Chereads / Exulansis Girl / Chapter 32 - SALAH ORANG

Chapter 32 - SALAH ORANG

"Iya, ini gue. Skala." Ucap Skala meyakinkan orang orang.

Zela membeku ditempat, ia tau Skala pindah sekolah ke luar negeri untuk tinggal bersama Oma nya. Tapi? Hari ini tepat detik itu dia melihat Skala berdiri didepannya. Keadaan Skala jauh membaik, entah Zela harus bersyukur Skala membaik atau kesal karena meninggalkan pacarnya sendiri tanpa pamit.

Skala kembali ketempat duduknya yang dulu di samping Lulu.

Bingung ingin membuka percakapan apa, Skala hanya duduk diam sampai jam pelajaran selesai.

Jam istirahat, Skala memutuskan untuk mendatangi Lulu. Untuk saat ini hanya dia yang bisa diajak berbicara. Teman temannya yang lain sudah tidak ingin berteman dengannya. Menatap Skala pun mereka tidak ingin.

Di taman Skala menemukan gadis yang dia cari tengah duduk sendiri. Skala menghampirinya kemudian duduk di samping Lulu

"Hai." Sapa Skala.

"Hai? Lo dulu gak pernah say hai to me? Wow." Ucap Lulu heran.

"Gimana kabar lo selama gue gak ada?" Skala membuka pembicaraan dengan senyuman.

"Gimana kabar gue? Gak usah berlagak biasa biasa aja deh kalau lo lagi ada masalah. Gue tau orang orang disini natap sinis ke lo, lo jadi diri lo sendiri itu lebih baik. Jangan apa apa dipendam sendiri, ngerepotin." cetus Lulu yang sedang bercermin memperbaiki riasan di wajahnya.

"Lo kayak kenal gue aja, Lu." Ucap Skala.

"Gue kenal lo Kal, Gue paham betul semua tentang lo,"

Skala memasang wajah bingung.

"Kita dulu dekat, gabisa di pisahin. Tapi lo bodoh," Ucap Lulu.

"Harusnya itu gue, bukan dia. Semua ini gak bakalan terjadi gara gara ke goblokan lo itu. Orang kelewat bodoh mana yang tidak kenal teman masa kecilnya sendiri? Cuman lo Kal," Ejek Lulu.

"Maksud lo? Tapi teman masa kecil gue-" Ucap Skala terpotong.

"Byna kan?" Potong Lulu.

"Huh, udah saatnya lo emang tau." Lulu menghembuskan nafas berat.

Dia mengeluarkan kalung dalam kotak kecil yang disimpannya didalam tas. Lulu menyodorkannya pada Skala. Skala melihat kalung itu kaget, itu persis dengan milik Byna.

"Ini pikiran gue aja atau emang bener kalau lo mikir kalung ini mirip punya Byna kan?" Tanya Lulu percaya diri dan dijawab dengan anggukan Skala.

Lulu tertawa. "Skala bodoh! Ya jelaslah bakal mirip, itu kan kalung harga 5 ribuan di warung pasaran. Keren si, Byna masih mau pake kalung itu sampe sekarang."

Skala masih tidak percaya. "Lo bohong kan? Bisa saja lo yang ikut beli kalung itu." Kekeh Skala.

"Aduh Skala, Skala. Masih gak percaya?" Lulu menggelengkan kepala, dia mengeluarkan mainan dari kotak kecil yang tadi.

"Masih ingat ini? Ini mainan lo, rusak gara gara di rusakin si badan besar dulu. Sekarang ingatkan?" Tanya Lulu.

Skala mengingat mimpinya yang terus berulang ulang selama ini. Anak kecil penuh lebam itu ternyata dirinya. Dia tidak menyangka ternyata selama ini dia salah orang. Teman masa kecilnya itu Lulu bukan Byna.

"Sekarang gue percaya, tapi kenapa lo gak pernah ngasih tau gue? Gue selama ini nyari lo dan ternyata,"

"Gue nyari waktu yang tepat aja si, saat itu gue mau ngasi tau tapi lo udah pindah, karena lo udah ada disini dihadapan gue, yaudah gue kasi tau sekarang. Gue juga udah gak berharap bisa di posisi Byna. Toh, lo udah terlanjur cinta mati sama dia. Tipe gue gak bulol kayak lo." Lanjut Lulu.

