"Udah enakan?" Tanya Rean khawatir.
Zela mengangguk.
"Pulang yuk Re, gue gasuka disini. Bau obat obatan." Zela menjepit kedua hidungnya
"Lah, kamu selama ini jaga Byna biasa aja,"
"Itu mah beda Re, yuk ah pulang."
Rean mengangguk kemudian jalan duluan. "Kamu kok ga berdiri?"
Zela terdiam. "Rean aneh."
"Aneh apanya? Ngga kok."
"Rean setiap aku keras kepala langsung dimarahin loh." Zela menjelaskan dengan nada sindiran.
"Sejak kapan coba?"
"Sejak Hawa di hasut buat makan buah terlarang."
"Ngaco. Kamu mau bangun sendiri apa mau aku gendong hm?"
"Aku gak lumpuh Re,"
.
.
.
.
Di pagi hari seperti biasa Zela bersiap siap untuk pergi kesekolah bareng sama Rean.
"Ah, Rean kemana si? Udah mau jam delapan ini, mana hari Senin lagi."
Karena Rean tak kunjung datang. Zela dengan emosinya berjalan kaki dari rumah menuju sekolah.
"Hm bagoss gue telat, awas aja tuh Rean bakalan aku sleding."
*Ga sadar tubuhnya mungil :'
Karena Zela tidak ingin dihukum, dia memutuskan untuk bolos sekolah. Baru saja Zela sampai didepan gang kecil, dia mendapatkan sebuah pesan dari Rean.
"Jangan bolos, kamu harus tetep datang kesekolah. Kamu masuk kedalam gang yang ada didepan kamu terus nyari tembok yang ada triplek di depannya."
"KAMU DIMANA REAN??" Teriak Zela
"Bagus yaa, diread doang." Gumamnya kesal.
"Gausah marah marah dulu. Cepetan masuk kedalam gang." Pinta Rean
"Kok dia bisa tau n*eng?!" Keluh Zela.
"Cewek gaboleh ngomong kasar." Rean mengingatkan.
"SERIUSAN RE, LO DIMANA SII??!"
"Jangan teriak. Nanti satpam denger, percaya sama aku oke?"
Zela berjalan kedalam gang mendapati tembok yang di tutupi triplek. "Sekarang gimana?"
"Geser triplek itu."
Zela menggesernya kemudian ia mendapati lubang besar terhubung dengan sekolah.
"Kelapangan sekarang."
"Tapi kan lagj upaca-"
"Tapi apa?"
Zela mendengar suara Rean yang sedang berada diatas gedung tepat didepan orang orang melaksanakan upacara.
Rean membelakangi Zela dan melambaikan tangannya.
"NGAPAIN KAMU DISITU REAN?! TURUN!! NANTI KAMU JATOH-"
"REAN!!!"
Zela melihat Rean membuang dirinya tepat di depan Pak Yusuf yang sedang menjadi pembina upacara. Zela lari secepatnya menuju lapangan dimana Rean membuang dirinya.
Saat dia berada didepan Rean, ada yang aneh, tubuhnya terlihat sangat kurus, dan botak? Tidak ada darah...
BONEKA?!?!
Seketika balon berjatuhan dari lantai dua sekolah memenuhi lapangan upacara, tepuk tangan bergemuruh disekitar Zela. Pak yusuf dan guru guru lainnya pun ikut tersenyum.
Tiba tiba ada yang memegang pundak Zela dari belakang.
Rean berlutut ketika Zela berbalik lalu memberikan bunga yang dia sembunyikan dari belakang badannya.
Saat itu Arka yang menjadi protokol upacara langsung memberikan mic nya kepada Rean.
"Kamu mau jadi pacar aku?"
Zela bingung antara bahagia dan malu karena mereka sedang disaksikan oleh seluruh siswa dan guru guru saat itu.
"Aku tanya sekali lagi ya, Kamu mau jadi pacar aku?"
Air matanya jatuh, dia mengambil bunga itu, tersenyum kepada Rean seraya mengangguk.
"Kamu beli bunganya darimana? Kayak gak asing."
"Tamannya pak kep-"
Rean lupa mematikan Mic nya sehingga Kepala sekolah mendengar hal itu.
"HEH ITU BUNGA SAYA!!"
Arka dkk segera berlari menuju ke kepala sekolah.
"Tenang pak, tenang. Saya akan gantiin bunga bapak kok."
"Bener?"
"Iya pak, mau bunga apa?"
"Kembang tujuh rupa."
"PAK?!?!?!"
"Bercanda hehe."
"Maklum, jokes bapak bapak whatsaap."
Rean berdiri kemudian memeluk erat cewek didepannya itu. "Sekarang kamu gak usah mikirin apa kata orang lagi, ya?"
"I love you Zel,"
Zela tremor parah, memang dari kemarin dia belum sembuh total. Merasa perkataannya tidak ditanggapi, Rean memanggil Zela tetapi tidak ditanggapi juga.
"Zel- kamu pingsan??"
"Anjir badannya panas!"
.
.
.
.
"Makanya kalau masih sakit bilang sakit, Kalau sembuh ya sembuh." Rean dan Zela sekarang berada di dalam UKS.
"Dih, ngambek. Emang kenapa hah?"
Rean menunjukkan isi chat kelasnya.
"Sumpah tadi ngakak bat, Lo kenapa bisa gatau sih Re kalau Zela sakit?"
"The passed out couple"
"Couple uwu ngga, ngakak iya."
"Maaf sekaligus makasih ya Re." Ucap Zela lirih.
"Buat?"
"Semuanya."
Suasananya menjadi hening.
Rean tiba tiba memajukan kepalanya kearah Zela hingga hidung mereka bersentuhan.
"Re??"
Rean tidak menanggapi.
"ASTAGIFIRULLAH SAHABAT, BELUM SAH WOI." Khanza berteriak histeris
"Bang Rean mau saya sewakan hotel?" Arka menawarkan.
"HEH!!"
Zela dan Rean terciduk, muka mereka memerah.
"Zel, aku pergi kekelas dulu ya. Kamu istirahat disini." Rean bergegas pergi.
Rean menepuk pundak Arka "Kapan kapan ya Ar, gue pegang kata kata Lo."
"TOBAT BANG TOBAT, AYA BACAIN AYAT KURSI." Khanza meneriaki Rean sambil menunjuk Aya untuk membacakan ayat kursi.
"Lo kira gue ustadzah,"
"Lu doang yang hafal disini." Putri menyinggung.
Semuanya mengangguk.
"Astagfirullah...."
.
.
.
Lion dan beberapa teman kelasnya sedang berkumpul ditengah lapangan membentuk lingkaran kecil sedang mengobrol.
"Woi Fal, lu gak capek apa pulang balik kerumah sakit buat nungguin orang yang bahkan belum kita tau kalau dai bakalan bangun atau nggak."
"Bukan urusan Lo."
"C'mon bree, kita cuman peduli ama Lo, masih banyak cewek yang lebih cantik dari Byna."
"Mau sesempurna apapun cewek diluar sana, gua bakalan tetap milih Byna."
"Tapi woi-"
"Dah lah gua mau cabut."
"Kemana?"
"Rumah sakit." Jawabnya.