Chereads / Exulansis Girl / Chapter 21 - DRAMA?

Chapter 21 - DRAMA?

Hari ini adalah hari dimana Skala bisa pulang kerumah setelah dirawat inap di Rumah Sakit, seminggu dirumah sakit merupakan hari yang sangat menyebalkan untuk Skala, walaupun seharusnya ia bisa pulang saat telah siuman, tetapi dia ditahan oleh bawahan Papahnya.

"Akhirnya gue bebas!! WAHAHAAHA" Skala berteriak kegirangan. Dia berlari kesana kemari seperti.... Orang gila.

Rizki yang membawa tas gendong besar berisikan baju Skala yang tidak jadi dia gunakan dirumah sakit menutup wajahnya malu. "Bukan temen gue."

Ia menyelaraskan langkahnya dengan Skala, "Gue telepon Byna ya?" Rizki mencoba menelepon Byna tapi handphonenya dilempar oleh Skala.

"Woi tengik!! Apa apaan lo?!" Rizki berlari mencari dimana handphone nya jatuh. Untung saja HPnya jatuh diantara rerumputan yang rindang, jika tidak HP yang bqaru dibeli itu bisa pecah.

"Cih! Gitu aja nangis. cemen."

"BABI NGEPET." Rizki meninggalkan Skala, dia berlari menjauh seraya menelepon Byna.

TITT

"Halo Ki, Ada apa?"

"Byn bisa kerumah sakit gak sekarang?? Ada babi lepas, nyawa gue terancam sekarang."

"Tunggu sejam lagi, gue mau bobo dulu."

"BABI MAU BUNUH DIRI!!!"

"otw."

TITT

Rizki menunggu Byna didepan sesekali melihat ke sekitar sebelum dia bertemu dengan Skala.

Tapi bentar, ngapain Rizki sembunyi? Hm...

Beberapa menit kemudian Byna datang, gadis itu menunjukkan wajahnya yang khawatir sekaligus takut babinya kenapa napa.

"Hosh hosh... Ki, Babik mana??"

"Byn... Lo lari..?"

Byna mengangguk. Jarak rumah Byna dari rumah sakit terbilang jauh.

Mereka sekarang menuju kerumah Rizki menggunakan taksi online karena motor yang dipakainya ternyata dibawa kabur oleh Skala entah kemana. Sesampainya dirumah Rizki mereka kembali menyusuri jalanan mencari keberadaan Skala, berkali kali Byna menelepon nomornya tapi tidak aktif. Teman teman Skala yang lain juga tidak tahu. Mereka mencari Skala ditempat yang pernah dikunjunginya berdua dengan Byna pun tidak nampak batang hidung Skala.

"Byn, kayaknya gue tau dia dimana...."

.

.

.

Skala sekarang berada di suatu Cafe yang sering dia datangi dulu sebelum berpacaran dengan Byna.

"Mau pesan apa?" Seorang barista mendatangi Skala dengan membawa Note kecil dan pulpen ditangannya.

"Es teh anget mba-...Lulu?!"

"Lo kira warung?"

"Gakada ya? Hm yaudah Hot Latte nya, Mbak"

"Hm, baik pesanannya segera datang." Lulu segera menulis pesanannya dan dengan cepat pergi dari hadapan Skala.

"Mengapa Skala bisa ada disini? Padahal cafe ini jauh dari sekolah. ARGH gawat!! Kalau sampai yang lain tahu. Hancur deh reputasi gue."

Lulu sangat khawatir sekarang, pasalnya dia sudah menyembunyikan rahasia ini rapat rapat malah terbongkar begitu saja dengan mudahnya karena Skala.

Lulu mengantar pesanan ke meja Skala dengan sebuah note kecil. "Dibaca!" Lulu menyodorkannya.

"Temuin gue dibelakang Cafe setelah shift gue berakhir, Jangan coba coba kabur atrau hidu lo gak bakal tenang!'

