiannya yang tajam dan menakutkan.

Seketika Logos menghembuskan nafas lega. Benar, Logos-lah yang berperan sebagai pelayan yang membawakan minuman itu kepada target. Kenapa? Karena disalah satu minuman tersebut terdapat obat herbal yang bisa membuat orang yang meminumnya akan mengalami kontraksi berat sistem pencernaan. Jangan kira dia sudi menaruh bahan-bahan kimia tersayangnya hanya untuk membuat seseorang sakit perut. Itu benar-benar menurunkan harga dirinya.

Logos yang masih mempertahankan wajah datarnya, dia beri sedikit senyuman disisi sudut kanan bibirnya. Pikirannya menjalar kemana-mana saat orang dihadapannya ini mengatakan hal benar-benar membuatnya terancam. Bahkan pikirannya sudah merencanakan untuk membunuh laki-laki dihadapannya itu dengan racun barunya itu setelah misi ini selesai. Tapi sepertinya itu tidak perlu.

"Yes, sir. Kau benar" jawab ramah Logos.

"Datanglah sesekali ke perusahaanku, aku ingin mencoba racikanmu" jawabnya dengan nada datar yang sedikit dipaksa diramah tamahkan.

"With all of my pleasure, sir. Maaf sir, saya harus kembali...". Dan setelahnya, dia langsung pamit dan bergegas pergi dari hadapan mereka berempat. Ah, jangan lupakan Husky disana, dia juga sempat terkejut mendengarnya. Jika dia tetap berada disitu dan berbincang-bincang, maka rencananya bakalan jadi berantakan.

"Logos! Apa kau baik-baik saja?!". Suara panik seseorang masuk ke dalam telinganya. Membuatnya berdehem singkat menjawabnya.

"Apa-apaan itu tadi?!" kesalnya saat mendengar perbincangan antara Logos dan pria tadi.

"Aku tidak tau" bisik Logos dengan suara yang sangat pelan sekali.

"Tapi---".

"Blade, stick to the plan. We don't have much time for this. Dan Logos, ku lihat sepertinya kau baik-baik saja". Sebuah suara lain terdengar.

"Semua terkendali" jawabnya tenang karena memang semuanya masih tetap berjalan sesuai rencana. Bahkan tadi itu mungkin... Hanya kebetulan?.

"Good. Logos, aku ingin kau segera kembali ke pelabuhan dan mengambil sesuatu disana. Pastikan barang-barang yang ku minta pada Blade kau bawa. Atau kita semua akan mati. Mengerti?" tukas tajam seseorang yang memotong ucapan Blade. Siapa lagi kalau bukan Black?.

"Understood" jawab Logos sambil melangkahkan kakinya ke arah dapur. Membuka pintu belakang lalu berhadapan dengan kepala dapur yang sedang menunjuk-nunjukkan jari telunjuknya kepada seorang koki sambil memaki-maki. Wajahnya menoleh saat mendapatiku berada disampingnya.

"Ada apa?!" Bentaknya cukup keras.

"Saya mendapat laporan Chef" ucapnya dengan wajah datar.

"Jika kau hanya membawa laporan menyebalkan, pergilah! Atau kau ku pecat!" Marahnya sambil mendekatkan wajahnya ke hadapan wajahku. Tubuhnya yang tidak sampai sedaguku itu, mendongak tajam ke arahku. Membuatku sedikit menunduk untuk menatapnya.

"Ini tentang bar utama Chef!". Matanya yang tadinya menatap tajam ke arahku, seketika mengerut dalam.

"Katakan!".

"Saya mendapat laporan darurat dari bar yang ada di Resort terdekat pelabuhan, Chef" panik Logos dengan sedikit mendramatisir.

"Memangnya ada apa dengan bar disana?" tanyanya dengan raut wajah sinis.

"Terjadi kebocoran digudang persediaan wine kita chef, kalau chef berkenan, biarkan saya yang menangani permasalahan yang terjadi disana" ucapnya meminta izin. Inilah akibat dari namamu yang terkenal. Jika kau tiba-tiba saja menghilang, maka semua orang akan mencari.

"SIAPA YANG BERANI-BERANINYA MELAKUKAN KECEROBOHAN SIALAN ITU?! AKAN KU CINCANG KEPALANYA DAN DIJADIKAN BAHAN UTAMA UNTUK MEMBUAT MAKANAN ANJINGKU!" murkanya yang khas sekali dengan seorang chef. Apalagi dia adalah kepala dapur. Maka disinilah tempat terbaiknya dia menjadi raja.

"Wine yang berada didalam peti kayu sedikit tersenggol oleh Kevin, Chef" ujar Logos beralasan. Memang orang itu yang menjatuhkan dan merusak kran petinya. Hanya saja, Logos mempermudahnya dengan sedikit dari salah satu cairan Alkali. Atau biasa kita sebut dengan... Sabun.

"Anak itu! Akan ku beri pelajaran dia! Baiklah, tapi kau harus kesana sendirian. Jangan berani meminta siapapun untuk menemanimu!. Aku tidak mau tau! Pokonya setelah acara ini selesai kekacauan disana juga harus selesai atau kau dipecat! MENGERTI?!" marahnya dengan beberapa otot yang menegang dilehernya. Menunjuk-nunjukkan ujung jari telunjuknya ke dadaku sambil menahan amarahnya yang memuncak-muncak. Bahkan wajahnya sudah berwarna merah padam saking marahnya.

"Dimengerti chef". Dan tak lama, Logos sudah berada di loker baju. Menggantinya dengan baju khusus yang berhasil dia sembunyikan saat masuk kemari.

Baju serba hitam yang seperti pasukan SWAT dipakainya. Tentu saja dia tidak akan kembali lagi ke dapur yang menjijikkan dan dipenuhi bau amis dan asap daging itu. Tidak akan dia mengambil peran sebagai pelayan lagi. Benar-benar merepotkan!.

Jangan tanyakan kenapa dia seberani itu memakainya diluar dengan santai. Melihat keadaan diluar yang cukup ramai dan dia juga tidak bodoh untuk mengunci pintu sebelum memasuki ruang. Dan dengan semua itu, sudah dipastikan semuanya aman untuknya. Bahkan CCTV saja tidak dipasang disini. Apalagi yang harus dia khawatirkan?. Caranya dia keluar? Itu hal yang sangat mudah!. Tinggal berjalan keluar melewati pintu sambil menyapa orang-orang yang dilewati... Mudah bukan?.

Dipakainya masker dan kacamata hitam diwajahnya. Menyalipkan earphone yang tadi sempat dilepas olehnya dan kembali mengetesnya takut-takut tidak menyala. Memasukkan senjata api semi otomatis yang sebelumnya sudah ia isi penuh dengan peluru.

Beberapa BB-212 dan Granat UK Mills dia selipkan disaku-saku celananya. Diselipi dengan beberapa peluru cadangan yang sebenarnya sudah terisi penuh diatas kecil dibelakang punggungnya. Bahkan dia membawa senapan lain didalamnya. Pisau lipat dan Stun gun juga ia masukkan ke dalam tas. Jangan tanya kenapa, karena segalanya pasti dia perlukan.

Setelah semua persiapan telah selesai. Ia menyalakan kembali earphone miliknya.

"Blade?" panggilnya. Suara krasak-krusuk sedikit terdengar masuk kedalam telinganya.

"Yap? Are you ready?" Jawabnya. Terdengar samar-samar suara ketikkan keyboard cepat yang sudah pasti berasal dari Blade.

"I'm on my way". Dan suara langkah kakinya pun menggema.

••••••