Chereads / implicit: it's just you and me / Chapter 36 - ...bahwa kita...

Chapter 36 - ...bahwa kita...

14 Februari, hari Valentine.

Memang di Indonesia tidak merayakannya dengan memberi cokelat pada pasangannya. Tetapi cukup banyak juga murid di sekolah kami yang ikut-ikutan budaya barat itu. Valentine sangat kental dengan hari kasih sayang, ada yang berpelukan, berciuman, dan melakukan hal 'itu'. Mungkin kalau aku yang terakhir.

Aku hanya bersandar pada tembok sembari melihat hasil simulasi tes masuk universitas, skornya tidaklah buruk, namun untuk masuk ke universitas di Jogja, masih banyak yang harus dikejar. Apalagi dengan perhitungan seberapa besar daya minat siswa seluruh Indonesia untuk masuk ke Universitas Negeri di Jogja. Rasanya tubuhku lemas, malas untuk melakukan apapun, tidak punya semangat sama sekali. Tiba-tiba sekelas langsung terdiam ketika melihat seorang wanita cantik masuk ke kelas kami. Ya, itu sudah pasti Hana. Berkat kejadian di Jogja dan Hana yang membela Amanda itu, aku dan Hana sudah seperti artis di sekolah ini.

Hana menghampiri dan duduk di sebelahku.

"Rey, kamu engga lupa kan?" tanya Hana.

"Eh? Ah.., engga kok.." sahutku.

"Hm? Kamu lemes gitu? Kenapa?"

"Engga, cuma lagi pusing aja.."

Lalu kami berdua langsung hening, tidak ada satupun dari kami yang memulai percakapan apapun, rasanya aku tidak tahu mau bilang apa ke Hana, sepertinya ia juga sama.

"Hmm..., kamu emang lagi sakit ya? Mau ke UKS?" tanya Hana.

"Engga, cuma aja aku lagi engga ada semangat.." sahutku.

"Engga semangat ya.., mau blowjob sekarang?"

"Jangan ngada-ngada!" teriakku spontan.

"Habisnya aku harus apa?"

"Ya engga gitu juga.., lagipula kalau ada yang denger gimana?"

"Biarin aja. Lagipula kita kan pacaran.."

"Tetap saja.."

"Oh, ya. Bagaimana hasil simulasinya?"

Sial. Hana bertanya soal itu.

Apa yang harus ku jawab?

"Yah, lumayan lah.." sahutku.

"Wah, kalau begitu kita bisa kan bareng kan? Soalnya aku dan Novi juga dapet nilai yang cukup!" ujar Hana dengan bersemangat.

Sepertinya Hana memang serius ingin kuliah di Jogja, aku sendiri masih tidak mengerti kenapa ia sangat ingin kuliah di sana. Jika dipikir-pikir sejak kami pulang ke Jakarta, Hana seringkali membandingkan Jogja dengan Jakarta. Apa dia sekarang jadi Fangirlnya Jogja?

Sore harinya aku masih di sekolah sedangkan Hana ku suruh untuk pulang duluan. Suasana langit jingga, keheningan sekolah yang dihiasi kicauan burung, membuatku sedikit merinding karena masih berada di lingkungan sekolah, sebenenarnya saat Petisi aku pernah pulang lebih malam daripada ini, tapi sekarang situasinya berbeda, benar-benar sekolah dalam keadaan sepi dari siswa. Kini aku berada di ruang konseling untuk menanyakan saran tentang nilai simulasiku ini.

"Jogja ya? Yang kamu ambil PTN kan?" tanya guru.

"Iya, pak. Kalau bisa sih.." sahutku.

"Hmm. Sebenarnya nilaimu itu sangat bagus, tapi kalau keluar kandang seperti itu rasanya akan sulit. Memangnya kenapa harus ke sana? Di sekitar Jabodetabek kan juga banyak PTN yang bagus. Apa karena orang tua?"

"Ah, ya, karena teman sih.."

"Oh? Karena Hana ya?"

Langsung ketahuan dong.

"Eh? kok bapak tahu?"

"Ya, Hana sering konsultasi juga. Katanya dia mau ke sana karena mau bareng temannya. Karena itu sejak awal semester nilainya naik pesat, dia juga bilang bahwa ia belajar lebih giat."

Temannya?