Skala membacanya sedikit kaget. Lulu yang dikenal dengan keimutan dan lemah lembut mana mungkin bisa menulis sekasar ini?

Skala menunggunya sekitar setengah jam, menyeruput pesananya dengan cepat. Lulu akhirnya datang menggunakan pakaian dan kacamata serba hitam.

"Lo ngapain make pakaian kayak gini? Simulasi jadi pencuri?"

"Situasi disini kurang aman, lo harus ikut kerumah gue sekarang."

"Hmm ok... EH WHAT?! KERUMAH LO?! GAMAU GUE." Teriakan Skala memicu sorotan amarah pengunjung Cafe.

"Hm kan, gini deh jadinya. Lo kelewat alay, malu maluin, bikinb jijik, ngeselin. Ngapain juga dulu ikut ikut ambil dare buat ambil hati lo? Bego banget sih gue,"

"Hah apa?"

Lulu tidak sengaja keceplosan, dia sangat panik sekarang. Secara refleks, Skala ditarik oleh Lulu menuju parkiran, disana Lulu bertanya mengapa motor Skala berubah menjadi buluk.

Menjijikkan.

Terpaksa Lulu tetap harus naik motor itu.

"Liat apalagi? Cepet naik kita kerumah gue sekarang"

"Lo jangan gegabah kayak gini bisa? Gue bingung harus memperlakuin lo gimana,"

Lulu menghela napas berat. "Kondisi kita sekaran lagi nggak di sekolah, gue bebas ngelakuin apa aja sesuka gue, dengan kata lain sifat gue yang di sekolah bukan gue yang sekarang lo liat. Dan untuk cara lo memperlakuin gue kayak gimana, terserah lo. Tapi sekarang gue minta lo kerja sama dengan gue, bisa?" Jelas Lulu panjang lebar.

Skala mengangguk,

"Yaudah, cepet naik."

"Tapi woi-"

"Apalagi sih Skalaaa?"

"Lo yakin lo yang ngebonceng gue?"

Lulu terdiam, dia perlahan turun dari motor dan mempersilahkan Skala naik terlebih dahulu lalu selanjutnya ia menuju kerumah Lulu.

.

.

Skala duduk di ruang tengah rumah Lulu yang rapi bernuansa abu abu. Tidak ada unsur imut imutnya ruangan ini.

"Sekarang gue di rumah lo, mau ngomong apa?"

"Mau minum apa?"

"Ga usah ntar Lo masukin racun."

Lulu kembali duduk di depan Skala menyiapkan keberaniannya. "To the point aja. Jangan kasi tau siapa siapa kalau gue kerja di Cafe itu. Ngerti Lo anj*ng?"

Skala mengernyitkan dahi. "Itu doang....?"

"Yup."

Skala diam beberapa detik. "TERUS LO NGAPAIN SAMPE BIKIN DRAMA BUAT GUE BISA DATANG KERUMAH LO!? ASTAGFIRULLAH LULU LO BIKIN GUE DARAH TINGGI ARGH."

Lulu menggebrak meja didepannya. Mengambil pisau buah dan menodongkan ke depan Skala. "Jangan teriak artau tetangga gue bisa curiga."

"i-iyaa. Ngapain juga gue kasi tau orang orang? Gak berfaedah buat gue sumpah."

Lulu lega dan menusuk meja didepannya kuat kuat. Skala menelan air liurnya kaget.

"Sekarang Lo udah bisa pulang. Sana."

Skala memikirkan sebuah ide cemerlang. "Tapi ada satu syarat."

Lulu mengangkat sebelah alisnya.

"Gue nginep disini. Anggap aja lo lagi ngenyanderain gue."

"Pala Lo! Ogah. Sana pulang! Ntar Abang gue balik, habis Lo." Lulu kembali menarik pisau buah dari meja dan menodongkan ke depan Skala.

