Sampai dengan umur 4 tahun kehidupan Skala sempurna, Skala terlahir sebagai anak tunggal dari keluarga yang terbilang sangat berada. Kasih sayang dari orang tuanya tak pernah terbagi, suara tawa, kehangatan, rasa cinta selalu menghiasi hari harinya hingga Skala berpikir bahwa dia adalah anak paling beruntung di dunia ini. Ia memiliki Papa yang selalu memberinya kehangatan, dan seorang Mama yang selalu mengajarkannya arti kesabaran dengan kelembutan. Skala sangat bahagia, semua ini sudah cukup baginya.
Namun layaknya kehidupan yang tidak pernah rela memberikan kesempurnaan, selalu ada kekurangan atau cacat dalam setiap garis takdir manusia. Sebelas tahun... Sebelas tahun silam menjadi awal dari kelam nya kehidupan yang Skala alami. Ketika Papa nya ingin pergi keluar kota untuk kesekian kalinya, ia mengejar Papa nya yang mengendarai mobil. Skala berlari secepat yang dia bisa, tapi hasilnya nihil. Skala menangis kencang ditengah jalan raya yang sedang ramai oleh kendaraan kala itu. Mengapa Skala melakukannya? Dia hanya ingin Papahnya menemani Skala sehari saja. Tapi sudah ditolak mentah mentah.
Tepat sepersekian detik Mama Skala tidak menarik Skala ke tepi jalan, Truk besar yang dikendarai pemabuk itu sudah siap melindas Skala. Andaikan Papa nya tidak pergi saat itu... Andaikan Mama nya yang datang dan memeluk Skala tidak menolongnya... Skala mungkin sudah hilang kewarasan.
Berkali kali Mamah Skala berbisik pelan mengucapkan "Maafkan Mama, Maafkan Mama, Maafkan Mama." Sebelum tidur dan terbangun ketika mimpi buruk, Mama nya selalu ada dan memeluk Skala sambil mengucapkan maaf karena telah lalai menjaga Putra kesayangan satu satunya.
Papanya kembali dari perjalanan bisnis keluar kota saat itu, dalam keadaan mabuk ia menghancurkan apa saja yang ada disekitarnya. Dia mencari keberadaan dari seorang anak laki laki yang sedang asik bermain dengan mainan dalam kamarnya. Dia menyeret anak laki laki itu kedalam Kamar mandi seraya mengatur suhu air agar menjadi sangat panas. Saat selesai ia langsung menyirami anak laki laki yang membuat Papa nya itu muak, Anak laki laki itu hanya bisa merengek kepanasan kepada Papa nya. Apa salah anak itu? Dia bahkan belum tahu untuk mandi sendiri dengan benar. Kenapa ia disiksa? "Papah Rwaadit gak bakalan nakal lagi Pah, stop... phanas Papah...." Papa nya tidak peduli sama sekali, dia terus mengumpati anak itu, kulit Skala yang putih bersih kini mulai memerah. Ia menjerit kesakitan. Mama nya yang baru pulang dari urusannya sebentar sudah mendapati rumahnya yang berantakan dan suara jeritan putranya. Ia berlari dengan cepat menuju sumber suara, dia menemukan Suaminya tanpa ampun menyiksa darah dagingnya sendiri, Mama nya terus menarik tangan suaminya agar berhenti melakukannya tapi tidak berhasil. Energinya tidak selaras dengan energi Suaminya. Ia kembali berlari menuju saklar air kamar mandi tersebut, dia dengan sigap mematikannya seraya kembali ke Skala. Suaminya sudah tidak sadarkan diri. Putranya hanya bisa menangisi dirinya sendiri, yang ia tahu, Papa nya sangat membenci dirinya. Semuanya berjalan begitu cepat, Skala berangsur pulih, dia bisa kembali pulang kerumah, tapi dia menolak... Dia takut pada Papa nya. Dia tak ingin kejadian itu terulang lagi. Demi Mama nya orang yang masih menyayangi Skala dia akhirnya kembali kerumah itu. Pernah suatu hari... Skala mengintip ruang kerja Papa nya. Dia mendengar Papa nya sedang menelepon seseorang menggunakan kata "Sayang" disetiap akhir kalimat. Skala melihat Papa nya kembali tersenyum. Hal itu membuat Skala senang. Ia menghampiri Papa nya. Saat Skala mendekat Papa nya mundur tidak ingin melihat wajah Skala. "Andai saja kalau kamu tidak terus terusan meneleponku setiap saat, perusahaan yang aku bangun susah payah ini tidak akan pernah bangkrut!!"
