22.03 PM , In A NightClub.
STONE NIGHTCLUB.
.
.
.
.
.
Sebuah sorot mata tajam menghunus sekitarnya. Mengamati sekitar mewaspadakan segala hal yang bergerak di sekelilingnya. Bahkan wajah cantiknya dilingkupi aura gelap yang mewaspadai bahkan memperingati siapapun sebelum mereka mendekat. Memberitahukan mereka bahwa wanita yang berada dihadapannya ini bukanlah wanita yang cocok untuk diajak berdansa dan menghabiskan malam bersama.
Memakai dress hitam V neck berdada rendah yang panjangnya tak sampai setengah paha tanpa lengan, menampilkan dengan bebas punggung putih mulusnya dan pinggang ramping yang membuat seluruh pasang mata kaum Adam terpaku padanya. Make up tipis yang dipakainya, semakin membuat banyak pasang mata yang menatapnya lapar tak banyak juga mata-mata yang menatapnya iri dengan wajah bak peri itu. Dan beruntungnya, ia sudah terbiasa. Asalkan mereka menyadari batas mereka, wanita berwajah datar ini takkan menggantung kepala mereka. Kecuali mereka memberinya dengan senang hati.
Berdiri tegak dihadapannya sebotol vodka yang tersisa tinggal setengah. Seperti biasa, ia menunggu seseorang yang sialnya sudah terlambat 3 menit dari waktu perjanjiannya. Membuat wanita perfeksionis ini berdecak kesal karena menunggu kedatangannya. Jika saja yang melakukannya itu bukan temannya, maka habislah raga itu tercincang ditangannya. Melemparkan tubuh tak berbentuk itu ke hewan peliharaannya yang selalu lapar dan siap mendapatkan santapannya.
Lain halnya pada pria-pria disebrang sana yang melihatnya berdecak kesal seperti itu. Bukan terlihat seperti seseorang yang menyeramkan dan berperilaku sadis tak bermoral, menurut mereka ia malah terlihat semakin seksi dan cantik luar biasa. Yang sama sekali tidak wanita itu pedulikan sedikitpun.
"Hello Black... waiting too long?". Sapa seorang pria tinggi berwajah tampan yang sejak kedatangannya sudah menjadi sorot banyak orang. Ditambah dengan tubuhnya yang atletis membuat semua pria bergumam iri dan membuat para wanita menjerit akan kedatangannya. Bahkan sejak ia memasuki nightclub yang sungguh bising dan selalu ramai ini, ia sudah menjadi pusat incaran banyak orang. Apalagi para jalang.
Pria itu menduduki tubuhnya di sofa yang berada dihadapan wanita itu dan langsung disambut dengan uluran para jalang yang sedari tadi mengikutinya. Dan dengan senang hati ia terima.
"Jika kau melakukan hal ini sekali lagi, jangan harap kau mendapati kedua kakimu berada ditempatnya" ancamnya sambil menatap tajam yang berbalut amarah ke arahnya. Lelaki yang sudah terbiasa mendapat tatapan itu hanya tertawa jenaka dan menatap geli ke arahnya.
"Ahahaha... baiklah maafkan aku. Tadi aku ada sedikit urusan dengan Blade. Jadi aku sedikit terlambat kemari. Awch... not now babe" ucapnya seraya bermanja-manja dengan kedua jalang yang berada di masing-masing sisinya. Bahkan sebelum pantatnya mendarat diatas sofa yang empuk itu, sudah ada dua jalang yang menggelayuti lengannya. Membuat perempuan yang dihadapannya menatap risih ketiganya.
"Aku tidak peduli" tukasnya tajam sambil perlahan menyesap segelas vodka yang selalu terisi ditangannya.
"Ah iya... kau ada misi lagi. Tapi bukan sesuatu yang besar. Klien hanya ingin kita mengancam target tapi dia berpesan agar tidak membunuhnya. Aku sudah mengirimkan biodata targetnya ke email Blood. Jika kau membutuhkan sesuatu. Kau tau apa yang harus kau lakukan" ucapnya yang tiba-tiba saja berubah menjadi datar dan serius. Aku yang melihatnya hanya bisa mengangguk tanda setuju.
