***Sudut Pandang Hana***
Beberapa bulan sudah berlalu, sejak insiden Rey yang dihajar habis-habisan oleh Faris. Setelah itu juga telah masuk semester baru, aku dan Rey naik ke kelas 12. Kelas penentuan lulus dan pendidikan lebih lanjut. Setelah kami sudah sampai di Jakarta, Ayahnya Rey menemui ayahku untuk menawarkannya pekerjaan sebagai asisten. Mengingat perusahaan Ayahnya Faris yang sudah hancur reputasinya, ayahku langsung menerimanya. Bagaimanapun juga ayahku harus kembali bekerja. Karena itu aku bisa melanjutkan sewa apartemen, karena lebih dekat ke sekolah.
Pada bulan awal-awal, kami masih belajar seperti biasa, tidak ada yang terlalu serius. Namun mulai bulan ini, guru-guru terus menghantui kami dengan Ujian Nasional. Ya sebenarnya mau bagaimanapun juga, semua murid akan diluluskan, tetapi demi menjaga akreditasi sekolah yang sudah sangat baik, guru-guru mulai makin ganas terhadap kelas 12. Namun aku dan Rey tidak begitu khawatir, kami termasuk murid yang cukup baik nilainya. Hanya saja kami memang sering mager. Meskipun begitu, kami malah semakin sering belajar bersama di apartemenku, ya walaupun tidak seluruh waktunya untuk belajar, kami juga butuh hiburan.
Ya, seperti hari ini, malam minggu. Setelah otak kami memanas karena belajar, kami memanaskan badan satu sama lain, agar lebih hangat. Karena itu, bukan hanya lelah pikiran, tapi kami berdua juga lelah tenaga. Sembari kelonan dengan keadaan setengah telanjang, aku berpikir tentang yang aku selalu pikirkan akhir-akhir ini.
"Ada apa lagi sih, Sayang?" Tanya Rey sembari mendekapku.
"Ah, engga kok..." Sahutku.
*****
Aku jadi teringat perkataan Rey sewaktu masih di rumah sakit. Waktu itu aku meminta maaf karena tidak memberitahukannya soal video skandal itu. Bukan hanya video skandal itu, tapi juga yang Faris lakukan kepadaku di gang sempit waktu itu.
"Maaf, karena semua hal itu aku akhir-akhir ini menjadi murung. Kamu pasti sudah sadar akan hal itu kan.."
"Biarlah yang udah terjadi. Yang penting sekarang semuanya sudah selesai. Faris juga ga akan ganggu kita lagi.."
"Tapi..."
"Gapapa kok, Hana. Aku juga bisa mengerti..." Ujar Rey.
"Benarkah?" Tanyaku.
"Iya. Tapi lain kali kamu harus jujur padaku ya. Walaupun hal itu kecil. Aku selalu mengkhawatirkan mu jika kamu sedang murung begitu.."
"Maaf, Rey.."
*****
Kalau aku begini terus, Rey pasti akan marah padaku. Pastinya Rey juga sudah sadar aku yang seperti ini beberapa hari terakhir. Aku engga bisa begini terus-menerus, aku harus mengatakannya pada Rey, setidaknya aku engga akan mengulangi kesalahanku lagi.
Aku lalu mendengakkan wajahku, "Rey..".
"Ada apa, sayang?" Tanya Rey.
"Ini soal Amanda.."
"Oh, jadi itu yang kamu pikirkan belakang ini?"
"Iya.."
"Ada apa soal Amanda?"
"Menurutmu, bagaimana dengan perlakuan orang-orang kepadanya?"
"Yah, menurutku, Amanda tidak bersalah. Dia tidak pantas diperlakukan seperti itu. Amanda hanya dimanfaatkan oleh Faris, karena dia mencintai Faris.."
Ya, memang benar perkataan Rey.
Sepertinya setelah aku memberitahukan ke grup teman-temanku. Berita tentang Amanda sudah menyebar ke seisi sekolah. Di tambah dengan viralnya video perbuatan Faris ke Rey yang sadis itu, membuat semua orang membenci Amanda lebih parah lagi. Bagaimana tidak? Saat hari pertama sekolah, mejanya dipenuhi oleh sampah yang sengaja di hamburan di mejanya. Teman sebangkunya juga pindah dengan orang lain. Dia duduk di depan sendirian. Ketika ada pembagian kelompok, tidak ada satupun yang ingin satu kelompok dengannya. Belum lagi, semua orang keluar dari grup kelas dan membuat grup baru tanpa dirinya. Karena itu dia tertinggal soal informasi dadakan. Dia sering kali dihukum karena tidak mengumpulkan tugas, walaupun dia beralasan tidak mendapatkan info tugas, saat guru bertanya ke kelas apakah mereka memberitahukannya, seisi kelas bilang bahwa mereka sudah memberitahukannya, ya seisi kelas berbohong. Tidak hanya itu, kursinya ditukar dengan kursi kayu yang sudah tua dan bergoyang-goyang. Beberapa hari kemudian, kursinya patah saat ia baru ingin duduk. Seisi kelas hanya mentertawakannya dan menghinanya lebih parah lagi.
Sejujurnya, aku merasa bersalah karena dia sampai diperlakukan keji seperti itu. Namun terkadang aku berpikir, bahwa ia pantas mendapatkan ganjarannya, karena salahnya, Rey sampai babak belur dan hampir saja meninggal. Aku tidak bisa memaafkannya begitu saja.
Karena itu, aku dilema.
Aku merasa bahwa dia pantas mendapatkan perlakuan keji seperti itu, tetapi aku juga merasa bahwa dia tidak sepenuhnya bersalah.
"Apa kau dendam dengannya, Rey?" Tanyaku.
