Satu minggu kemudian...
Byna duduk di taman rumahnya menikmati angin sepoi sepoi yang mengenai dirinya, ia terus memikirkan sekuat tenaga apa yang dia alami sebelum koma, lama memikirkan itu Byna jadi pusing.
Lion menghampiri Byna.
"Hei, jangan melamun. Nanti kerasukan loh." Ucapnya sambil tersenyum lalu duduk di samping Byna.
Byna membalas senyum nya, "Ngomong ngomong Lion, besok gue bakal masuk sekolah lagi kan?"
"Kenapa, gak sabar ya?"
"Rasanya gitu Fal, feeling gue seakan akan pengen cepet cepet sekolah, kayak ada yang nunggu gue..."
Lion terdiam. "Perasaan lo doang kali."
Byna mengerti situasi ini. Saat ia mengungkit sesuatu tentang sebelum dirinya koma, semua orang seakan akan tuli dan tidak berniat untuk memberitahu seperti sedang menyembunyikan sesuatu.
"Yaudah deh. Lion, lo pulang aja gue mau beres beres buat sekolah, besok jemput gue yaa. Bye bye see you tomorrow." Ia bergegas pergi meninggalkan lion di taman.
"Gue diusir nih???"
"Bahasa kasarnya sih gitu, hahahahaha." Rean tiba tiba nimbrung dan duduk di sebelah Lion.
Lion mengumpati Rean tak henti henti.
"Ya sorry, btw lo udah ngasi tau Skala, 'kan?" Rean mengganti topik.
"Udah kemaren, keliatannya agak ga terima, cuman akhirnya dia nge iya-in." Jawab Lion.
"Baguslah. Jangan sampai kalau dia memberitahu tentang hubungan mereka dulu, kasihan Byna." Ucap Rean lalu dibalas dengan anggukan Lion.
.
.
.
Pagi hari yang cerah matahari mulai memenuhi kamar Byna. Ini hari ia kembali masuk ke sekolah. Cukup deg degan. Ingatannya tentang sekolah masih samar samar, selama masa penyembuhan, Byna sama sekali tidak bertemu dengan temannya selain Zela dan Lion.
Byna telah selesai bersiap siap. Dia turun kebawah dan menyapa Bunda nya. "Pagi Bunda,"
"Kamu lama banget, Lion udah nungguin dari tadi." Katanya.
"Hah? Memangnya sekarang jam berap-" Ucap nya terputus saat melihat jam dinding menunjukkan arah jam tujuh lewat 20 menit.
"Byna hampir telat! Aduh Bunda. Byna gajadi sarapan, langsung berangkat aja, assalamu'alaikum bun!" Ucap nya sambil berlari keluar mengara mobil Lion.
"Pergi dulu tante." Sapa Lion pada wanita paruh baya sedang berdiri didepan pintu.
"Iya, jagain anak tante yaaa." Ucapnya lalu dibalas dengan senyuman Lion.
Sampainya di sekolah Byna menggenggam ujung baju Lion. Dia sangat grogi, ketika menginjakkan kakinya di area parkir hingga didalam sekolah semua tatapan tertuju padanya.
"Gue se famous apa sih dulu?! Kok gue di liatin mulu dari tadi? apa jangan jangan gue idol ya?" Ucap Byna narsis.
"Dih narsis, itu mah karena lo koma cuman karena pala lo ketiban ranting pohon. Dasar lemah." Ejek Lion.
Byna melotot kesal. "Mulut lo jaga ya, belum pernah ngerasain ketiban pohon lu."
Lion tertawa sangat keras.
Semua siswi berteriak histeris melihat senyuman Lion itu. Wajar aja, dia terkenal seantero sekolah karena sifatnya yang dingin dan juga anti yang namanya senyum.
Ini bakalan menjadi sejarah besar buat mereka yang melihatnya.
Disisi lain Byna bingung, ada apa dengan tawa Lion? Dia menarik wajah Lion agak nunduk sehingga mereka bisa bertatapan.
"Coba ketawa." Suruh Byna.
"Apaan si???"
"Ketawa."
Lion tertawa paksa dan lagi lagi membuat siswi siswi histeris.
Byna melihatnya lekat lekat, jarak wajah mereka tinggal sejengkal. Mereka saling bertatapan membuat Lion langsung berpaling takut jika terlihat oleh Byna mukanya sangat merah seperti kepiting rebus.
