Sial.
Faris menemukan kami,
padahal baru saja kami berencana untuk pergi.
Apa yang harus kulakukan?
"Wah-wah, akhirnya ketemu juga. Sudah lama aku tunggu.." ujar Faris.
"Apa mau mu?"
"Bagaimana? BMW itu, kamu pasti suka, bukan? Untuk saat ini, mungkin cuma aku yang punya itu di Indonesia.."
"Apa yang kamu mau?!" Tanyaku.
"Santai aja kali, tidak perlu marah begitu.."
Aku melihat Hana seperti ketakutan, dia bersembunyi di balik punggungku.
"Mau apa kamu ke sini? Aku tidak takut padamu" Tanyaku lagi.
"Kalau begitu, kenapa kamu kabur? Segala jauh-jauh ke Jogja lagi"
Sial, aku tidak bisa membantahnya.
"Darimana kamu tau keberadaan kami?"
"Ya sebenarnya jika aku mau, aku bisa melacak kalian dengan mudah.., karena aku mempunyai informan yang sangat dipercaya.."
"Siapa?"
Faris lalu berjalan menuju pintu penumpang, dia lalu membukanya dan mengajak keluar seseorang dari dalam dengan tangannya. Orang itu adalah wanita, sepertinya aku mengenalnya, dia awalnya menundukkan wajahnya. Lalu Faris memegang kepalanya dan membuatnya menghadap lurus ke arah kami.
"A-amanda?!" Kaget Hana.
Wanita itu adalah Amanda. Ketua kelas kami yang selama ini menjadi mata-mata Faris. Padahal aku mengenalnya sebagai orang yang paling tegas dan mempunyai karisma di kelas kami.
"Jadi pacarmu selama ini adalah Faris. Tega sekali kamu! Aku sangat percaya padamu! Aku kira kamu benar-benar ingin berteman denganku! Penipu! Pelacur! Pastinya kamu sudah diapa-apain kan sama dia! Sampai-sampai kamu bisa melakukan hal menjijikan seperti ini!" Hana memaki Amanda dengan marah.
Baru kali ini aku mendengar makian Hana yang terasa sangat menusuk. Amanda hanya diam saja dan menunduk mendengar makian Hana. Ternyata omongannya bahaya juga.
"Jangan gitu lah! Kamu juga melakukan hal yang sama padanya! Bahkan sampai-sampai buat video skandal!" Balas Faris.
"Video skandal?" Tanyaku.
"Walah? Kamu belum bilang ke Rey? Parah banget sih, bahkan kamu menyembunyikannya dari pacarmu sendiri.., kalau aku jadi kamu, Rey. Aku pasti sudah putusin Hana.." jawab Faris.
"Apa maksudmu?!"
"Kamu belum tau yah, ya sudahlah, aku tunjukkan sekalian.."
Faris lalu mengeluarkan ponselnya dan mengarahkan layar ponselnya ke kami. Video itu berisi tentang aku dan Hana yang sedang bersetubuh, aku tidak ingat pastinya, tapi kurasa itu pada waktu Petisi. Aku ingin sekali merebut ponsel itu dan menghapus videonya. Namun jarak aku dan Faris terlalu jauh.
"Darimana kau dapatkan itu?!" geramku.
"Aku merekamnya sendiri, ya tentu dengan bantuan cewek ini.." ujarnya sembari memegang kepalanya Amanda.
"Jadi kamu yang menaruh kamera itu di kamarku?! Sialan! Mati saja kau Amanda!!" Hujat Hina.
"Kenapa kamu engga bilang, Hana?!" Tanyaku dengan marah.
"Ah, ya. Aku tidak bermaksud begitu.." wajahnya Hana berubah dari marah menjadi takut setelah aku membentaknya.
"Hei, hei. Jangan bertengkar di sini..." Ujar Faris.
"Kalau begitu pergi dari sini!" Bentak Hana ke Faris.
"Gabisa dong, urusanku belum selesai. Lagipula setelah lama menunggu, masa langsung pergi begitu aja.."
"Kenapa sih kamu masih ikutin aku?! Katamu setelah hari itu, kamu ga bakal mengusik kehidupanku lagi, bukan?!" Tanya Hana.
"Tidak perlu takut, Hana. Yang aku cari bukanlah dirimu." Sahut Faris.
"Lalu apa yang kamu mau?" Tanya Hana
"Yang aku mau adalah pacarmu.." Sahut Faris.
Aku terkejut.
"Apa yang kamu mau denganku?" Tanyaku.
"Urusan kita belum selesai.."
"Sudah selesai! Kamu bilang akan melepaskan kehidupan kami berdua setelah hari itu!" bentak Hana.
"Ya, pada hari itu aku memang berniat untuk melepaskan kalian berdua. Bahkan walaupun Rey kalah, aku berniat melepaskan kalian.."
"Lalu apa lagi yang kamu mau?!" tanyaku dengan geram.
Aku lama-lama semakin kesal dengannya, tanganku semakin mengepal dengan keras, sudah mulai terasa sakit.