"Duh aduh... handphone gue berdering nih kayaknya ditelepon sama..."

Lulu kembali menusuk meja. "Ck! Yaudah iya. Sehari bayar lima puluh ribu, gak ditanggung dengan uang makan. Tidurnya bisa di kamar mandi Abang gue."

"Buset. Lulu yang lemah lembut mana anj*r."

"Ini bukan sekolah. Jadi gue gak perlu 'drama'. Memuakkan, paham?"

"Drama? Drama apaan?"

Lulu sedikit memajukan badannya hingga jarak mereka tinggal satu jengkal.

"Ra-ha-sia."

Noel yang baru saja datang dari belanja bulanan menjatuhkan belanjaannya melihat adeknya sedang berada didepan cowok yang membelakanginya.

Noel langsung jalan kearah mereka melihat Skala 'saingannya' berduaan dengan adiknya dirumah?

.

.

.

"Rai...Raihan! Please kasi tau gue."

"Gue gak tau sumpah. Cuman tadi gue liat Skala bareng sama tetangga gue yang kerja di Cafe depan itu lagi pulang bareng pakai motor buluk, mencolok. Yaah gue tau sih yang punya motor tuh siapa." Raihan terkekeh geli menatap wajah Rizki yang memerah malu.

Raihan adalah salah satu teman tongkrongan Skala dan Rizki yang cukup akrab. Raihan saat ini sudah memiliki Cafe yang memiliki cabang diseluruh indonesia diumurnya yang masih terbilang muda.

"Tetangga Lo cewek...?" Byna menuntut jawaban Raihan.

"Iya. Gue gak terlalu kenal, anaknya tertutup gitu."

Byna menghela nafasnya, dia mengira kalau tetangga Raihan itu adalah Lulu si jabl*y.

"Rumah tetangga Lo dimana?"

"Dua rumah dari rumah gue deket tanah kosong warna yang gak ada warnanya."

"PE'A. Yaudah yuk Byn. Eh loh kok?! Byna mana?!"

BIIIPPP

Suara klakson mobil Rizki begitu nyaring membuat semua orang kaget. "Woi Rizki sijiar! Cepetan!"

"Wadaw dah dimobil aja tuh cewek. Yaudah Rai. Gue pamit, gue doain biar Cafe lu sepi kek hati para readers Awokawokawok."

"AMIN PEMIRSAHH??"

"AAAMIINN"

.

.

.

"Dah sampe Byn, Loh loh ilang lagi tuh cewek."

Rizki turun menghampiri Byna yang sudah mengetuk ngetuk pintu rumah orang.

Pintu dibuka oleh seorang cewek dengan penampilan acak acakan. "LULU?!?!?!"

"Oh ini yang Raihan bilang si tertutup itu? Pfftt salah orang kayaknya." Rizki berkomentar.

"Helloww harusnya gue yang nanya. Ngapain Lo kesini sama si pemilik motor buluk itu?"

Lagi lagi Rizki ternistakan. Sungguh malang nasibnya.

"Dimana bab- Skala?!"

"Gak ada disini. Mending Lo pergi sebelum gue panggil polisi."

"HALAH BACOT!"

Byna menendang pintu rumah Lulu sangat keras sehingga Lulu terpental jauh.

Sadis.

Byna masuk ditemani Rizki mencari dimana pun.

Dia menemukan Skala tengah enak enakan bermain PS dengan Noel.

"Ngapain kalian dirumah cewek??"

Suara gamenya sangat keras sehingga dua cowok itu baru sadar saat ada yang mencoleknya.

"Eh Sayang sayang... Sini duduk samping aku. Babik kangen gak ketemu sama Byna udah semingguan."

Byna menghentak hentakkan kakinya seraya tersenyum paksa duduk di samping Skala. Cewek itu langsung memeluk pacarnya.

"Uwuphobia gue kambuh." Rizki menutup matanya.

Saatnya beraksi.