"Tidak. Buat apa juga, yang menghajarku kan bukan dia.." jawab Rey.
"Benar juga sih.."
"Kamu pasti engga tega melihat dia diperlakukan begitu kan? Ternyata pacarku ini memang punya hati ya.."
"Hmph!" Aku mencubit perutnya Rey.
"Sa-sakit...."
"Kamu ini ya, kalau aku engga punya hati gimana bisa jatuh cinta sama kamu.."
Ternyata aku memang tidak tega dengan Amanda. Mau bagaimanapun dia tidak bersalah, aku sudah mengetahuinya, sudah berpikir begini berulang kali. Aku harus meyakinkan diri.
Keesokan harinya aku dan Rey sedang jalan-jalan di mall, kami sedang mencari-cari buku yang diwajibkan untuk siswa kelas 12 untuk beli. Ya, pastinya buku tentang Ujian Nasional. Ada banyak sekali buku tebal yang berisi materi lengkap Ujian Nasional, namun tidak ada satupun yang berasal dari penerbit yang disarankan. Kami sudah tiga kali memutari toko buku, namun masih tidak kami temukan.
"Kalau dicari emang susah ketemu ya.." keluhku.
"Ya gitu deh. Mau beli online aja?" Saran Rey.
"Engga mau. Sampainya engga pasti, kita diomelin dulu baru buku itu sampai.."
Ya, sekolah kami memang memiliki peraturan yang ketat dan guru-guru yang galak. Aku dan Rey berpencar untuk mencari ke bagian yang berbeda, mungkin kami memang tidak teliti jika sedang berduaan. Saat melihat-lihat, tanpa sengaja aku bertubrukan dengan seseorang, dia wanita yang memakai topi dan masker.
"Ah, maaf.." ujarku.
"Aku juga minta maaf.." sahut orang itu.
Saat aku mendengar suaranya, tiba-tiba aku teringat oleh seseorang. Lalu orang itu melihatku dan menunjukkan setengah wajahnya. Tidak salah lagi. Itu adalah Amanda.
"Amanda? Amanda!"
Sepertinya memang itu Amanda, dia lalu menundukkan wajahnya dan berlari meninggalkan kami.
"Rey! Itu Amanda! Kejar, Rey!" Teriakku.
Rey lalu mengejar Amanda, aku mengikuti dibelakangnya. Perhatian semua orang langsung tertuju pada kami yang berlari-larian. Setelah keluar dari toko buku, Amanda terus berlari menuju ke arah pintu keluar mall, namun aku tidak melihat Rey, aku tidak sempat berpikir soal Rey, karena aku fokus mengejarnya. Setelah melewati pintu keluar, seorang satpam ikut mengejar kami. Rasanya sudah seperti sehabis mencuri sesuatu di mall. Namun di ujung jalan parkiran mobil, Rey mencegatnya, Amanda pun menyerah dan berhenti berlari.
Kami semua menarik nafas cepat dan mengeluarkannya dengan cepat pula, ya, kelelahan berlari. Lalu Rey menjelaskan pada satpam bahwa kami hanya mengejar teman kami yang kabur, namun ia tidak mencuri apapun. Satpamnya mengerti dan meninggalkan kami bertiga.
"Kenapa sih kamu harus kabur?" Tanyaku.
Amanda hanya terdiam dan menundukkan kepalanya. Karena itu aku melepaskan masker dan topinya.
"Jawab aku, Amanda!" Tegasku.
"Maafkan aku.." ujarnya yang masih menunduk.
"Kenapa kamu kabur?" tanya Rey.
"Maafkan, maafkan aku, Rey.." ujar Amanda.
Aku lalu kesal, aku memegang lengannya dengan erat dan membentaknya, "Maafmu itu takkan menyelesaikan masalah!".
"Lalu apa yang harus kulakukan agar kalian mau memaafkanku?!" Sahutnya sembari menangis.
Rey memegang pundakku dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Aku mengerti maksudnya dan melepaskan cengkraman tanganku.
"Tolong.., maafkan aku.., aku akan...lakukan apapun.." ujarnya dengan suara yang terisak-isak karena menangis.
"Amanda, aku sudah memaafkanmu sejak lama.." ujar Rey sembari memegang pundak Amanda.
Amanda mendengakkan kepalanya dan melihat kepada Rey, "be-benarkah?".
"Aku juga sudah memaafkanmu, Amanda. Kamu engga salah soal kejadian Rey. Kamu juga engga berhak mendapatkan perlakuan seperti itu.." ujarku.
"Tetapi, semuanya sudah terjadi.., mereka akan terus membenciku.." balas Amanda.
"Kamu harus berani membela dirimu, kamu harus tunjukkan di depan kelas kalau kamu memang engga salah. Tenang saja, aku dan Hana akan membelamu. Dengan begitu mereka pasti akan mengerti.." ujar Rey.
"Iya, itu benar. Aku lah yang salah karena menyebarkan info itu. Aku akan bertanggung jawab, aku akan melawan mereka demi kamu.." tambahku.
Amanda menunduk dan menganggukkan kepalanya. Setelah itu kami membiarkannya pergi, kami juga masih harus mencari buku. Pada akhirnya, setelah berkeliling Jakarta untuk mencari buku yang spesifik itu, aku dan Rey menemukannya di toko buku yang lumayan jauh, kami juga baru menemukannya setelah matahari telah terbenam.
Amanda tadi pasti sedang mencari buku ya..
Aku berpikir, karena suatu kejadian, seseorang yang sangat dihormati seperti Amanda saja bisa langsung berubah seratus delapan puluh derajat, dia menjadi dibenci seisi sekolah, padahal aku yakin tak ada satupun dari mereka yang benar-benar mengenalnya.
Amanda..
..kau harus kuat.