AUTHOR POV:
Di salah satu TK kecil, seorang anak laki laki tampak merengek di mamanya. Dia tidak mau sekolah, tapi mamanya tetap menyuruhnya untuk sekolah. Mama anak itu hendak menemui seseorang sebentar. Ia menitipkan anaknya kepada guru TK untuk beberapa jam.
Anak laki laki itu merungut melihat mamanya pergi. Lalu dia berjalan mendekati gadis kecil yang sepertinya beda satu tahun darinya sedang murung di ayunan seorang diri.
Kemudian dia duduk di dekat perosotan. Dia mendatangi gadis kecil itu, dan menawari satu buah mainan miliknya. Belum sempat ia berikan mainan itu, seorang anak kecil lainnya yang berbadan besar mendatangi mereka berdua dan mengambil mainan anak laki laki itu. Dia menolak memberikannya dan terus mempertahankan mainan itu dari anak berbadan besar itu. Tak sengaja mainannya rusak. Anak laki laki itu menangis sejadi jadinya. Gadis kecil yang sedari tadi memperhatikan kebingungan bagaimana caranya agar anak laki laki itu tidak menangis.
"Sudah, jangan menangis..." Ucap gadis kecil itu menenangkan.
"Ta-tapi nanti papah marah, papah bakalan mukul aku lagi...." jawab anak laki laki itu sesegukan.
Benar saja, tangan dan kaki anak laki laki itu penuh luka bekas sayatan dan luka lebam.
"Gapapa, nanti aku bakalan jagain kamu biar ga dimarahin sama papah kamu, jangan nangis."
"Nama kamu siapa?" Tanya gadis kecil tersebut.
"Radit."
"Namaku-"
Papa dari anak laki laki itu datang, dia tampak bingung mengapa anaknya itu menangis terjerit jerit, itu akan membuat dirinya malu.
"Sudah cukup! jangan menangis lagi! Ayo pulang." Papa dari anak itu berbisik seraya menggenggam erat tangan anaknya, hingga anaknya merasa kesakitan.
"Om jangan kayak gitu sama Radit, Om harusnya jangan kasar." Ucap gadis kecil itu menceramahi.
"Halah! Kamu masih kecil jangan nyeramahin saya ya, tau apa kamu?!" Papa dari Radit mendorong dengan keras gadis kecil itu sampai kepalanya terbentur di batu.
Banyak darah bercucuran.
Papa dari Radit panik, kemudian Ayah dari gadis kecil itu histeris menghampiri anaknya. Dengan cepat ia langsung membawa anaknya ke rumah sakit.
Papa dari Radit pun ikut menyusul pergi dari taman, bukan untuk pergi ke rumah sakit, mereka malah kembali ke rumah.
***
Tok Tok Tok.
Seorang wanita paruh baya sedang mengetuk pintu anak laki lakinya itu. "Radit... Ayo bangun! Nanti kamu telat."
Skala terbangun dari mimpinya. Dia bangun dalam keaadan tubuh penuh keringat. Lagi lagi dia mendapati mimpi itu.
"Ck! Lagi lagi gue dapet mimpi yang sama, ada apa? Bukannya orang yang selama ini gue cari udah jadi pacar gue sekarang? Kenapa gue harus memikirkannya lagi?"
"Raditya Skala Bumi! Ayo bangun nanti kamu telat!" ucap wanita paruh baya itu sekali lagi.
"Iya Mah, Radit bangun, Mamah turun duluan ntar radit nyusul."
.
.
.
Hari ini Skala akan menjemput Byna di rumahnya untuk berangkat ke sekolah bareng. Dia dengan cepat melaju dengan motornya ke rumah Byna.
Sesampainya disana ia langsung membunyikan Klakson motor dari luar pagar. Gadis dengan Hoodie abu-abu pink itu keluar.
Di perjalanan mereka berbincang bincang hal yang tidak penting sembari tertawa kecil. "Jarang jarang lo pake hoodie kek gini" ucap Skala.
"Duh, iya nih Kal. Baju Seragam gue kesempitan, ketat gitu, malu maluin banget!" jawab Byna.
"Pffftt Lo gendutan ya??"
Byna tidak bergeming, tiba di sekolah Byna tertegun. Dia menoleh, menatap skala tajam.
Byna menunduk menatap perutnya sendiri lalu menyorot Skala lagi dan langsung meninggalkan Skala yang sedang memarkirkan Motor.
"A-Akhir akhir ini gue stress gegara kaki gue masih pincang," Byna panik. "Gak, gue gak mungkin gendutan."
Byna menggeleng tak terima, Skala yang sedang mengekori Byna tertawa.
Di kantin:
"Byn! Lo kenapa gak makan? Muka lo pucet banget!" Bujuk Skala.
Byna tidak menjawab, dia memunggungi Skala lalu menggeleng.
"Byna. Gue yang salah, lo gak gendut. Sama sekali gak gendut. Makan ya?"