"Kau telah menonjok wajahku, Rey. Harus kuakui, pukulan itu itu sangat menyakitkan. Bahkan hingga saat ini, masih terasa menyakitkan.." ujar Faris sembari memegang pipi kirinya yang terlihat biru itu.
"Maaf soal itu.." ujarku.
"Sayang sekali, maaf saja tidak cukup.."
Faris lalu mengeluarkan pistol dari kantung jasnya itu. Aku tahu model pistol itu, kalau tidak salah Glock-19. Bukan pistol biasa yang bisa mudah didapatkan. Lalu dia membidikkan pistolnya tepat ke arahku.
"Hana! Menjauh!" Teriakku dengan panik.
Hana lalu berlari dan bersembunyi dibalik mobil Taufik. Kakiku gemetaran dan ketakutan. Baru kali ini aku ditodong senjata api.
"Sayang sekali ya, Rey. Kalau kau tidak bermain-main denganku, mungkin semua ini takkan pernah terjadi.." ujar Faris.
Aku mencoba untuk tidak terintimidasi, "hah? Kamu pikir aku bisa tertipu dengan pistol mainan itu?"
"Oh? Kamu ragu ya? Baiklah.."
Faris lalu mengarahkan pistolnya ke langit. Lalu ia menarik pelatuknya dan terdengar suara yang sangat bising hingga membuat telingaku berdenging. Lalu Faris kembali menodongkan pistolnya ke arahku.
"Bagaimana? Sudah percaya?"
"Aku percaya.." ujarku.
"Bagus deh. Ada kata-kata terakhir?"
Aku lalu berjalan perlahan menjauhinya, "Tunggu! Semua ini ga harus terjadi, Faris. Kita bisa bicarakan baik-baik.."
"Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, Rey. Selamat tinggal."
Saat aku yakin Faris akan menarik pelatuknya lagi, aku berhasil untuk menghindar dari bidikannya. Aku lalu langsung berlari untuk bersembunyi di balik mobil Taufik, sembari aku berlari, Faris sudah menembakkan pistolnya sebanyak 3 kali, namun tak satupun mengenai diriku. Saat aku sampai dibalik mobil, aku melihat Hana yang menunduk dan menutup telinganya. Dia terlihat sangat gemetaran dan ketakutan. Aku tiba-tiba tersadar.
Sial. Buat apa aku sembunyi di sini?
Yang ada Hana bisa aja jadi korban peluru nyasar!
Bagaimanapun aku harus melawannya!
Aku lalu menunggu Faris yang mendatangiku, setelah suara pantofelnya terdengar semakin dekat, aku melihat bayangannya mulai mendekat, aku lalu langsung muncul dan membuatnya terkejut. Aku lalu langsung melayangkan tangan kananku untuk menepis pistol ditangannya itu. Aku berhasil, pistol itu terlempar ke bawah mobil Faris. Aku lalu mendekati Faris dan melayangkan kepalan tanganku ke arah wajah Faris. Namun ia berhasil menahan tanganku.
Faris lalu melebarkan tanganku dan memukul perutku dan menendang kemaluanku dengan kerasnya. Aku tidak bisa berbuat apapun, seketika aku langsung terkapar.
"REYY!!!!" teriak Hana memanggilku.
Faris lalu menekuk kedua lututnya, badanku berada di antara kedua kakinya, ia berada tepat di atas perutku. Lalu ia menjambak rambutku dengan tangan kiri sembari memukuli kepalaku dengan tangan kanannya berkali-kali. Yang ku sadari sekitar 5 kali lebih sebelum aku mulai tidak merasakan apapun. Suara Hana yang berteriak juga semakin pudar, mataku juga mulai tidak jelas melihat. Lalu Faris mengeluarkan pisau taktis yang bisa dimasukkan ke dalam kantung. Pisau itu ditusukkan dengan sangat keras tepat ke perutku, Faris lalu memeganginya dengan sangat erat. Andai aku bisa berbicara, aku ingin mengatakan bahwa tusukan pisaunya tidak berasa apapun, karena aku sudah mati rasa duluan.
Aku lalu melihat ke kiri ada Hana yang terlihat seperti meneriakkan namaku dengan tangisnya itu. Tanpa sadar aku melihat ke permukaan jalan parkiran yang penuh darah dan semakin menyebar. Aku mulai merasakan tubuhku yang terasa lama-kelamaan semakin dingin.
Tiba-tiba Faris bangkit dan mundur meninggalkanku, namun aku tidak bisa melihat apapun yang terjadi karena silau lampu. Tak lama aku melihat seorang wanita yang menghampiriku, sepertinya itu Hana. Dia terlihat sangat panik dan mencemaskan diriku dengan tangisan dan suaranya yang tidak terdengar. Aku sudah tidak bisa merasakan apapun selain rasa dingin yang semakin kuat, penglihatanku sudah kabur dan mataku terasa sangat berat dan mengantuk, memaksaku terus hingga akhirnya aku menyerah dan memejamkan mataku.
.....
....
...
..
.