Ku palingkan pandangannya dari pemandangan menjijikkan dihadapannya. Memperhatikan orang-orang yang menari-nari diatas dancefloor tanpa merasa keberatan dengan orang-orang yang sedang melecehkan mereka. Atau mereka saling melecehkan. Bahkan ada yang bercumbu panas disana. Ku mendengus geli.
"Menjijikkan..." ucapku diantara suara debum musik yang sangat berisik bahkan bisa merusak pendengarannya.
Pria yang sedang bermain-main dan berbincang dihadapannya menoleh tak suka. Merasa tersinggung dengan ucapan wanita dihadapannya yang sempat terdengar olehnya. Dan wanita yang ditujukan pertanyaan itu hanya melirik tajam ke arahnya lalu bangkit. Cukup sudah! Ia muak!.
"Hei! Excuse me Blacky! Did you just say---".
"Zach! Kau pergilah cari kamar! Jangan seperti gigolo miskin yang bahkan menyewa kamar saja tidak mampu! Aku pergi" . tanpa basa-basi apapun ia melangkahkan kakinya dengan cepat.
Keluar dari tempat yang sebenarnya tidak pernah ia sukai itu. Apalagi baunya yang dipenuhi dengan aroma alkohol yang berseliweran dimana-mana, membuatnya hampir muntah. Walaupun ia juga meminum alkohol, tapi ia tidak pernah mabuk dan sampai berbau menjijikkan seperti itu. Menurutnya begitu.
"Wait... Black!". Panggil lelaki yang disebut Zach itu yang membuatnya menghentikan langkah. Berbalik ke arahnya dan menatapnya tajam yang dibalas dengan senyum tulus oleh sang lelaki.
"Welcome home honey...". Wanita itu terdiam. Lalu tak lama sebuah senyum kecil terbit diwajahnya. Inilah yang dia rindukan. Sebuah sambutan.
"You too bro. Just fucking hurry with those bitch and get home as soon as possible. I think we'll have a gratefull party tonight" ucap wanita itu dengan santai kau kembali melanjutkan langkahnya.
Ia pergi menuju tempat parkir dan membunyikan mobil Buggati Verrero hitam miliknya. Mobil kesayangannya. Ia langsung saja masuk dan menancap gas meninggalkan tempat menjijikkan itu. Ah... ingatkan dia lain kali jika ada klien atau teman-temannya yang mengajaknya ke tempat itu lagi, tolak. Atau mereka akan kehilangan salah satu koleksi jari cantik dan indah mereka. Jika masih memaksa, ingatkan aku untuk memajang leher mereka diatas perapian kamarku.
Hanya memakan waktu 20 menit. Tibalah aku di markas. Memang markas ku berada ditengah-tengah hutan. Dan itu tempat yang sangat nyaman. Dan juga menenangkan. Untung saja mereka setuju aku mengusulkan tempat itu dibangun disini.
Memang terlihat hanya seperti sebuah rumah kabin biasa yang biasa dihuni oleh sepasang pasangan renta. Tapi itu hanyalah depannya. Karena jika ingin memasuki markas kami, harus melalui jalan lorong rahasia yang berada dibawah kabin itu. Jalan itu cukup untuk sebuah mobil Van dan sebuah Jeep untuk melewatinya. Jadi, aku tidak perlu melewati turun dari mobilku untuk menunjukkan identitasku.
Sesampainya digerbang, ada beberapa penjaga yang berdiri. Setelah melihat wajahku, mereka spontan saja menunduk hormat dan segera membukakan pintu gerbang untukku. Yang ku balas dengan anggukan kecil lalu kembali menancapkan gas.
Setiap kendaraan atau manusia yang memasuki gerbang itu kan di scan DNA dan wajah mereka. Dengan teknologi canggih Hologramic yang dibuat oleh Cathy. Atau Blood panggilannya. Dan jika kalian sudah berhasil melewati mesin Scan itu, maka otomatis jalan rahasia akan terbuka lebar untukmu.