Skala memeluk Lulu, senang bercampur bingung menjadi satu dalam diri Skala. Dia sangat bahagia, ini pertama kalinya dia mengetahui rasanya diberikan kejujuran oleh seseorang. Luka Skala sedikit tertutup. Memang benar keputusan dia kembali Indonesia adalah pilihan yang tepat daripada lari dari semua pikiran yang menghambat di otaknya.

Lulu juga bahagia, akhirnya dia bisa mengatakannya. Rasanya lega sekali.

"Terima kasih Lu, gue bener bener gak bakalan pernah tau kebenaran ini kalau lo gak ngasi tau gue." Tutur Skala.

"Its okay, but can you stop peluk peluk gue? Kita diliatin orang tolol." gerutu Lulu.

Skala cepat cepat melepas pelukannya dari Lulu.

"Emang anaknya suka jadi pusat perhatian, cih." Cibir Lulu.

Dari kejauhan Zela dan teman temannya memandang Skala tidak suka. Tapi dia tidak bisa ikut campur, selagi ada Lion yang setia disisi Byna, untuk apa dia ambil pusing dengan kedatangan Skala?

"Guys, kita ngumpul di Cafe nya Zela yuk. Udah lama nih gak main bareng," Usul Khanza. Teman temannya mengangguk setuju, kecuali Zela.

"Gue gak bisa sorry, gue mau ke rumah sakit. Sorry yaa," Ucapnya tidak enak.

"Yaudah, gapapa kok sans lah." Jawab Khanza

.

.

.

"Ayo Re, berangkat." Ucap Zela.

"Serius kamu gak ikut temen temen kamu? Kamu butuh refreshing juga loh," Usul Rean.

"Gapapa sayang, lagipula seru kok dirumah sakit. Ada kamu."

"Jangan sayang sayangan." Bantah Rean.

"K-kenapa...? Biasanya juga gitu...."

"Gak. Gak baik buat kesehatan jantung aku." Jawab Rean.

Terlihat telinga Rean memerah karena malu. Zela tersenyum tipis seraya mengeratkan pegangannya di jaket Rean.

"Sayang sayang sayang, Rean sayangnya Zela! Rean punya Zela. Sayang Zela!" Teriak Zela ditengah jalanan yang ramai dengan kendaraan lalu lalang.

Mereka tertawa lepas sampai akhirnya tiba di rumah sakit.

"Gimana Ar? kata lo dokternya udah datang kan? mana dokternya?" Tanya Zela.

"Mau ji kesini, eh itu dia,"

Zela menatap pemuda yang menghampirinya seraya melambaikan tangan. "Serius lo Ar dia dokternya? Gila cakep bener," Ucap Zela terkesima.

"Ekhem," Rean menatap Zela dengan wajah cemburu. Zela hanya tersenyum setelah ketahuan memuji cowok lain.

"Hi, sorry all. Saya harus jemput teman saya dari jalan jalan. Ah, ya. Saya belum perkenalan dengan kalian. Nama saya Hema Eizelory Maxwell. Senang bertemu dengan kalian." Jelasnya.

"Eh jangan meko baku sekali, santai saja. Btw ini Zela sahabat Byna, dan ini Rean kakaknya Byna." Ucap Arka menghangatkan suasana.

"Ayo ikut keruangan saya, kita bicarakan soal keadaan Byna." Usul Hema, dokter yang merawat Byna.

Hema selaku dokter pribadi Byna sekarang menjelaskan keadaan Byna yang sudah mulai stabil, tinggal menunggu Byna sadar dari koma nya dan Byna akan baik baik saja.

Orang tua Byna sangat bahagia mendengarnya, begitu pula teman teman Byna.

Semuanya keluar dari ruangan Hema kecuali Arka.

"Mauka bertanya, ndak penting ji sebenarnya tapi kepo ka hehe, teman yang numaksud mau nu jemput tadi, laki laki?" Tanya Arka memastikan.

"Bukan laki laki, tapi perempuan. Kenapa ya?" Hema tanya balik.

"Eh, ndak ji hehe. Keluarka pale nah, thank you Hema." Jawab Arka cepat cepat ingin keluar.

Perasaan Arka saja atau ini kebetulan? Hema dan 'dia'...

ah sudahlah selagi Byna baik baik saja, dia sudah tidak berurusan dengan laki laki itu.

.

.

.

Disisi lain seorang gadis yang lemah terbaring tidak sadarkan diri mulai menggerakkan tangannya.

"Hnggg- Hmm..."