"Gak ada apa apa di muka lo, kok pada histeris ya?" Ucap Byna tidak menyadarinya.
Tiba di kelas ia heran kenapa pintunya tertutup? mungkin salah kelas? Dia langsung membuka pintu itu dan
"SURPRISE!!! SELAMAT DATANG KEMBALI BYNA!!!" Teriak orang didalam kelas itu bersamaan.
Byna kaget, dia tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Lion menarik Byna ketempat duduknya. Disana dia dihampiri oleh beberapa temannya.
"Masih ingatko ndak sama saya? terakhir ketemuki waktu baru ko bangun dari koma," Ucapnya.
"Ngg, Arka...?" Ucap Byna ragu.
"UYEY WOOHOO YESS, NAINGATKA BYNA!"
"Kalau gue? sebelum lo koma gue sering ngabisin bekal lo, hiks masih ingat gue kan..." Ucap Putri.
"Gue juga, inget gak dulu gue sering morotin lo kalau lagi ngumpul bareng?" Dilanjutkan dengan Ara yang diberi anggukan oleh Dinda
"Gue- gue sering ngajak lo tobat, inget gue gak???" Aya juga ikutan
"Kalau gue pasti lo inget. Gue sering nemenin lo nyari outfit kece, ingetkan??" Gak mau kalah khanza juga ikutan.
Byna mencoba berpikir keras, dia masih tidak ingat.
"Sorry gue cuman tau Arka, Zela, dan Lion."
Zela dan Arkansas tertawa, "Kasihan deh lo," Ucapnya bersamaan, mereka masih berbangga diri.
Ara, Putri, Dinda, Khanza dan Aya menjadi lesu.
Datang seorang cowok mengambil perhatian mereka. "Kalau gue, lo inget gak?" Ucap Skala menatap Byna serius.
Byna seakan akan sangat mengenali wajah itu, tapi siapa? ia mengerutkan dahi, kepalanya jadi pusing karena terus mencoba mengingat masa sebelum ia koma.
Sadar akan hal itu, Lion berdecak. "Gue udah bilang kan jangan maksa Byna buat inget sesuatu. Lo semua pada batu ya! terutama lo, pergi sebelum gue hajar lo." Ucapnya pada semua orang dan menekankan kalimat terakhir untuk Skala.
Mereka kemudian duduk ditempat masing masing. Arka mengirimkan pesan pada grup mereka.
"Woi Lion tadi care sekali sama Byna, syok ku... apa itu istilah nya eh, 'sudahmi dilelehkan sama Byna' WKWKWKWKWKKWKWWKWK"
"Wkwkwkwkw pfft."
Semuanya membaca itu jad tertawa pelan menahan agar tidak kedengaran sama Lion.
"Sialan." Umpat Lion. Dia sudah dikelilingi oleh kobaran api siap menerkam mereka semua.
Oh iya. Mereka lupa, didalam grup itu juga ada Lion.
Suasana kelas menjadi suram, semuanya merinding takut diterkam Lion.
"Byna, lo gak papa kan? Kepala lo masih sakit? Kita ke UKS aja gimana?"
"Pusing dikit doang, gapapa lah. Masih bisa nahan gue."
"Tapi tadi lo belum sarapan kan? Nanti maag lo kambuh gimana?" Lion khawatir.
Skala melemparkan roti kearah meja Byna. "Dimakan, tapi jangan sampai ketahuan guru, guru yang ngajar sekarang galak."
Lion menolak. "Gak usah. Ayo Byn, mending ke UKS nanti disana gue beliin."
"Duh, Lion gue bilang gapapa kok." Ucap Byna meyakinkan Lion.
"Btw makasih rotinya- mm nama lo siapa?" Byna tersenyum ke arah Skala.
Deg. Kangen. Sudah lama dia tidak melihat senyuman Byna. "Raditya Skala Bumi, panggil aja Skala."
Byna mengangguk "Skala? Feel-nya kayak gue udah deket banget sama dia," Pikir dalam hati.
Byna mulai memakan roti itu sembunyi sembunyi agar tidak ketahuan. sementara itu dua remaja laki laki itu saling bertatapan sengit, seolah olah akan saling bunuh.
Suasana kelas makin suram, "Kenapa kelas ini suasananya suram sekali ya? Tanya wali kelas kalian ya supaya manggil orang pintar kesini. Duh merinding saya." Ucap Pak Yusuf yang sedang mengajar.