Sebegitu pentingnya kah?

Temannya lebih penting dariku?

Hana yang selama ini selalu lengket padaku dalam tiap hal, serasa aku adalah Utara baginya. Namun tiba-tiba dia memilih untuk tidak mengikutiku, segitu besarnya pengaruh temannya untuk pilihannya. Meskipun begitu, aku memang tidak pernah membahas target kampus bersama Hana, karena kukira kampus yang kita kunjungi waktu itu adalah kampus idamannya. Guru konseling bilang padaku jika memang aku belajar sungguh-sungguh pasti aku bisa mendapatkannya. Tetapi aku tidak menelan perkataan itu begitu saja, tugasnya memang untuk menyemangati siswa, karena itu kata-katanya belum tentu realistis.

Aku lalu langsung menuju apartemen Hana tanpa mengganti baju terlebih dahulu. Di perjalanan aku haus dan membeli minuman di minimarket. Aku lalu tersadar oleh papan promosi coklat valentine yang diskon 50%.

Oh ya, sekarang hari valentine ya.

Aku lalu mengambil coklat yang diskon itu, sembari menunggu antrian. Aku melihat orang di depanku mengambil kondom dari etalase yang ada di kasir. Entah mengapa kasirnya terlihat biasa saja, padahal yang membelinya itu adalah wanita yang masih memakai seragam sekolah.

Agak menjijikkan..

Kenapa valentine diasosiasikan dengan seks?

Seharusnya kan tentang cinta dan ketulusan hati.

Meskipun bergumam seperti itu, pada akhirnya aku juga membelinya satu kotak. Entah apa yang merasukiku hingga berani membelinya. Saat sampai di apartemen Hana, ternyata Hana tidak ada di kasur. Dia ada di kamar mandi. Aku lalu pergi ke dapur untuk memasak sesuatu, niatnya begitu, tetapi di dapur hanya terdapat telur. Tidak mungkin aku memasak nasi goreng lagi, aku sendiri juga sudah bosan.

Scramble Egg aja kali ya?

Setelah selesai memasak Scramble egg untuk kami berdua, aku lalu menyiapkan piring dan nasi di meja ruang tengah. Tetapi Hana juga masih belum keluar dari kamar mandi, suara air juga tidak terdengar.

Apa dia lagi sembelit?

Aku lalu berdiri dan menuju kamar mandi, aku mengetuk pintunya.

"Hana? Kamu lagi sakit perut? Perlu aku ambilkan obat?"

"Ah, engga. Sebentar lagi aku keluar kok.."

Aku lalu menunggu di depan pintu kamar mandi, setelah cukup lama menunggu, aku mengetuk lagi.

"Hana.., kamu ngapain sih? Aku udah bikin makanan nih.., nanti keburu dingin.."

"Sebentar.."

"Hmm, 'sebentar'mu itu berapa lama?"

"Sebentar kok. Oh ya, tolong bawakan handuk dong. Ada di kamar.."

Aku pergi ke kamarnya dan mencari-cari handuk. Lalu aku melihatnya terlipat di atas bantal, warnanya samar-samar dengan warna bantal. Aku lalu mengambil handuk itu, tanpa sengaja aku melihat buku-buku di bawah kasurnya. Aku memberikan handuknya kepada Hana, lalu kembali lagi ke kamarnya. Aku belum pernah melihat buku ini sebelumnya, mungkin ia membelinya lewat daring. Aku lalu duduk dan mengambil bukunya. Aku terkejut, semua buku yang ada di bawah kasur ini berisi tentang cara-cara atau trik masuk ke Perguruan Tinggi Negeri. Salah satunya ada yang khusus membahas Kampus negeri di Jogja.

Tidak kusangka Hana sampai niat begini.

Hanya karena teman-temannya,

Dia sampai melupakanku.

Mungkin aku salah membuatnya memiliki teman.

Tiba-tiba seseorang memelukku dari belakang. Ya siapa lagi? Pastinya Hana. Di sini cuma ada kami berdua.

"Eh? Kenapa? Kamu mau pinjam? Kalau mau bawa aja, aku udah selesai baca semua kok.." ujar Hana.

"Kamu niat banget ya.." sahutku.

Hana lalu melepaskan pelukannya dan mengangkat kedua tangannya selayaknya berpose dengan gaya kesukaanku, ya unjuk ketiak.

