Di sinilah aku, bersama seseorang yang sangat aku cintai, berkelana jauh untuk melarikan diri.
Ya, seperti kawin lari.
Meskipun tangan kami saling mengikat, namun mata kami tak kunjung bertemu. Aku tidak bisa menyalahkannya, lagipula dia terlihat senang sekali melihat pemandangan sawah, meskipun sudah gelap. Aku pun terheran apa yang ia lihat jika bukan sawah. Aku menyenggolnya, lalu bertanya, "kamu lihat apa sih, engga kelihatan apa-apa.."
"Aku lihat bintang, lihat deh, kelihatan jelas banget.." jawabnya.
"Wah, benar juga.."
"Di kota kita tidak pernah melihat yang seperti ini..."
"Yah, karena ada polusi cahaya.."
"Sayang banget.."
"Kamu beli apa aja tadi?"
"Ah aku beli kudapan sama roti tadi.. kamu mau?" Ujarnya sembari melihat plastik yang dipegangnya.
"Tidak, aku sudah membeli onigiri, nih kamu satu.." sahutku memberi satu onigiri kepadanya.
"Rasanya seperti yang ada di anime.. apa ya.., chuunibyou mungkin ya?" Ujarnya sembari tersenyum.
Melihatnya tersenyum seperti itu, aku merasa sangat lega. Apalagi baru saja kami membuat suatu kesalahan besar. Setelah pergi dari rumah Faris, kami langsung menuju stasiun kereta. Awalnya aku bingung ingin pergi ke mana, namun aku teringat dengan seseorang. Itu adalah Taufik, teman dekatku yang sekarang ada di Jogja. Aku memutuskan untuk kabur ke sana, setidaknya aku memiliki seseorang yang ada di pihak ku.
Kami memesan tiket pada saat itu juga, untungnya masih dapat, meskipun harganya sangat mahal, karena yang kami beli adalah kelas bisnis. Aku memberikan kunci mobilku kepada Rena, dia akan membawa mobilku ke garasi. Aku juga membuat Rena berbohong kepada ayahku, Rena akan bilang bahwa aku ke Jogja untuk liburan. Sekarang, aku dan Hana sedang dalam perjalanan menuju Jogja, jika waktu perkiraannya tidak salah, maka kami akan sampai dalam dua jam lagi.
"Hey, Hana. Apa kamu senang?" Tanyaku.
"Engga tau. Tapi aku merasa lebih tenang.." jawabnya.
"Maaf ya, semua ini salahku. Seharusnya aku tidak bermain-main dengan Faris. Apalagi sampai menonjoknya seperti itu.."
"Tapi, karena salah mu, aku bisa terselamatkan. Aku bisa duduk di sini sekarang.."
"Tetap saja.."
"Tidak masalah, Rey. Justru aku senang bisa pergi jauh.., bisa liburan lagi.." ujarnya sembari memegang pipiku.
"Hmm. Mungkin kamu benar.."
"Rey, coba ceritakan soal Taufik, aku ingin dengar.."
"Taufik itu teman dekatku, ya setidaknya dulu sebelum dia pindah setelah SMP, dia bagikan penasehat. Apapun yang ingin kulakukan, aku tanya dulu ke dia.."
"Begitu.., dia sangat dekat denganmu ya. Sampai-sampai mau memberikan tempat untuk kita.."
"Ya begitulah. Sudah lumayan lama juga aku engga liat dia.."
Memang sudah lama sekali aku dan Taufik tidak bertemu, walaupun melihatnya di akun media sosialnya, tidak cukup untuk menggambarkan dia yang asli. Saat dia datang menjemput kami pun, aku benar-benar hampir tidak mengenalinya. Dia sekarang tinggi, memiliki rambut yang bergelombang, dan kulitnya yang sawo matang. Sangat berbeda dengan yang kuingat dulu. Kami sampai di Jogja pada dini hari, suasananya juga sangat sepi, tidak banyak kendaraan yang berlalu lalang. Taufik membawa aku dan Hana menuju kosan miliknya, di sana kami akan tinggal untuk sementara di Jogja. Hana sudah masuk terlebih dahulu ke dalam sedangkan aku mengobrol dengan Taufik di luar.
