Chereads / Red Jelly / Chapter 28 - Our Schedule

Chapter 28 - Our Schedule

Kupastikan, semalam pertemuan kalian yang terakhir diluar jam sekolah,"

Tawa renyah Caroline lahir mengingat Dirga meminta izin untuk pergi ke rumah Chika. Padahal seluruh rencananya sedikit demi sedikit berjalan lancar. Hanya karena satu gadis, bisa menghancurkan rencananya. Berada di satu sekolah saja sudah membuat kepalanya pening, khawatir jika Dirga memang masih bertemu Chika. Tapi tak apalah, ya. Waktu bertemunya tidak akan lebih dari lima jam. Murah hati sekali Caroline ini.

Berjalan ke salah satu pintu apartemen, sebelum mengetuk Caroline sempat merapikan penampilannya. Bertemu sang damba itu harus cantik.

Mengetuk pintu sebelum akhirnya Yogi yang membukanya. "Aku datang untuk membicarakan jadwal kalian," ucapnya dengan nada yang penuh wibawa. Laki-laki bermata sipit itu mempersilakan sang manajer untuk masuk. Duduk pada sofa tempat mereka berkumpul. "Yang lain kemana?"

Yogi berjalan menuju dapur untuk mengambilkan minum, "Masih terlalu awal untuk mereka pulang dari mencari ilmu,"

Benar juga apa yang dikatakan Yogi. Pasti ini karena Caroline terlalu sibuk mengurus mereka bertujuh. Oh, bukan.. dirinya bukan sibuk menyusun rencana.

"Karena setelah ini aku harus bertemu pihak agensi, jadi kuserahkan jadwal ini padamu. Kau bisa menjelaskannya nanti pada keenam temanmu," tuturnya seraya memberikan lembaran yang ia bawa tadi.

Yogi meniti kata tiap kata yang tercetak di kertas itu. Mata sipitnya semakin sipit saat mengetahui jadwalnya akan sepadat ini, dan mereka tidak memiliki waktu istirahat sedikitpun. "Kau ingin membunuh kami? Kami bukan robot," kertas yang ia pegang dibalik menghadap sang manajer, "Dengan rasa hormat, tolong ubah jadwal kami. Aku yakin, teman-temanku juga akan meminta untuk diubah," tandasnya.

Pada dasarnya, Yogi ini memang seseorang yang tidak suka suatu kejanggalan. Ia akan secara gamblang menyuarakan ketidaksukaannya. Tak peduli yang dihadapi itu lebih tua atau seseorang yang harus dihormati karena pangkatnya.

Hal itu membuat Caroline tertohok, tidak menyangka jika Yogi akan berbicara seperti ini. Dia mengira, selama ini alasan Yogi jarang berbicara karena laki-laki itu akan mengikuti apa saja yang telah disusun secara tersurat maupun tersirat.

"Bukan begitu maksudku, aku sengaja menuliskan jadwal dihari Sabtu dan Minggu, itu untuk jaga-jaga saja, saat kalian tak dapat berlatih diantara hari Senin sampai Jumat, maka Sabtu dan Minggu yang akan menjadi hari penggantinya,"

Hidung bangir Yogi mendengus disertai sudut bibirnya yang tertarik, "Jika diantara hari Senin sampai Jumat kami tidak bisa berlatih, anggap saja itu bonus untuk kami. Lagipula kami tak ingin diforsir berlatih selama lima hari berturut-turut. Kasihlah kami berlatih tiga kali dalam seminggu," jedanya menarik nafas, "Untuk hari Sabtu dan Minggu, itu adalah waktu istirahat kami, serta untuk bertemu keluarga kami,"

Caroline sudah kehabisan kata-kata untuk menimpali ucapan Yogi. Maka, memilih mengalah adalah tujuan akhirnya sebelum menghalau pergi.

Didepan pintu, perempuan itu bertemu Nanda yang baru saja datang dengan tas coklat yang ditenteng sebelah pundak. Tersenyum sebagai sapaan untuk sang manajer yang terlihat terburu pergi.

"Ada apa dia datang?" tanya Nanda.

Yogi menggeleng, memainkan ponselnya, "Hanya menjelaskan tentang jadwal kita. Sudah, kau beristirahat saja dulu," titahnya pada Nanda.

Tak lama Septian datang membawa beberapa kantung belanja. Padahal tadi bilangnya pada Yogi ingin menjumpai sang ibu di rumah sakit. Tidak apalah, yang penting kulkas apartemennya terisi penuh dengan bahan makanan. Yogi bangkit dari duduknya, membantu Septian membawakannya ke dapur.