"Gimana?" tanya Hana.

Melihatnya memakai baju tanpa lengan yang kami beli saat di Jogja itu tentunya sangat membuatku terangsang. Aku tidak bisa berbohong.

Aku lalu tersenyum kepadanya, "Nanti ya, makan dulu.."

Setelah itu kami berdua menyantap Scramble egg yang telah aku buat, tumben sekali Hana tidak berkomentar apapun. Dari wajahnya terlihat dia seperti gugup, aku sendiri bingung kenapa dia gugup. Maksudnya, kami kan sudah melakukan ini berulang kali, buat apa gugup? Lalu aku mencuci piring dan mengambil cokelat dari tasku. Aku pergi ke kamar dan memberikannya kepada Hana yang sedang berbaring di kasur menungguku.

"Eh? kenapa kamu kasih aku cokelat?" tanya Hana.

"Di tanya kenapa, ya sekarang lagi valentine bukan? Wajar kan?" sahutku.

"Benar sih. Ngomong-ngomong kamu engga ganti baju dulu ke rumah?"

"Memangnya kamu engga suka?"

"Bukan gitu, ya engga biasanya..."

"Lah? Kan aku sering ke sini tanpa ganti baju dulu.."

"Oh, iya.."

"Kamu kenapa deh? Sikapmu aneh.."

"Gapapa. Ayo, kita mulai.."

Aku lalu menghampirinya dan berposisi tepat di atasnya. Aku lalu mencium bibirnya dengan sangat terangsang, setelah itu aku mengendus-endus bau dan menjilati ketiaknya. Hana juga membalasnya dengan mengeluarkan suara desahannya yang membuatku makin menjadi-jadi. Tetapi Hana lalu mendorong dadaku menjauh darinya, seakan-akan dia menolakku.

"Eh? Kenapa?" tanyaku.

"Ayo kita lakukan itu..." sahutku.

"Kan ini lagi proses.."

"Bukan itu.."

"Lalu apa?"

Tunggu sebentar...

"Aku mau kamu masukin anu kamu ke punyaku.." ujar Hana.

Ada apa sih ini?

Kenapa hari ini seperti di atur menjadi begini?

Hari Valentine,

..dari yang membeli kondom di supermarket..

...sekarang malah Hana yang ngajak.

Apakah boleh?

Yah, pastinya engga boleh sih..

Tapi aku sih sudah siap,

Eh?!

Kenapa juga aku beli kondom tadi?!

Kalau aku engga beli, mungkin aku bisa beralasan....

"Apa kamu yakin?" tanyaku.

"Kenapa? Aku hanya ingin tau hubungan dewasa.., kamu mau kan kalau hubungan kita menjadi hubungan yang lebih dewasa?"

"Tapi kan, dewasa itu maksudnya kalau sudah menikah.."

"Tapi Rey..., Aku takut.." ujar Hana yang terlihat mulai mengeluarkan air mata.

"Takut kenapa?"

"Saat kamu mendatangi Faris waktu itu, sebenarnya kamu telah menyelamatkan aku. Aku, aku hampir saja kehilangan keperawananku oleh dirinya.."

"Hana.."

"Karena itu, jika harus kehilangan keperawanan. Lebih baik kamu yang mengambilnya dariku.."

Seketika, pandanganku berubah. Aku awalnya tidak ingin melakukannya sama sekali, karena aku tahu risiko dan apa yang mungkin terjadi selanjutnya. Tetapi, karena alasannya itu, membuatku malah menjadi ingin mengambil keperawanannya.

"Baiklah, Hana."

Aku lalu membuka celanaku, Hana juga membuka celana dalamnya. Kami berdua gugup, aku sendiri saja sudah bernapas lebih cepat dari biasanya. Aku memasukan penisku secara perlahan ke mulut vaginanya. Sejak ujungnya masuk ke dalam, sudah jelas terasa bahwa vaginanya terasa sangat sempit, seperti menjepit penisku di dalam. Hana mendesah dan berteriak saat aku memasukkannya secara perlahan. Sebenarnya aku tidak tega melihatnya seperti ini. Aku lalu lanjut memasukannya hingga semuanya masuk ke dalam vaginanya. Entah kenapa setelah masuk ke dalam, dinding vaginanya seperti berdenyut, membuat penisku terasa di pijat secara otomatis. Rasanya sangat sempit sekaligus nikmat.

