Lion mengambil obat di UKS, tampaknya sudah beberapa hari ini sejak Lion merawat Byna dia kurang istirahat.
Datang seseorang dari arah belakang, mengancang ancang ingin melempar sesuatu pada Lion, "Tangkap!" Seru remaja itu.
Dengan insting yang kuat, Lion langsung menangkap air mineral itu.
"Thanks, tapi gue gak butuh." Tolak Lion dengan tegas.
Noel tersenyum kecil, "Minum obat kok gak pake air, lo mau keselek terus mati muda?"
Dia mendekat kemudian merangkul Lion, "Kita udah sering ketemu tapi rasanya kita belum kenalan ya? Nama gue Noel, lo Lion kan?"
Lion menepis tangan Noel dari pundaknya. "Siapa yang gak kenal lo? Orang yang hidupnya gak pernah beres. Selalu bikin kekacauan di sekolah, dasar beban."
Lion kemudian meninggalkan Noel di UKS sendiri, "Ntah apa yang lo mau dari gue, tapi sorry, gue gak ada waktu buat ngeladenin lo."
Noel meremas air mineral geram, dengan refleks dia melempar botol mineral itu ke arah Lion, dengan amart
ah yang menggebu gebu, Noel menghampiri Lion lalu menghajarnya.
"Bodoh! Gue juga gak mau berurusan sama lo. Tapi karena Byna! Dengan lo lemah kayak gini gue bakal tenang. Gue kira dengan ngelepas Byna untuk lo, Byna bakalan pulih dengan cepat, tapi apa?! Gak ada perkembangan, dasar cupu!"
Lion meringis kesakitan, tidak terima dengan pukulan Noel dia langsung menghajar balik. "Lo kira selama ini gue gak berjuang apa hah? Gue diam bukan berarti gue ngebiarin Byna koma gitu aja di rumah sakit. Kita juga gak bisa ngapa ngapain, sekarang tergantung pada Byna, dia pengen bangun untuk melanjutkan hidupnya atau berhenti sampai disini aja,"
Lion mengambil air mineral yang di lemparkan padanya tadi. "Gue dan lo tau, Byna gak segampang itu untuk menyerah. Lo gak usah khawatir, gue udah berusaha semampu gue buat selalu ada didekat dia. And the last, jangan lemparin orang pake botol sembarangan. Gak sopan, Be smart bro." Lion menepuk pundak Noel seraya tersenyum lalu meninggalkannya.
.
.
.
"Fal, kalau lo bener bener capek, udah biar gue aja dengan yang lain yang rawat Byna, kita bisa kok." Usul Khanza.
"Hm, gue rasa gue emang butuh istirahat sebentar. Gue percayakan Byna sama kalian berdua, oke?"
"Kalian? gue cuma sendirian disini Fal...."
Lion menunjuk belakang Khanza, tepat dibelakangnya ada Zela yang baru datang membawa camilan.
"Ah Zela-! untung lo datang bawa camilan"
"Iya dong, pasti. Kalian lapar ya kan."
"Thanks Zel, tapi gue mau makan dirumah, udah lama gak makan makanan rumah." Tolak Lion.
Khanza dan Zela mengangguk, mereka lalu masuk kedalam ruang rawat Byna untuk ngobrol.
"Hai, Byn... gue punya camilan nih, kalau lo bangun gue janji deh beliin banyak makanan kesukaan lo, bangun ya?" Ucap Zela lirih.
Khanza mengusap punggung Zela agar sedikit tenang karena sedikit lagi air matanya akan jatuh.
.
.
.
Disisi lain, Aurell bersama orang tuanya sedang merapikan barang barang untuk pergi berkunjung ke rumah neneknya.
"Ma, kita di rumah nenek berapa hari?" Tanya Aurell.
"Mama gatau coba sana kamu tanya Papa."
Aurell berjalan menuju ruang tamu untuk bertanya pada bokapnya.
"Pah, kita di rumah nenek berapa lama?"
"Nenek lagi sakit, Papa gak tau berapa lama, tapi berhubung Papa punya projek disana, bisa jadi kita bakal menetap disana."
"Beneran?! Aduh Pa, jangan gitu dong aku gamau ninggalin temen temen disini...."
Mama dan Papa Aurell sontak kaget mendengar kata 'teman' dari mulut anak satu satunya itu langsung berjalan mendekatinya.
Papa Aurell memeriksa suhu badan anaknya dengan mendekatkan punggung tangan ke dahi Aurell.
"Teman?" Ucap kedua orang tua Aurell.
"A- apaan sih... Kayak aku ga pernah punya temen aja."