Ya, hanya segelintir orang yang bisa memasuki markas besar. Hanya timku yang bisa masuk. Dan selain timku, maka kepalanya akan langsung terpenggal oleh mesin Scan yang dilengkapi senjata laser panas dan mematikan. Dan jika kalian penasaran dengan senjata yang ada didalamnya, coba saja datang jika kalian ingin tau. Mungkin kalian bisa saling bertegur sapa.
Tak hanya itu. Keamanan pada luar lingkup radius 50 meter juga tersedia. Jika ada tamu yang tak diundang masuk dan memaksa untuk masuk, ia takkan hanya melawan pengawal dari seseorang kelas A yang tadi ada didepan gerbang. Ia juga akan melawan 3 rudal yang siap menembakmu dalam waktu 10 detik. Dan kau, hanya akan datang menghantar nyawa kepada kami tanpa mendapatkan apapun. Jika kalian tak percaya? Coba saja sendiri. Tapi jangan salahkan aku jika kalian akan terkubur dalam perut hewan peliharaanku. Magnus.
CIITTT!
Suara decitan akibat pergesekan ban dan jalanan beton menggema ke seluruh basement markas. Menandakan bahwa aku sudah benar-benar sampai di markas yang selalu menjadi tempat ku tinggal saat ku terbangun. Ku tersenyum kecil.
'Teman-teman... aku pulang'.
Ku buka pintu mobil. Berjalan keluar ke arah dua orang yang sudah menunggu lama untuk menyambut kedatanganku. Berjalan ke arah mereka bertiga yang disambut dengan pelukan hangat Blood. Atau nama aslinya yang hanya boleh dipanggil oleh kami, Caithlyn Cordero Hundsen. Dan disampingnya ada Logos, Javier Dominique Grund. Itulah nama aslinya.
"Welcome home Black! We've been waiting for you" ucap perempuan itu seraya memelukku erat.
Ku jawab dengan anggukan yang ia balas dengan senyum tulus diwajahnya. Setelahnya ku rasakan tubuhku terengkuh oleh tangan besar Death. Ku menatap Logos yang berada disamping Blood. Lalu ia hanya mengacak-acak rambutku yang membuatku tidak bisa melakukan apapun karena rengkuhan besar ini. Jika tanganku terlepas, mungkin aku bisa sedikit melayangkan pukulan padanya. Melihat wajah kesalku, ia hanya tersenyum.
"Thank god you're finnaly home Black. I miss you..." . Ya, dia Death. Hanya dia satu-satunya laki-laki yang boleh memelukku erat seperti ini. Dan yang pasti ku balas tak kalah erat. William Forron Castillo. Itulah namanya. Dia adalah kakakku. Satu-satunya keluarga selain dia.
Ia melepaskan pelukannya. Memberikan senyumannya padaku yang ku balas serupa dengan demikian. Menyalurkan rasa rindu yang telah lama menggunung.
"Come on Black. Let's get in..." ajak Blood yang diangguki setuju oleh kami bertiga. Langkah kami membawa kami masuk. Disambut oleh beberapa pelayan yang menungguku. Melepas jaketku dan akan menyimpannya dikamarku. Lalu kami pergi ke ruang kumpul. Yang lebih tepatnya... ruang rahasia. Yang hanya bisa diakses oleh kami tanpa satu pelayan pun yang dapat memasukinya.
Semuanya tidak berubah. Sangat sama seperti hampir tidak terlewati oleh waktu. Dengan keadaan dan suasana hangat yang sama sekali tidak pernah berubah. Bahkan tata letak benda pun juga sama. Membuatku sekilas berpikir bahwa aku tidak pernah pergi dan juga menghilang dari tempat ini karena diserang waktu. Rasanya seperti aku baru saja meninggalkan tempat ini kemarin. Dan itu membuatku senang. Ku sisir pandanganku perlahan. Membuatku menyungging senyum kecil melihatnya.
"Berapa lama aku tertidur?" tanyaku pada mereka. Mereka yang tadinya berada dibelakangku perlahan mendekat dan Blood merangkul pundakku. Membuatku menoleh cepat le arahnya. Wajahnya seperti menunjukkan kesedihan. Tapi yang ditampilkannya adalah sebuah senyuman. Senyuman menyedihkan dan rasa sakit.