Byna menggeleng.
"Sumpah demi apapun, gue gak bermaksud ngatain. Menurut gue kalau badan lo lebih ngisi. Justru cantik, lucu sama imut. Makan dong, please... Ntar maag lo makin parah."
Byna tetap menggeleng.
Hari itu Skala bersumpah pada dirinya sendiri tidak akan lagi berkomentar tentang berat badan Byna.
"We, apa ini mekko mekko. (Oi, ada apa ini? kok pada dia)" Arka memecahkan keheningan. Dia kaget melihat wajah Byna yang pucat. "Astagfirullah, Bynaa! Makan ko cepat! Ini eh ini eh roti mamaku bikin (Cepet makan, nih ada roti, mama gue yang bikin)," Arka memberikan bekalnya kepada Byna.
Byna menggeleng.
"We jangko begitu.. Mauko apa nanti kalau kambuh maag nu? (Jangan kayak gitu dong Byn, ntar maag lo kambuh gimana?)"
Byna masih saja menggeleng.
Sekarang Lion yang datang menghampiri.
"Ada apa?"
Skala dan Arka menjawabnya dengan aba aba.ion mengerti, ia lalu menarik tangan Byna pergi dari dua lelaki remaja itu.
.
.
.
"Nih Nasi goreng, dimakan!" Ucap Lion kepada Byna yang sekarang berada di Rooftop.
"Gu-gue gamau makan... Nanti berat badan gue naik." Ucap Byna ter-bata bata.
"Mau lo kurus atau gendut, gue gak peduli, yang penting sekarang lo harus makan."
Byna tersenyum atas ucapan temannya satu itu. "Mau muji gue masih aja gengsi," Byna mengejek.
"Lo masih ngomong, nasi gorengnya gue ambil balik." ancam Lion.
"Iya, iyaa." Byna dengan cepat melahap nasi goreng itu.
Lion berbaring di samping Byna yang sibuk makan. "Byna... gue sekarang memang cuman pelangi buat lo, yang datang memberi kebahagiaan walau hanya sesaat, tapi gue bakalan berusaha buat jadi matahari lo, selalu menyinari hidup lo, selamanya." Lion berbisik, tak ingin gadis di sampingnya itu mendengarkan.
"Gue tau kok..." Byna berbicara.
"Tau apa lo?"
"Kalau duit lo ga cukup buat beliin gue air, Ni gue seret woi! beliin air napa!"
"Sarap! Beli sendiri woi,"
"Mager." Byna memasang wajah imutnya.
"Mager melulu, pantesan berat badan lo naik."
"Ih Lionn diem gak?"
"Dasar gendut."
"Lo masih bilang gitu gue gibeng lo ya!"
"Coba aja kalau bisa,"
Mereka saling mengejar untuk sesaat sampai lupa masalah mereka masing masing, tanpa mereka sadari seseorang sudah mengambil foto.
Orang itu tersenyum smirk.
.
.
.
Byna dan Lion balik ke kelas sedarinya mereka di rooftop. Banyak pertanyaan yang di ajukan oleh teman temannya, mereka acuhkan. Dua remaja itu langsung tidur bersebelahan di meja masing masing.
"Apa sudah nakerja kah berdua? (Habis ngapain sih mereka?) " Tanya Arka.
"Selingkuh dari Skala," Lulu datang membalas pertanyaan Arka, Skala bingung.
"Apa maksud lo?" Tanya Skala sinis
"Gue udah bilang Kal, dia habis berduaan bareng, Byna selingkuh dari lo." Lulu menunjuk nunjuk dada Skala dengan tegas.
"Lo kalau mau bikin drama, ikut pentas sana!"
Lulu memutar bola matanya, "Duh Kal, sifat lo gak pernah berubah ya. Sok berani, padahal aslinya lo takut kan Byna bakalan ninggalin lo?"
"Dari apa yang lo bilang, memangnya kita pernah bertemu?"
"I think so, udah gue post fotonya di laman sekolah, silahkan kalian liat dengan baik, gue mau pergi."
"Jauh jauh sana!" Usir Arka.
Skala terburu buru membuka HPnya dan mengecek laman sekolah di internet. Matanya kemudian terbuka lebar. Tak percaya apa yang dilihatnya.
Dia menggebrak meja Lion dan Byna. "Skala jangan meko dulu eh. Kutaji berhak ko marah tapi jangan ko sekarang, mau mi masuk guru, tundami amarah nu sekarang. (Skala, jangan dulu. Gue tau lo berhak marah tapi jangan sekarang, guru bakalan masuk. Plis tunda amarah lo."
Skala kemudian kembali ketempat duduknya, seraya mencoba menahan emosinya. Lulu yang melihat itu merasa puas. Tidak sabar melihat Byna kena amarah Skala untuk kesekian kalinya. "Gue harus coba berapa hal lagi biar lo bisa inget gue Kal?" Tanya Lulu pada dirinya sendiri.