Kedua orang tua itu tersenyum, Mama Aurell lalu mengatakan kerja bagus pada anak semata wayangnya itu.
"Emang kamu ga pernah punya teman kan? Aduh anak siapa sih ini," ejek Papa Aurell.
"Huh. Baru juga dapat temen kita udah mau pindah kota...." Cetus Aurell.
"Baru rencana, sayang." ucap papa-nya.
"Hm, aku mau izin pamit ke temen aku dulu."
.
.
.
"Zelaaaaa!!!!!!" Teriak Khanza tiba tiba disaat keadaan semua orang tidur siang.
Zela langsung terbangun dan menyusul ke tempat Khanza yang tepat disamping Byna.
Saat datang dan melihat keadaan dengan mata kepala sendiri, ia segera memanggil Lion dan Kak Rean.
"Apa? Kenapa?" Tanya Lion yang ikut panik melihat Zela panik.
"Liat kearah Byna!"
Lion dan Noel melihat kearah Byna.
"Good job, girl..." Ucap Lion dengan nada gemetar lalu meneteskan air mata.
"Byna... Lo bisa denger gue Byn?" Tanya Rean.
"Iy-" jawab Byna yang terpotong dikarenakan tubuhnya mendadak kejang kejang.
"ZELA! CEPET PANGGIL DOKTER!" pinta Rean.
Mereka diperintahkan oleh dokter untuk menunggu diluar.
Lewat 1 jam dokter belum keluar untuk memberitahukan keadaan Byna, Khanza berusaha menenangkan Lion sedangkan Rean terus berdiri di depan bersama Zela.
"Bang Rean, tante sama om dimana?" Tany Zela yang masih bersandar dipundak Bang Rean.
"Dirumah sepupu, toh, biar mereka ada yang nenangin. Gue ga kuat kalau sampai ayah bunda gue juga sakit Zel," ucap Rean dengan lemah.
"Sabar... Ini ujian dari tuhan... Zela yakin ini akan berakhir dengan baik. Zela akan selalu ada buat Rean."
.
.
.
"Tuan muda, anda mau pergi kemana? Nyonya besar memerintahlan agar tuan muda harus tetap dirumah, hari ini tuan muda ada jadwal ke kantor untuk diperkenalkan oleh orang orang kantor sebagai generasi selanjutnya yang meneruskan perusahaan."
"Bima, sakit temanku! Mauka kesana! Ini lebih penting dari jadwal apalah itu." Bentak Arka.
"Tapi tuan muda, ini perintah nyo-"
"Bima ndak punyako perasaan?! Ini temanku sekaratmi! Gila!" Potong Arka.
Bima sebagai pengawal Arka, terdiam. Dia tidak bisa apa apa.
Arka yang mulai emosi lalu berjalan keluar untuk menjenguk Byna, temannya.
"Arka! Masuk!" Bentak Ayahnya.
"Ck," decak Arka.
"Kamu sudah Ayah ajarkan sopan santun kan? Bersikap sopan lah sebagai mestinya penerusku lakukan." Perintah Ayah Arka.
Arka menghebuskan nafas berat. "Ayah, aku ingin keluar sebentar untuk menjenguk temanku dirumah sakit, tolong izinkan aku." Seru Arka.
"Kau boleh menjenguknya setelah jadwal mu selesai. Jangan membantah. Dengar kata Ayah!" Perintahnya sekali lagi.
"Cih, persetanan dengan jadwal itu semua, aku benci ayah!" Teriak Arka.
Walaupun berkata seperti itu, dia tetap tidak bisa melakukan apa apa. Dia tahu akan jadi seperti apa kalau Ayahnya sampai marah dan jika perintahnya tidak dilaksanakan.
Arka kemudian mengikuti ucapan Ayahnya dan bersiap siap untuk menuju ke kantor perusahaan. Sepanjang perjalanan dia terus menerus mengeluarkan kata kasar dari mulutnya.
"Tuan muda, ucapan anda sangat tidak sopan, kalau Tuan sampai tau dia akan marah besar."
"Bacot ko Bima, kalau ko tidak ribut, ndak bakal natau ji si tua bangka itu." Cibir Arka.
Sebuah ide terlintas di benak Arka.
"Eh Bima! Kayaknya ban belakang ada yang bocor, coba ko turun terus cek." Usul Arka.
Bimo meminggirkan mobilnya, dia turun lalu mengecek apakah ban bocor seperti yang dikatakan Arka.
"Pengawal bodoh." Ledek Arka.
Arka langsung maju kekursi mengemudi, tanpa jeda dia langsung menyalakan mesin dan menancap gas, meninggalkan Bima di jalan sendiri.
"I'm coming Byna!"