"Sebegitu parahnya ya?" Tanya Taufik.
"Ya, begitu lah. Aku tidak tahu harus apa lagi.." jawabku.
"Yah, di sini tempat yang sempurna. Jika kalian tinggal di hotel pasti akan mudah dilacak.."
"Benar juga sih.."
"Nih, pakai ini" ujarnya sembari melemparkan kunci mobilnya ke arahku.
"Eh? Maksudnya?"
"Pakai aja Sirion milikku selama di sini, kau pasti butuh.."
"Lah kamu pakai apa?"
"Aku kan punya skyline, jelas sekali aku ga kasih pinjem skyline. Makanya aku kasih sirion aja."
"Terima kasih loh.."
Taufik memang sangat baik padaku, bahkan terlalu baik. Selain memberikan tempat tinggal, dia juga meminjamkan mobilnya. Aku lalu mengantarkannya Taufik ke rumahnya, setelah itu kembali lagi ke kosan. Kosan yang kami tinggali tidak melarang ada cowok yang membawa cewek masuk, aku sendiripun heran mengapa. Saat aku masuk ke dalam, ternyata Hana sudah terlelap. Wajar sih, perjalanan 8 jam pasti melelahkan baginya. Aku lalu mengunci pintunya dan tidur di sebelahnya. Kalau dipikir-pikir, luasnya mirip dengan kamar kosanku yang dulu. Tidak terlalu luas, tidak juga terlalu sempit. Ukurannya pas. Di sini udaranya sangat dingin, namun justru aku menyukainya. Berbeda dengan Jakarta, seringkali aku kepanasan saat keluar rumah.
Saat aku bangun, aku keluar kamar kosan untuk melihat sekeliling. Suasananya sangat asri, langit yang masih berwarna biru dan udara yang masih bersih. Tak lama, Hana bangun mencari-cariku. Dia lalu ikut menikmati pagi di halaman kosan. Sepertinya Hana sangat senang, dia membandingkan suasananya dengan di Jakarta. Dia sangat banyak berbicara. Tumben sekali, sepertinya dia memang norak akan hal yang baginya baru seperti ini.
"Rey, ayo mandi.." ajak Hana.
"Ga boleh, kita harus pisah mandinya.." sahutku.
"Huft, gapapa ayo.."
"Ga boleh. Kita di daerah yang engga kita kenal. Kamu harus mandi sendiri.."
"Kalau begitu setelah mandi peluk aku ya.."
"Cuma peluk kan?"
"Kalau gitu, cium juga.."
"Peluk dan cium doang kan.."
"Kalau gitu, seks juga.."
"Engga mau! Dasar, kan udah aku bilang.."
Memang Hana sepertinya sudah berubah, dia normal seperti sebelumnya. Namun tetap saja, aku tidak mengabulkan keinginannya itu. Karena itu setelah mandi aku hanya menciumnya.
Mau bagaimana lagi kan?
Aku merasa panik, walaupun boleh membawa cewek ke dalam bukan artinya boleh berbuat yang engga-engga. Kalau sampai ketahuan bisa-bisa kami diusir. Meskipun begitu, memang hasratku cukup tinggi. Sudah lama sekali sejak kami terakhir melakukannya. Tapi aku harus bisa tahan, aku tidak bisa melakukannya di sini.
Setelah cukup merasakan udara bersih Jogja pada pagi hari, kami masuk kembali ke kamar. Kami tidak melakukan apapun, aku sedang melihat-lihat berita di ponselku. Sepertinya Faris masih belum menunjukkan adanya pergerakan, tidak ada laporan bahwa Hana hilang ataupun aku menculik Hana. Sedangkan Hana sedang terbaring di kasur yang tergeletak di lantai, dia seperti orang yang sedang kebingungan.
"Rey..., Sampai kapan kita di sini?" Tanyanya.