Keadaan berangsur pulih, Skala menjadi anak yang kuat, tidak peduli begitu banyak luka ditubuhnya yang lebam akibat perbuatan Papa nya, sekarang Skala hanya fokus pada Mama dan pacarnya.
Dan sekarang...
Selayaknya hati yang lemah dan membutuhkan sandaran, Skala membutuhkan Byna sebagai penopangnya. Untuk menggantikan mimpi buruknya selama ini dengan Senyuman-tawa-wajah lucu Gadis yang sukses dia tautkan hatinya.
.
.
.
Sudah seharian penuh setelah Skala mencoba untuk membunuh dirinya sendiri, kembali siuman. Skala tidak mengambil pusing dimana dia sekarang, masalah keluarga dan cintanya saja sudah serumit ini membuat kepalanya Sakit.
Dia melihat kesekitar mendapati seorang gadis dan anak perempuan sedang bermain.
"Kaka uda bangun..!" Teriak Shilla semangat. Byna menghampiri Skala dengan senyum yang mengambang. Dia menggenggam tangan Skala tapi ditepis begitu saja.
"Ck! Ngapain Lo kesini?"
"Kaka Ladit gabole gitu... Kaka Byna udah bantuin Shilla bawa ke lumah sakit lho." Shilla menengahi.
Skala mencoba untuk duduk tegap "Lo masih bocah, gak tau apa apa! Awh." Luka dilehernya masih nyeri.
"Hm, kena karma kan sama anak kecil. Gue emang gak tau lo kenapa bisa marah sama gue, tapi lo masih sakit, mending gak usah diduluanin gengsinya! Gue juga bakalan pulang sekarang kalau lo gak mau gue ada disini!" Jelas Byna panjang lebar.
"Shilla mau ikut kakak?" tanya Byna dan dijawab dengan anggukan. Mereka meninggalkan Skala sendiri. Byna sempat menoleh.
"Mama kamu udah pulang, sekarang lagi ada dirumah tante Anna katanya. Gak usah khawatir." Byna kali ini benar benar pergi.
"Ck! Mau cewek itu apa sih?!"
.
.
.
Diperjalan Byna bertanya kepada Shilla anak yang baru berumur 4 tahun tentang mengapa ia tahu kalau Byna adalah orang yang tepat di telepon ketika Skala dalam keadaan darurat.
"Shilla, kok hebat banget sih. Tau darimana kalau kakak bisa nolongin Kakak Radit?"
"Soalnya ada lope lopenya, Mommy cama Papah pake gitu juga, tapi kalau Papah dulu punya dua lope lope tapi cekalhang tinggal syatu. Kata Mommy lope lope itu cuman buat olhang yang dicayangi doang, olhang lain gabica dapet."
"Kaka pachalan kaka ladit? Coalnya Mommy juga pacalan cama Papah tapi bedanya Papah cama Mommy main petak umpet, katanya olang lain gabole dikaci tawu," Shilla mengangkat telunjuknya kedepan bibirnya.
Kini Byna merasakan jelas penderitaan Skala sekarang. Mengatakan hal tentang hubungannya dengan Skala pada orang yang baru ia temui itu, Byna rasa dia harus minta maaf, walau Skala tidak tahu kejadian yang sebenarnya, ia harus tetap meminta maaf.
.
.
.
"Kal, kok lo gak kasi tau ama gue kalau lo sekarang dirumah sakit?" Tanya Rizki.
"Yang penting sekarang Lo udah tau kan. Gausah banyak bacot deh."
Rizki menghela nafas kasar. "Kalau Lo ada apa apa mending cerita deh, biar beban Lo bisa berkurang," Saran Rizki.
Skala pun menjelaskannya, walau tentang hubungan dengan Byna saja.
"Kok Byna cewek kek gitu sih?! Ngapain Lo gak labrak Kal bego?!"
"Tuh tau gue bego."
"Gue udah sering saranin loh, kalau lo gak usah berhubungan sama tuh cewek, ngeyel sih!"
"Daripada lo disini bikin naik tensi, mending lo pergi deh."
"Tau ah!!"
"Hai temanku!! Arka datang membawa seperangkat Buah!!!" ucap Arka bersemangat
"Bodo."