Chereads / Exulansis Girl / Chapter 23 - MASA LALU?

Chapter 23 - MASA LALU?

Bagaimana mungkin, "Byna ngapain melamun gitu?" Seorang anak laki laki yang beranjak remaja tengah bertanya pada sahabatnya yang sedang melamun.

"Teo, menurut kamu... Bumi itu bulat? Datar? Atau kotak sih?" Byna balik bertanya.

"Spiral, yakali. Ada ada aja pertanyaan kamu." Meteor mengusap usap kepala Byna.

"Ntar Byna sibuk ga?"

"Ngg. Aku mau tidur, abis itu nonton, abis itu tidur lagi. Iya sibuk hehe."

"Tidur mulu kerjaannya, ngga di kelas, di perpus, dimobil pun molor. Tugas gak pernah beres. Kalau bukan Teo yang bantu ngerjain udah gak naik kelas kamu. Gimana nanti kalau udah SMA? Siapa yang bakalan ngerjain tugas tugas kamu kalau Teo udah nggak ada?" Meteor menghela nafas.

"Teo jangan ngomong kek gitu ih! Teo harus bisa, masa ngomel ke aku semangat gitu tapi kalau sama hidup sendiri ngga ada semangat semangatnya. Teo ingat yah, ngga ada seorang pun yang tau kapan kita mati. Jadi Teo jangan nyerah dulu sama penyakit sialan itu."

"Nanti kalau SMA Byna harus punya banyak temen ya. Jangan Zela doang, taunya ngerepotin mulu. Hahaha."

"Gak mau! Aku cuman mau sama Teo sampai nanti nanti nanti nantinya! Aku gak suka kalau Teo ngomongin penyakit Teo terus! Teo harus tetep hidup. Jangan pernah ninggalin Byna."

"Tapi ini udah takdir Byna." Teo berhenti sejenak. "Hmm dipikir pikir... nanti kalau Byna kalau mau punya pacar jangan sembarangan pilih ya! Harus yang pinter, keren, terus ganteng kayak Teo." Meteor cengengesan.

"Sempet sempetnya Teo ngelawak."

"Eh iya! Bunda bilang mau arisan sama ibu ibu komplek, Teo temenin Byna ya!"

"Kan ada Kak Rean. Gimana si."

"Masa Teo gak inget, terakhir kali Byna ditinggalin bunda berdua sama kak Rean, kepala aku berdarah. Serem! Gamau lagi! Teo harus datang!"

"Iya deh iya."

.

.

.

"Astralalalala, dimana Skala?? Capekku mi cariki, tidak muncul muncul. (Skala dimana si? Gue udah cape nyariin tapi ga muncul muncul)" Arka menggerutu kesal.

"SKALA, WERARYU MAI LOV MAI HANI MAI DARLING?!" Arka berteriak ditengah tengah keramaian kantin.

"Lo nyari Skala?"

"Tidak, mencarika babik."

"Kayaknya gue tau dia dimana. Ikut gue,"

"Kau toh, sksd sekali. Jijique."

"Bacot. Lo mau ga?!"

"Hm, demi Skala."

Noel mengajak Arka kebelakang kantin, tempat yang dia rasa Skala mungkin ada disana. Sampainya disana, betapa terkejudnya Noel melihat darah diantara ranting ranting. Pikirannya mulai tidak karuan, dia langsung berlari meninggalkan Arka.

"Weh weh, mauko kemana?? Sundala, nuprank ka?! (Hei! Mau kemana lo? Lo prabk gue ya?!)" Arla menahan tangan Noel.

"Lepas! Gue mau nyari Byna!"

"Nutau i kah dimana sotta? (Lo emang tau dia dimana?)"

"Ng..Nggak."

"Yeu. Dirumah sakit i sama Lion, Khanza juga."

Noel berterima kasih dan langsung meninggalkan Arka bergegas untuk menyusul Lion.

"Wait. Jadi saya? Parah. Di prank ka ternyata."

"Ini salah gue... Ini salah gue."

"Anjay, suaranya Skala! Tapi dimana?"

Karena ranting dengan daun yang sangat lebat tumbang tidak memungkinkan untuk ia lewati, Arka memutuskan berjalan memutar, untuk mencari keberadaan Skala disisi kantin yang satunya.

"Kala!" Arka berteriak memanggil Skala yang tak kunjung berbalik.

"ARRRGGGHHH!!"

"Heh, janganko berteriak, nanti orang kira ku apa apakan ko. (Hei jangan teriak kayak gitu, nanti orang kira gue ngapa ngapain lo,)"

Skala tidak memperdulikannya. Di bawah hujan, dia menangis dalam diam seraya menyalahkan dirinya sendiri.

"Kal! Kalau disituko terus nanti di sambarko petir! Apalagi pakai baju merah ko, sexy pula Ehe'." Arka salah fokus melihat otot otot di lengan Skala yang terlihat jelas karena pakaian yang di gunakan Skala adalah baju latihan basketnya.

"Tinggalin gue sendiri."

"Mana bisa."

"GUE BILANG TINGGALIN GUE SENDIRI!"

"Nih Anak parearenya, ko tau? Kelilingka satu indonesia cariko! Baru nusuruh ja pergi? Ku tampiling ini anak sebentar eh, (Ni anak gatau diri ya, lo tau? Gue keliling Indonesia nyariin lo! Dan dengna santainya lo nyuruh gue pergi? Gue tampol juga entar nia anak.)" Arka ikutan nyolot.

Skala datang dengan tatapan marah ke Arka, "LO TULI?!" Skala menarik kerah baju Arka.