"Sampai ini semua berakhir, bukannya begitu?" Jawabku.
"Tapi kapan ini akan berakhir?"
"Aku tidak tahu.."
"Huft. Kalau begitu ayo lakukan sesuatu.."
"Lakukan apa?"
"Ya apa aja, mau blowjob kah, atau dikocokin kah, apa saja boleh, yang penting lakukan sesuatu..."
"Kenapa sih kamu ngajak begituan Mulu?"
"Habisnya aku bosan" ujarnya sembari memelukku dari belakang.
Aku memegang tangannya yang ada di dadaku, "Tidak boleh, ya. Jangan di sini.."
"Kamu mah...., Lagian kamu engga kepengen itu apa?"
"Aku mau sebenarnya.."
"Kalau begitu ayo!"
"Tidak boleh.."
Meskipun sudah ku larang, tetap saja Hana begitu. Ia membuka dan menaikkan kaos yang ia pakai, payudaranya jelas terlihat, ia tidak memakai bra dengan sengaja
.Lelaki mana yang bisa menahan godaan sebesar itu?
Aku mengalah, aku mencium bibirnya dengan penuh nafsu, aku bermain lidah dengannya. Wajahnya Hana terlihat sangat menikmati, padahal aku hanya mencium bibirnya.
Aku memengang payudaranya, meremas-remasnya.
Tetapi,
Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamar yang kami tinggali, secara serentak kami melepaskan satu sama lain. Hana menutup kembali bajunya. Aku membuka pintu, terdapat seseorang yang tidak kukenal.
"Oh maaf, aku kira Taufik lagi di sini.." ujarnya
"Ah, ya, a-aku sama temanku sedang menginap di sini untuk sementara..." Sahutku.
"Gausah panik gitu, mas. Santai aja. Kita semua di sini juga sering bawa cewek kok..."
"Ah, iya heheh.." aku canggung.
"Ini kemarin aku pakai bajunya Taufik, udah di cuci sih, tapi kayaknya masih ada pasirnya sedikit..."
"Eh pasir?"
"Iya, kemaren soalnya dipake buat ke pantai.."
"Oh begitu.."
"Tolong dikasih ke Taufiknya ya nanti.."
"Ah, siap!"
Rasanya aku baru saja menemukan ide baru, ya daripada Hana merasa bosan di sini dan mengajakku begituan. Lebih baik melampiaskannya ke hal yang lain. Lagipula kami tidak tahu sampai kapan di sini, tidak ada salahnya untuk bersenang-senang bukan? Aku lalu menutup pintunya dan duduk melamun.
"Ayo kita lanjutkan..." Ajak Hana.
"Ayo, tapi di pantai.." sahutku.
"Eh?! Kamu mau begituan di pantai?!" Hana terkejut.
"Bukan lah! Maksudnya ayo kita jalan-jalan ke pantai!"
Hana tentunya sangat bersemangat setelah aku mengajaknya. Entah mengapa, rasanya ide yang dadakan seperti ini terasa lebih seru. Karena tidak mempersiapkan apapun, rasa mendebarkan terasa jelas. Apa aku sudah gila?
Setelah menyiapkan perlengkapan yang dibutuhkan untuk ke pantai, kami langsung segera berangkat. Aku menggunakan google maps untuk memandu perjalan kami, walaupun begitu aku masih ingat jalan yang dulu pernah aku dan Taufik tempuh untuk ke pantai. Dulu saat SMP, aku, Taufik, dan teman-teman cowok pernah liburan ke Jogja. Salah satu tempat yang kami kunjungi adalah pantai. Mengingat kenangan itu membuat aku tersenyum sendiri. Sekarang aku akan membawa seseorang yang aku cintai untuk pergi ke sana, rasanya seperti adegan romantis yang ada di film.
Ini tidak apa kan?
Setidaknya aku dan Hana butuh penyegaran...
...setelah apa yang terjadi akhir-akhir ini.
Ayo kita bersenang-senang, Hana.