Skala memasang wajah menahan sesuatu. Air matanya menetes walau tak bersuara.

Byna melepas pelukannya.

"Hari ini sepuluh aja, besok besok gue cicil lagi."

"Sepuluh?" Noel membeo.

"Can you see this?" Byna menunjukkan beberapa bekas gigitan yang cukup dalam.

"Aw... Sorry bro, gue emang gak pernah rasain tapi kayaknya itu sakit... Kok Lo bisa tahan?" Rizki sedikit ngilu.

Skala tidak berkutik, masih setia dengan air mata yang keluar.

"Jadi ada yang bisa jelasin gue gimana kalian bisa akrab?" Tanya Byna menginterogasi.

"jadi gini,"

Beberapa jam sebelumnya....

"Ngapain Lo disini a*jeng, gak cukup hah Lo rebut Byna dari gue?!?" Skala mendorong bahu Noel.

"Gue Abangnya Lulu bangs*t. Gue yang harusnya nanya Lo ngapain disini hah?"

"KAMPR*T"

Noel memukul wajah Skala begitu pun sebaliknya.

"STOP!" Lulu melempar dua pisau membuat baju dua cowok itu menempel dengan dinding yang ditusuk pisau.

Jantung mereka berdegup kencang, syok.

"Mau kalian saling bunuh bunuhan kek bukan urusan gue! Tapi sekali gue badmood dan itu gara gara kalian, jangan harap lo berdua masi hidup." Ancam Lulu serius.

Skala dan Noel mengangguk mengerti.

Lulu menghampiri mereka dan menarik pisau itu. "Bicara baik baik. Gue mau tidur. Awas kalau kalian ngeganggu tidur gue." ancam Lulu seraya memeragakan sedang memotong leher menggunakan pisau.

Lulu meninggalkan mereka berdua keatas. Skala dan Noel duduk di sofa kaku.

"Adek Lo berjiwa psikopat ya... Dahal di sekolah imut bange-"

Cerita Skala terpotong. "Gue minta jelasin tentang kalian berdua. Bukan tentang Lulu, ngerti?!"

"Cemburu starter pack check." Lulu mencairkan suasana.

"Berisik!"

Cerita Skala kembali bercerita.

"Ngapain Lo dirumah gue?" Tanya Noel memgintrogasi.

"Nginep."

"Walau Lo tau tempat Lo nginep itu rumah cewek?!"

"Gue tau kalau dia punya abang woi. Jadi gue berani lah ngomong nginep. Cuman kaget aja kalau Lo Abangnya. Pendek."

Noel mengangguk mengerti walau sedikit kesal.

"Sekarang giliran gue, gue udah denger percakapan kalian ditaman, apa... Bener yang Byna waktu itu bilang? Lo udah berhubungan ama Byna?"

"Gak ada apa apa. Yang Lo denger emang bener sii dia ngomong kek gitu tapi sebenarnya dia ngeprank gue. Sad banget gilak."

"Maksud Lo?"

"Iya jadi, apa yang lo denger itu setengahnya doang, sebenernya Byna ngeprank gue pura pura nangis segala biar gue gak ganggu dia lagi karna dia udah punya pacar, dan itu elo."

Skala terharu.

"Gobl*k emang. Harusnya gue yang bunuh diri sinting."

"Tau dari mana Lo??"

"Dari Byna."

"Selesai." Skala beranjak berdiri untuk mengambil minum, tenggorokannya kering setelah bercerita panjang lebar. Sesekali melirik Byna, hatinya masih terasa sakit.

"Bik... Udah ah, Pulang yok." Byna mengajak Skala.

"Lah. gue gak diajak nih?" Rizki lagi lagi menengah.

"Lo naik motor buluk. Gue ama Byna naik mobil ya ma bro!"

Kesian jomblo 17 tahun.

"Lu... Pulang bareng gue yuk...."

"Gobl*k kan rumah gue disini tolol."