"Gua bilang, tinggalin gua sendirian." Tekan Skala

"CUKUP!! NDAK TAHAN MA SAMA PERILAKUMU, KAU KENAPA KAH? KO KIRA NDAK PAKE TENAGA CARIKO? KOTAU? BYNA SEKARANG DIBAWAKI KERUMAH SAKIT, TERUS KAU DISINI KAYAK ORANG GILA. KAU ITU PACARNYA ATAU BUKAN?! MEMBINGUNGKAN SEKALI."

Kalimat terakhir Arkan telah menohok hati Skala. Itu benar, hubungan mereka sangat membingungkan. Skala yang diselimuti dengan amarah langsung menonjok pipi Arka hingga memerah.

"Gak usah sok ngasi tau gue."

Skala berjalan pergi meninggalkan Arka.

.

.

.

"Loh? Lu abis main ujan apa gimana? Pipi Lo kok bisa lebam gitu? Sakit gigi gak sampe segininya juga kali." Zela menatap Arka yang baru saja masuk ke dalam kelas.

"Sudahka ditonjok."

"Hah? Siapa yang nonjok lo?! Bagus. Dendam kesumat gue udah berkurang sama lo hehe." Celoteh Rara.

"Byna, Lion, Khanza, ama Skala mana??"

"Kurang tauka, tapi tadi Byna berdarah darah dibawaki Lion kerumah sakit sama Khanza, Terus si Skala bajingan itu kesurupan dibelakang kantin and then pergi ndak tau kemana."

"Ber-berdarah?!" Ucap Zela dkk bersamaan.

"Hm, jangan mi khawatir, adaji Lion. Percaya meko saja. Terus juga berdoako banyak banyak."

"Lo kenapa bisa setenang itu dah?" Sahut Dinda.

"Sakit ini weh." Arka menunjuk pipinya. "Mana bisaka berteriak kek Alwi. 'Geis mau ceritak.' Aww sakit sakit."

"Kalian liat bang Rean ga?! Mungkin Kak Rean bisa bantu gue nyusul Byna," Zela bertanya kepada teman temannya.

"Di taman tadi kalau gue gak salah liat ama cewek gitu." Aya menjawab.

Putri menahan tangan Zela. "Ini udah jam masuk La."

"Put, sekarang sahabat gue lebih penting dari apapun."

.

.

.

Zela melihat dari jauh Rean sedang dirayu seorang cewek. Zela tebak dia adalah primadona di SMA Aksara, namanya Arraya.

Perasaan aneh muncul di hati Zela, Zela mulai berprasangka buruk.

"Rean!" Panggil Zela tidak peduli dengan siapa yang ada disamping Pacarnya itu.

"Heh, Lo itu Adek kelas, yang sopan dong sama senior Lo!" Arraya marah marah

"I don't care, B*tch."

Zela langsung menarik tangan Bang Rean menjauh dari Arraya.

"Keren juga kamu, bisa ngomong kayak gitu dengan santainya. Parah sii." Ucap Bang Rean bangga.

"Bodo! Yang penting sekarang aku mau kasi tau kalau Byna dibawa kerumah sakit!! Ayo kita kesana."

"C'mon babe, paling gegara maag nya doang kan? Pasti ada diantara temen cowonya yang jagain."

"Dia berdarah Rean! Aku gak tau pasti, tapi perasaan aku gak enak dari tadi,"

Rean langsung memeluk Zela seraya mengelus elus kepalanya.

"Kamu gak usah terlalu khawatir sayang. Kamu ingetkan dulu waktu SMP Byna pernah jatuh dari sepeda, terus malah kamu yang nangis ketakutan padahal Byna nya baik baik aja kan? Mending sekarang kamu kekelas ya? Ntar kita ke rumah sakit pas pulang sekolah aja."

"Tapi Re-"

"Udah, kamu ke kelas gih, tenangin pikiran kamu."

Zela mengangguk.

.

.

.

Byna terbaring tak sadarkan diri di ruang perawatan. Kepalanya dililit perban, tangannya diinfus. Lion menatap Byna dalam dalam. emosinya tidak karuan, disisi lain dia ingin marah, dan disisi lainnya pula dia sangat sedih.

Zela dan Bang Rean datang membawa makanan untuk Lion. "Makan gih," Zela menyodorkan makanan ke Lion.

"Thanks. Gue keluar bentar. Jagain Byna ya La." Pinta Lion diiringi dengan anggukan Zela.

"Gue kan abangnya, gak salah lo?"

"Ck." Lion mendecak dan pergi meninggalkan ruang itu.

Zela duduk di tempat Lion tadi. Menatap sang sahabat membuatnya berlinang air mata.

"Byna jadi gini, gara gara aku kan, Re? Aku yang udah lalai ngejagain Byna sepeninggalan Teo. Andai saja tadi aku ada buat nolongin Byna. A-aku jahat Re, Aku jahat..." Air matanya mengalir, Rean yang berdiri di sampingnya hanya bisa mengelus elus pundaknya.

"Ini bukan salah kamu."

Khanza keluar dari WC dengan wajah yang terheran heran. "Loh sejak kapan kalian disini?"

"Baru aja, eh btw Lo pasti kecapean kan? Nih gue bawain makanan. Lah makanannya kemana??" Tanya Rean.

"Mu-mungkin ga sengaja ikut Lion, sorry ya,"

Khanza cemberut. "Gapapa deh. Gue mau pulang aja, kalian yang jagain ya. Hoaamm." Khanza mulai ngantuk. Memang, dia sudah menjaga Byna dari Jam sekolah tadi hingga larut malam ini

"Wait, Tas gue mana?" Tanya Khanza.

"Gatau..."

"Sial, ketinggalan di Sekolah ni pasti, huweee gimana nih???" Khanza tambah kkhawatir

Pesan masuk dari hp Khanza

"Alhamdulillah ya Allah ya Robbi, ternyata tas gue ada di Arka, gue cabut. Bye all."