Chapter 4 - 0.4

Tasya bergerak dalam tidurnya. Ia membuka mata namun tidak sepenuhnya karena merasa silau dengan cahaya lampu. Setelah berhasil menormalkan pencahayaannya, ia merubah posisinya menjadi duduk

"Udah jam 5?" Tasya berjalan kearah pintu. Dengan pelan ia membuka pintu dan memeriksa sekeliling. Ia melirik ke kamar Mark yang berada disebelah kamar Haechan

"Keknya belom pulang." Cewek itupun perlahan keluar dari kamar

Dari tangga dia dapat melihat Haechan lagi rebahan disofa ruang tamu sambil memainkan handphonenya. Cowok itu sudah mengganti bajunya menjadi kaos lengan pendek dan celana diatas lutut

"Weh. Mark belom pulang?" Haechan melirik sedikit ke Tasya yang sudah duduk disofa sebelahnya

"Udah. Pergi lagi." Jawab Haechan tanpa mengalihkan pandangannya dari layar hp

"Anterin gue pulang." Ucap Tasya. Haechan menatapnya sebentar dengan satu alis terangkat

"Grab bisa kan? Yaudah itu aja." Balas Haechan santai

"Lo mau gue laporin ke papa gue? Lo kan disuruh sama dia buat nganter gue pulang." Sebenarnya uang Tasya sudah habis jadi dia tidak bisa memesan grab. Untungnya dia punya alasan yang pas jadi dia tidak perlu menjatuhkan harga dirinya didepan orang kayak Haechan

Haechan menatap datar cewek disebelahnya itu, dua detik kemudian dia berdecak dan memutar bola matanya

"Nyusahin banget. Orang lagi asik juga." Haechan keluar terlebih dahulu. Tasya kembali ke kamar Haechan untuk mengambil tas miliknya

Sepanjang perjalanan sama sekali tidak ada suara. Haechan maupun Tasya tidak ingin terlibat dalam obrolan. Suasana hening itu akan bertambah lama setelah melihat kemacetan sekarang. Mereka terjebak macet

Tasya menyenderkan kepalanya dijok mobil. Sebuah suara membuat atensi mereka berdua teralihkan. Suara perut Tasya. Cewek itu merutuki dirinya sendiri dalam hati, dia sangat malu ketahuan lapar

Tapi Haechan terlihat biasa saja

"Mau mampir ga?" Tanya Haechan

"Gosah, udah deket juga." Jawab Tasya. Setelah itu tidak ada lagi percakapan, hingga macet berakhir

Mereka tiba dirumah pukul 6.15, tepat saat adzan maghrib. Haechan memarkirkan mobilnya dihalaman rumah Tasya

Fery yang kebetulan sedang berdiri didepan pintu masuk melihat mereka. Tasya keluar dari mobil Haechan

"Oh udah pulang? Haechan, ayo nak. Mampir dulu."

"Iya, om." Haechan mematikan mesin mobilnya kemudian turun. Dia dan Tasya berjalan bersama memasuki rumah. Tasya menyalimi tangan Fery, diikuti oleh Haechan

"Udah pada sholat?" Haechan dan Tasya menggeleng

"Sholat bareng ya, Chan." Haechan mengangguk dan tersenyum

"Iya, om."

"Yaudah, ayo masuk. Kalian siap siap dulu, papa tunggu dimushola."

Tasya berjalan kearah kamarnya, diekori oleh Haechan. Mereka berdua sudah berada dikamar Tasya

"Ambilin sarung dong, Sya." Tasya keluar dari kamar untuk mengambilkan sarung untuk Haechan. Sedangkan Haechan masuk ke kamar mandi mengambil air wudhu

Tasya kembali dengan membawa sarung, diberikannya kepada Haechan. Tasya juga sudah mengambil air wudhu, setelah itu dia memakai mukenah miliknya

Haechan sempat mencuri curi pandangan pada cewek itu, tapi segera ia hentikan karena takut ketahuan

Setelah siap, keduanya pergi ke mushola yang ada dirumah Tasya. Disana sudah ada Fery dan Yolin, orang tua Tasya. Mereka tersenyum melihat Tasya dan Haechan

Mereka sholat berjamaah dengan Fery yang menjadi imam

"Amin." Mereka menyapukan telapak tangan mereka pada wajahnya sembari mengucapkan amin

Tasya dan Haechan menyalimi tangan Fery dan Yolin

"Disalim dong haechannya, sayang." Ucap Yolin pada Tasya. Cewek itu terlihat ragu tapi dia tetap melakukannya

Dengan santai Haechan mengulurkan tangannya, Tasya menyaliminya. Punggung tangan Haechan hanya ia tempelkan pada jidatnya

Haechan tersenyum geli ingin tertawa, Tasya yang melihat itu menatap cowok didepannya dengan galak

"Haechan, Tasya. Om mau ngomong." Mereka semua langsung menatap Fery

"Jadi, pertunangan kalian itu dilaksanakan 5 hari lagi. Kalian siap, kan?" Haechan maupun Tasya terdiam, tidak ada yang menjawab. Fery dan Yolin saling menatap

"Pa." Panggil Tasya. Ia terlihat ragu

"Ya. Kenapa, Tasya?" Tasya ragu ingin memberitahu papanya. Fery yang melihat keraguan itu memaklumi

"Ngga. Gajadi, pa."

"Tasya. Papa tau, kok. Kamu masih ragu, kan? Tapi, nak. Percaya sama papa, Haechan pasti yang terbaik buat kamu. Papa yakin banget. Kamu anak papa satu satunya, papa sayang banget sama kamu. Papa cuman mau, ada yang bisa jagain kamu, bahagiain kamu. Papa udah tua, sayang. Papa udah gabisa lakuin itu lagi sama kamu. Nanti kalo papa udah ga ada siapa yang mau jagain kamu selain Haechan?" Fery mengelus lembut puncak kepala Tasya, berusaha untuk meyakinkannya. Sedangkan cewek itu hanya diam sambil mendengarkan papanya berbicara

"Kalian udah makan? Tunggu mama masak dulu, ya." Yolin mencairkan suasana

"Ah, gausah, tante. Haechan mau langsung pulang aja." Ucap Haechan

"Panggil mama aja, Chan." Haechan terdiam. Tasya juga

"Iya, ma."

"Yaudah kalo gitu. Salam sama mama papa kamu, ya."

Haechan dan Tasya kembali ke kamar. Haechan membuka sarungnya kemudian melipatnya

"Gue pulang." Pamit Haechan ke Tasya

"Hmm." Balas Tasya. Dia sedang memainkan handphonenya, tidak memperdulikan cowok itu

Haechan keluar dari kamar Tasya. Ia juga berpamitan pada Fery dan Yolin

~~~~~~~~~~~~~~~

"Mah, pah. Sasa berangkat."

"Iya, hati hati, sayang."

Tasya keluar dari rumah. Didepan sudah ada Mark yang menunggu diatas motornya

"Sorry ya, lama." Mark memberikan helm pada Tasya. Cowok itu senyum dan mengangguk

"Gapapa."

Tasya naik kemotor Mark

"Udah?" Tasya mengangguk

Mark menyalakan mesin motornya kemudian mereka berangkat ke sekolah bersama