"Maybe almost... three month ago" ucap Logos yang menatapku datar. Keningku berkerut. Apa mereka tidak melakukan apapun selama aku tertidur?.
"Our project?" tanyaku.
"Still on going. But maybe just only got... 72%?" ucap ragu Blood. Death yang tidak berhenti tetap saja melangkah mendahuluiku.
"72?! What's the problem?" ucapku sedikit meninggikan nada suaraku. Blood yang mendapat sedikit bentakanku itu, menunduk ragu sambil mengikuti langkah Death perlahan. Membuat Logos menyamai langkahnya denganku yang sebelumnya berada dibelakangku.
"It's okay... it just about the time... don't you worry about it. We can handle it" santai Death. Raut wajahnya sangat santai. Saking santainya, sampai-sampai tanganku gatal ingin merusak wajahnya. Sepertinya menyenangkan.
Ku melangkahkan kakiku. Mendekati kursi yang ada disana dan mendudukkan diri diatasnya. Meregangkan sedikit leherku yang rasanya pegal seperti mau patah. Lalu menghembuskan nafas berat. Dan karena mata jeli Blood yang kadang menyebalkan, ia memandangku khawatir.
"Ada apa Black?" tanya Blood setelah ia mendudukkan diri diatas meja disampingku.
Ku melirik ke arahnya dan juga Death yang sudah bersedekap sambil bersandar disisi pintu. Karena sebelumnya Logos pamit untuk kembali ke ruangannya maka hanya tinggal kita bertiga. Dengan alasan, ada banyak hal yang harus ia kerjakan.
"Aku ada misi. Sepertinya kalian sudah tau" ucapku sambil memainkan gantungan kunci mobilku. Memutar-mutarnya hingga membuat semuanya menatap ke arahku. Membuatnya sedikit menimbulkan gemercik akibat pergesekan antar kunci dan gantungannya.
"Ah... kau benar. Aku baru saja ingin memberikanmu ini.".
Dan sebuah amplop coklat terjatuh dihadapanku. Membuat tanganku dengan cepat membukanya dan mengambil isinya. Memeriksa satu persatu beberapa lembaran yang hampir semuanya adalah data keterangan dan biodata target. Hingga jatuhlah sebuah foto dari salah satu lembar. Sebuah foto yang memperlihatkan lelaki tersebut sedang mengawasi sekitar. Lumayan tampan dan berbadan atletis. Bermata biru dan berambut hitam. Ku menatap datar setiap kata yang tercantum, membaca biodatanya dengan seksama.
"Namanya adalah Brian Hugo Wyatt. Ia adalah seorang miliarder terkenal yang saat ini menduduki posisi nomor satu sebagai orang terkaya didunia. Dengan sahamnya dan perusahaannya yang berkecimpung di dunia teknologi, furniture, fashion, bahan kimia, bahan tambang, dan masih banyak lagi. Ia juga terlahir sebagai sendok emas dari keluarganya. Putra sulung keluarga Hougton. Siapa yang tidak mengenal mereka. Dunia sangat mengenalnya sebagai pria beruntung tertampan dan---".
"Aku tidak membutuhkan informasi tidak berguna semacam itu Blood. Intinya" potongku saat ia menjabarkan informasi yang sama sekali tidak aku butuhkan. Apa katanya tadi? Pria beruntung yang tampan?. Kalian tau? Itu sedikit membuang-buang waktuku.
"Ah... kau benar". Aku terdiam dengan jawabannya. Dan ia kembali melanjutkan penjelasannya.
"Berumur 25 tahun tapi memiliki banyak aset yang tersebar diseluruh dunia. Dan pusatnya berada disini. Ditempat yang menjadi markas pusat kita ini, United States Of Amerika. Yang berada dijalan XX, New York City. Sepertinya kalian sudah tau hal itu. Benar?" tanyanya yang dijawab dengan anggukanku dan Death.
"Tidak hanya dunia kehidupan atas ia bergelimpangan harta. Ia juga dijuluki sebagai---"
BRAKK!!
••••••