Setibanya di sana, Yogi tiba-tiba berujar, "Tadi Caroline datang, dia membicarakan soal jadwal untuk kita. Tapi, aku menyuruhnya untuk merubahnya. Terlalu sulit jika harus berlatih lima hari berturut-turut,"

"Itu jelas, apalagi Dirga sebentar lagi akan ujian, dan juga Haikal dan Nanda sudah semester terakhir," tambah Septian.

Dua anggota tertua itu sangat menyayangi kelima temannya yang sudah dianggap sebagai adiknya. Tentu mereka akan memperhatikannya. Apalagi Septian yang sudah lama kenal Dirga, rasa sayangnya tentu sudah seperti saudara kandung.

Yogi mengajak Nanda dan Septian untuk pergi sambil menunggu lainnya pulang. Tempat tujuan yang mereka kunjungi adalah bengkel milik ayah Yogi. Alasannya, bengkel ayahnya ini lokasinya sedikit kurang strategis dan membuat orang bosan melihat sekitarnya. Karena itu, orang-orang yang ingin memperbaiki kendaraannya kebanyakan akan meninggalkannya. Jadi, saat anggota Goldie berkumpul disitu, akan terlihat jika ada yang menguntit mereka. Hanya untuk berhati-hati saja.

Septian sempat berpikir agar keempat anggota lainnya tak perlu tahu akan permasalahan ini. Toh, menurutnya keadaannya juga sangat tidak memungkinkan. Apalagi ini baru awal dari perjuangan mereka. Dirinya tak ingin setiap anggota menjadikan ini sebagai beban pikiran mereka. Sayangnya, pemikiran itu dipatahkan lebih dulu oleh sang pemimpin grup.

"Sejujurnya, aku tadi mendengar apa yang dikatakan Caroline," tutur Nanda. Tadi itu hanya alibinya saja, pura-pura bertanya apa yang terjadi. "Menurutku, Jamal tidak perlu tahu persoalan ini. Karena sudah terlihat jelas ia menyukai Caroline. Semua yang kita obrolkan mengenai Caroline, cukup enam anggota saja yang tahu,"

"Bagaimana dengan Tomi? Kau tidak takut, jika dia membocorkannya pada Jamal?" tanya Yogi. Secara mereka semua tahu, jika Tomi adalah sahabat Jamal sejak lama.

Sedetik kemudian, Septian tertawa. "Bocah idiot itu akan menyimpan rahasia. Aku jamin itu,"

"Enak saja, kau katai aku idiot,"

Suara bariton tiba-tiba mengudara. Seseorang dengan kemeja biru, dan celana hitam yang kebesaran, serta kacamata yang tergantung di pangkal hidungnya datang menghampiri ketiga orang lainnya. Tomi baru saja pulang kuliah. Disusul dengan anggota yang masih menggunakan seragam SMA.

Ayah Yogi yang memperhatikan satu persatu teman-teman anaknya datang berujar, "Kalian adalah laki-laki dewasa. Ambilah sendiri minuman dikulkas itu," tunjuknya dengan gelengan kecil yang mengarah pada kulkas dekat kasir. "Anggap saja rumah kalian sendiri,"

Bengkel sama dengan rumah?—batin Tomi.

Padahal yang sedang membatin itu Tomi, tapi sepertinya Septian dapat membaca air muka Tomi. "Lihatlah, dia pasti sedang memikirkan ucapan ayah Yogi," tawanya hadir hingga menular pada kelima anggota lainnya. Dari suara tawa itu, satu presensi lainnya datang. Iya, dia Haikal.

Haikal baru bisa datang, lantaran dirinya sempat menyelesaikan tugas kelompoknya. Sepertinya beberapa hari ini dia akan sibuk dengan urusan kampusnya. Semoga saja Haikal dapat membagi waktunya.

Karena sudah berkumpul enam anggota Goldie, Nanda kembali membahas permasalahan utama mereka. Sang pemimpin mengutarakan rencananya yang sempat terlintas saat di kampus. Entahlah, dia juga tak yakin jika rencana ini akan berhasil. "Lebih baik kita ikuti dulu saja. Kita tidak bisa mengganti manajer dalam keadaan kita yang masih belum jadi apa-apa. Orang tidak akan percaya,"

"Kurasa dia menyukai Dirga," lantur Tomi. Wajahnya polos sekali saat mengeluarkan kalimat itu. Sontak, membuat kelima temannya menatap heran pada laki-laki itu.

Merasa namanya disebut sebagai berita yang menurutnya juga tidak benar, Dirga mengeluarkan suaranya, "Hei, itu tidak benar. Jangan mengada-ada,". Tenang Dirga tidak menggunakan nada tinggi.

"Aku kan hanya menerka. Urusan benar atau tidaknya, ya tanyakan sendiri padanya,"