"Ba-agaimana rasanya?" tanyaku.

"Agak nyeri.., tapi enak.." sahut Hana dengan bergemetar.

Aku lalu mengeluarkan setengah penisku, aku melihat ada sedikit darah yang menempel pada penisku. Hana memegang kedua tanganku dengan sangat erat, lalu ia menganggukkan kepalanya, mengisyaratkanku untuk melanjutkannya. Aku lalu memasukan kembali penisku ke dalam, lalu mengeluarkannya lagi, memasukannya, mengeluarkan lagi, begitu terus menerus hingga aku merasakan nikmatnya yang tiada duanya ini. Rasanya sangat mirip dengan blowjob, namun karena sempit dan vaginanya yang memijat penis, rasanya sangatlah nikmat, berkali-kali kenikmatan blowjob.

Hana terus menerus berteriak yang dilapisi oleh desahannya itu, dia lalu memeluk tengkuk leherku dan menarik mendekati wajahnya. Dia lalu menciumku begitu dalam, sampai-sampai suara desahannya itu sedikit mereda. Kenikmatannya sungguh hampir membuatku lupa akan segalanya, aku hampir saja tidak sengaja ejakulasi di dalam vaginanya, namun untungnya aku tersadar dan sempat mengeluarkan penisku dari vaginanya.

Namun secara ajaibnya penisku menyemburkan spermanya cukup jauh hingga menghujani wajah Hana. Aku pernah lihat adegan semacam ini di video porno, tapi setelah melihat dan merasakannya sendiri, aku merasa jijik melihatnya, pandangan wajah Hana yang penuh akan spermaku sama sekali tidak menakjubkan. Kami berdua bernafas sangat cepat dan keras, selayaknya sehabis berolahraga berat. Tidak lama, kami berdua langsung pergi ke kamar mandi untuk membersihkan kekacauan ini. Kami berdua mandi bersama. Aku membersihkan darah di penisku, sedangkan Hana membersihkan wajahnya yang berlumuran sperma itu.

Hana lalu memelukku, "Terima kasih, Rey. Aku merasa sangat puas.."

Aku juga memeluknya kembali, kami berdua berpelukan cukup lama sembari di hujani shower hingga kami berdua kedinginan dan menyudahinya. Lalu aku melanjutkan membaca buku yang tadi sempat kubaca, Hana sedari tadi tidak melepaskan pelukannya. Sepertinya suasana hatinya sangat senang, walaupun baru saja kehilangan martabatnya sebagai wanita. Karena itu aku memberanikan diri untuk jujur padanya.

"Hana, apa kamu mau aku kuliah di Jogja?" tanyaku.

"Pastinya lah.., memangnya kenapa? Kamu engga mau?" sahutnya.

"Bukan gitu. Sebenarnya nilai simulasiku itu masih kurang untuk bisa kuliah di Jogja.."

"Begitu ya. Kalau begitu kamu pakai saja buku-buku itu!"

"Tapi bagaimana jika hasilnya sama aja?"

"Jangan pesimis gitu ah! Kamu pasti bisa, Rey!"

"Tetap aja.."

"Kamu sayang sama aku kan?"

Aku tersenyum padanya, "Pastinya, lah"

Walaupun aku bisa menampilkan senyumanku, tetapi masih ada yang mengganjal di hatiku, serasa ada sesuatu yang tidak benar. Setelah cukup malam, aku pulang untuk kembali ke rumahku, karena esok hari masih harus pergi ke sekolah untuk belajar. Aku membawa banyak buku yang Hana berikan untukku belajar. Sembari di jalan, aku merasakan penisku yang seakan-akan masih berdenyut dipijat oleh vagina. Rasanya masih menempel hingga pagi hari.

Mungkin bukan teman-temannya Hana yang salah.

Mungkin aku saja yang tidak mengerti keinginan Hana.

Oleh karena itu, aku sudah memutuskannya,

..bahwa aku akan mempelajari buku-buku itu.

Bagaimanapun juga,

Aku tidak ingin berpisah dengan Hana.

Mungkin aku memang tidak dewasa.

Tapi siapa peduli?

Cinta itu tidak memandang kedewasaan seseorang.

Ya kan?