Hari ini turun hujan yang sangat deras membuat Byna bingung ingin ke sekolah naik apa, Bang Rean sudah meninggalkannya setengah jam yang lalu, Skala belum bisa menjemputnya karena merawat mamanya dirumah sakit, sedangkan Arka sudah menyumpahi dirinya tidak ingin lagi menjemput Byna, tinggal satu harapan Byna... Lion.
Byna sudah menelpon Lion, tetapi ternyata Lion sudah berada di Sekolah, namanya juga anak rajin datang sebelum para Satpam.
Beberapa saat kemudian, tiba-tiba ada yang mengetuk ngetuk pintu rumahnya. Siapa?
"Byn, bukain!!!" Ucap orang itu.
Byna dengan cepat berlari untuk membukakan pintu, "Lion?"
"Bukan, tapi pencabut nyawa mau minta sumbangan."
Lion malas berbasa basi lama-lama, dia langsung mengambil tas dari genggaman Byna dan menariknya keluar dengan cepat menuju mobilnya agar mereka tidak kehujanan.
Sampainya diatas mobil, Byna menatap Lion, "Fal... Makasih, udah repot repot jemput gue."
"No problem."
Lion lalu menancap gas menuju sekolah. Tidak ada yang berbicara, mereka sibuk dengan kegiatan masing masing. Lion sedang fokus mengendarai mobil, dan Byna sibuk mengutak atik Handphonenya seraya tersenyum kecil sambil sesekali melihat pemandangan luar.
"Siapa?" Tanya Lion.
"Babik, kasian Mamahnya sakit, gak ada yang jagain, mana si babik taunya buat masalah doang lagi."
"Yang peduli." Ucap Lion dalam hati, ingin sekali rasanya mengeluarkan kata kata itu. Ia sangat tidak peduli dengan keaadan 'saingan' nya itu. Buat apa? Nyari muka didepan Byna? Lion bukan orang yang seperti itu.
"Lo ambil jaket gue di jok belakang cepet." Pinta Lion sedikit memaksa.
Byna mengambilnya dan langsung menyodorkan kearah Lion.
"Pake." Suruh Lion.
Byna kebingungan. "Pake!" Suruh Lion sedikit memaksa.
"Emang kenapa kalau gue pake jaket Lo, sih?"
"Dingin."
Byna tertawa, "Asal Lo tau ya, gue itu pake baju 4 lapis tau ga? Bukannya kedinginan gue malah tambah kepanasan, AC nya buat tambah dingin dong," Jelas Byna.
Lion langsung mengurangi suhu didalam mobilnya.
"Mending Lo yang pake," ucap Byna seraya memakaikan Lion jaket. Muka Lion memerah seperti kepiting rebus, dia... Sedang tersipu.
'Lucu' satu kata yang menggambarkannya sekarang.
"Sorry kalau Lo gak nyaman karena gue nyebut cowo lain didepan lo, Gue janji gak bakal ngulangin, asalkan..." Byna berhenti.
Byna dan Lion itu sebenarnya saling mengerti dan melengkapi satu sama lain Namun... Karena mereka gak peka sama perasaannya masing masing, dan adanya hubungan lain diantara mereka berdua. Mungkin mereka akan selalu menjadi... Teman saja?
"Asalkan?" Lion membeo.
"Tetep gini terus ya, jangan berubah."
"Um oke-"
"Tanpa lo minta pun, gue bakalan tetap ada buat lo, lo itu penting buat gue." Lanjut Lion seraya mengacak acak rambut Byna menggunakan tangan kirinya.
Byna tersenyum. "Thanks, Lion."
"Hm."
.
.
.
Byna dan Lion masuk berbarengan ke kelas dengan keadaan sedikit basah, mereka menjadi pusat perhatian seluruh kelas.
"Wah wah, wah, apa nih? Cerita dong, dikit pun gak papa." Ucap Arka.
"Lo mendingan Bahasa yang biasa dah, lo kek gitu, lama-lama tangan gue gemes pengen nabok." Ucap Dena. Teman sebangku Arka, murid pendiam di kelas gue. Ini pertama kalinya dia berbicara sepanjang itu membuat seluruh murid di kelas XI IPA 1 menjadi ricuh, kagum.
Byna dan Lion tidak peduli dengan teman temannya yang receh. Mereka langsung duduk di Bangku masing masing dan secara bersamaan melipat tangannya di atas meja lalu menenggelamkan mukanya bersiap untuk tidur.
"Skala gak datang ke sekolah, ceweknya ngambil kesempatan ama cowok lain, dasar ganjen." Ucap Lulu.
"Bodo amat." Batin Byna.
Zela yang duduk didepan Lulu langsung menoleh kebelakang. "Apa sih? Julid amat hidup lo."
Brakk
Lulu menggebrak mejanya. "Emang kenyataannya kayak gitu kan?! Lo paling ngomong kek gitu cuman karena Lo pacaran ama kakaknya!" Balas Lulu tak mau kalah.
"Heh! Kita itu sahabatnya! Mau Zela pacaran sama Bang Rean juga gak ada hubungannya, Lo tuh cuman NGIRI tau ga?" Khanza ikut menimpalnya.
Rara membuka mulut. "Aelah gue lagi laper. Jangan bikin gue emosi, ntar lo gue cincang ampe alus, abis itu gue jadiin bakso mau lo?"
Putri menepuk pundak Rara, "Gue bantu makan."
"2in."
Setelah Lulu di cacimaki habis habisan dengan sahabat Byna, dia langsung meninggalkan kelas dan bolos pada mata pelajaran pertama.
.
.
.
"Lion." Panggil Byna.
Lion menatap Byna, lagi lagi mereka melakukan telepati. "Kuy."
"Sama bakso satu mangkok ya?" Pinta Byna.
"Ya."
"Wah, apa nih... Sejak kapan lo bisa telepati berdua? Curiga gue." Nimbrung Arka.
Byna dan Lion saling menatap, mereka bertelepati. "Lo kok ganti logat mulu si?" Ucap mereka bersamaan.
"Iseng(?) kemarin baru aja gue diajarin sama ahli bahasa pribadi gue."
"Jangan ditemenin, dia orang kaya." Sergah Dena. Lagi lagi kelas gue menjadi ricuh.
Byna dan Lion meninggalkan Arka sendirian, mereka menuju kantin. Tidak sengaja Byna menabrak seseorang.
"Lo kenapa si? Hobi nabrak orang?!" Tanya Noel, orang yang ditabrak Byna itu adalah temannya.
"Bambang? Sorry gue laper mau makan jadi gak fokus." Ucap Byna memastikan.
"Noel anj*ng."
"Lo emang anj*ng." Ucap Byna seraya meninggalkan Noel.
"Lo kenal sama anak berandalan itu Byn? