Chereads / Exulansis Girl / Chapter 29 - PINDAH

Chapter 29 - PINDAH

Sampai dirumah sakit, Arka menghampiri Lion dan bertanya tentang kabar Byna apakah kabarnya membaik atau tidak. Lion menghela nafas kemudian berkata "Gue harap dia mulai membaik, tapi kenyataannya tadi dia siuman dan langsung drop lagi, sekarang kondisinya makin buruk."

Tanpa pikir panjang Arka mengurus surat surat untuk memindahkan Byna ke rumah sakit kepercayaan keluarganya, ia juga sudah meminta izin pihak keluarga Byna.

Dua hari sejak kepindahan tempat rumah sakitnya, kini kondisi Byna jauh lebih baik walaupun masih belum sadar juga.

"Byna sadar sadar sai meko,"

Noel yang baru saja datang melihat Arka ngoceh tidak jelas menepuk pundak Arka lalu memberitahu kalau Ayahnya ada di ruang kepala rumah sakit.

Lion yang datang setelah Noel dengan jarak waktu berdekatan itu, memberikan semangat kecil pada Arka karena ingin bertemu Ayahnya.

Arka mengernyitkan dahinya lalu tersenyum kecil kepada Lion dan Noel "Semangat buat gue!"

"Semangat!" Teriak kecil Lion dan Noel yang ikut senyuman kecil.

"Gue doain lo balik kesini tanpa embel embel dikeluarin dari KK ya? Hahahaha." Goda Noel.

.

.

.

Kembali pada keadaan Aurell, ia gelisah karena semua teman temannya tidak ada yang mengangkat telpon.

Aurell berinisitif untuk pergi kerumah Lion terlebih dahulu tapi barang yang dibereskannya belum beres.

Pasrah, ia beberes sambil sesekali menengok layar hp memastikan apakah teman temannya menelpon balik,

"Itu sisa dikit kan? Sana samperin temen kamu dari pada gelisah gitu kerjanya jadi ga beres juga, biar Mama yang atur sisanya," usul Mama Aurell

"Ah yang bener nih,"

"Gamau? Yasudah."

"Eh, tentu mau dong, Ma."

Aurell mengambil kunci motor, memakai helm, dan gas kerumah Lion dengan motor scoopy berwarna coklatnya.

Sesampai dirumah Lion Aurell mengetuk pintu, Ibu Lion membukanya dan bertanya bahwa si Aurell sedang mencari siapa.

Aurell menjawab sedang mencari lion, kemudia Ibu Lion mengatakan bahwa anaknya itu sedang dirumah sakit dimana Byna dirawat.

Ia segera menancap gas motor untuk pergi kerumah sakit Byna yang sebelumnya, sampai dirumah sakit Aurell ke resepsionis menanyakan Byna ada diruangan mana,

"Permisi, mba. Kamar rawat atas nama Mykaela Tsabyna Amartha dimana ya?" Tanya Aurell

"Saya cek dulu ya, dek."

Selang beberapa menit petugas resepsionis itu bilang bahwa tidak ada pasien atas nama Mykaela Tsabyna Amartha. Aurell bersitegas menyuruh petugas itu untuk mengecek ulang karena ia yakin Byna ada dirumah sakit itu.

"Ah iya, ada pasien atas nama yang anda sebutkan tadi, tapi pasien itu sudah pindah kerumah sakit lain."

"Rumah sakit mana ya, mba?"

"Kalau itu saya kurang tau,"

"Duh, makasih ya, Mba." Ucap Aurell seraya meninggalkan rumah sakit itu.

.

.

.

Arka berjalan menyusuri lorong lorong rumah sakit lalu sampai depan ruangan kepala rumah sakit dengan detak jantung yang tidak beraturan.

"Bismillah,"

Dengan gemetar ia membuka pintu, disambut dengan aura dingin penuh murka oleh Ayahnya yang tengah duduk berdiam diri menatap tajam anaknya itu.

Setelah menutup pintunya, Ayah Arka berdiri menampar putranya didepan kepala rumah sakit.

Tamparannya terdengar sangatlah keras, dengan rasa sakit karena tamparan dan malu yang dia rasakan, air matanya memenuhi kantung matanya. Dia tertawa kecil.

"Sakit juga ya," Ucap Arka memegang bekas tamparan Ayahnya itu.

"Jangan tertawa!" Bentak Ayahnya.

Arka menutup mulutnya lalu menunduk sambil mengebelakangkan kedua tangannya.

"Tau apa kesalahanmu?!"

"Iya..."

"Dari awal sudah tau apa sebab akibatnya untuk nanti tapi masih saja melakukannya?! Ayah sudah terlalu memanjakanmu!"

"Maaf Ayah,"

Ayah Arka memegang kepalanya lalu kembali duduk menutup mata sambil bergumam bahwa ia menyesal karena sudah mengikuti kata istrinya untuk tidak terlalu keras pada putranya. Setelah kembali tenang, Ayah Arka memanggil Arka untuk duduk disamping lalu ia mengusap kepala anaknya "Arka Ayah tidak akan meminta maaf karena telah menamparmu."

"Saya tahu itu,"

"Hah... Kau tahu kan biaya rumah sakit temanmu itu sangat mahal."

"Iya,"

"Lalu kenapa? Kenapa kau ingin membiayainya? Dia hanya temanmu yang suatu saat nanti akan melupakanmu juga." Tegas Ayah.

"Tahu apa Ayah tentang teman? Oh, aku tahu. Ayah cuman punya musuh kan? Sampai aku harus dikawal Bima kemana pun." Sarkas Arka.

"Kurang ajar kamu! Ayah melakukan itu untuk keselamatan kamu!" Emosinya mulai naik lagi, dia kembali mengingat kata istrinya untuk selalu bersikap tenang didepan anaknya.

"Seberharga apa dia bagimu?"

"Tidak terhingga."

"Kau menyukainya?"

Arka diam membatu dengan telinga yang sangat merah, Ayahnya langsung paham lalu memegang kepalanya sendiri kemudian menasehati anaknya agar selalu berpikir panjang sebelum melakukan sesuatu.

Katanya momen dimana suatu hari Arka menyukai seseorang itulah yang paling tidak dia sukai. Anaknya akan mulai lupa pada tanggung jawabnya dan hanya mementingkan pacarnya saja.

Sudah diperkirakan hal itu akan terjadi dan tak dapat dihindari, hanya saja ia tidak menduga akan secepat ini.

"Ayo pulang, kita bicarakan ini di Rumah."

Arka mengangguk lalu mengikuti Ayahnya dari belakang.

Selang beberapa detik perginya Ayah Arka dan anaknya. Kepala Rumah sakit masih tercengang melihat pertengkaran kedua ATM berjalan itu.

"M-mereka tidak pamit?? Atau saya cuma dianggap pajangan saja??" Tanya Kepala Rumah Sakit pada dirinya sendiri yang masih menatap pintu ruangannya.

.

.

.

"Kau benar benar menyukai anak yang bernama Byna itu?" Tanya Ayahnya sekali lagi.

"Apakah Ayah meragukan ku?" Tanya Arka balik.

Sebuah suara dentaman helm jatuh dari belakang mereka berdua. Itu Aurell, Dia mendengar semuanya. Orang yang dia sukai, mengatakan hal itu. Hatinya sakit. Dia tahu, dia memang tidak secantik, pintar, dan baik Byna. Tapi apakah adil jika dia mendapatkan semua cinta yang tidak pernah Aurell dapat kan dari temannnya sama sekali?

Aurell berlari sangat kencang meninggalkan helm nya. Arka yang sadar segera meminta izin pada ayahnya. Tanpa persetujuan, dia dengan cepat mengikuti arah Aurell berlari.

"Aurell, berhenti!!!!" Teriak Arka. Mereka sekarang berada di taman rumah sakit.

Aurell berhenti, dia tidak tahan ingin mengeluarkan air matanya. Dia mulai menangis dalam diam.

Arka yang berada beberapa kaki dari Aurell lalu meminta maaf tapi, Aurell tidak berbalik padanya.

"Rell, bakal pindah kan?? Aurell ndak mau bicara sama saya sebelum ko pergi??" Tanya Arka.

Terlintas sebuah ide di benak Arka, dia kemudian meminta kertas pada orang yang lewat di sekitarnya. Lalu menulis sesuatu di kertas itu.

"Kalau baca surat dari saya mau kan?? Aku simpan di kursi ini nah? Ku harap sebentar nubacai, Oke?" Pinta Arka.

"Ndak ku tau berapa lama ko menangis, tapi ada masalah yang harus kubenarkan dulu, sama Ayah ku. Aku tinggal ya. Sampai jumpa lagi, Aurell." Arka tersenyum sedih lalu meninggalkan gadis itu.

Aurell kembali menangis, kali ini lebih deras dari yang tadi. Apa yang dia harapkan dari Arka? Apakah dia akan menunggunya sampai ia selesai menangis? Aurell rasa tidak, menurutnya dia tidak sepenting itu bagi Arka.

Dia kemudian berbalik lalu mengambil kertas dikursi itu. Dia ingin sekali membacanya. Tapi tertulis disitu bahwa dia boleh baca saat dia di atas pesawat saja.

"Gue harap nanti kita bisa bertemu lagi, Ar. Tapi dengan takdir yang menyatukan kita." Ucap Aurell.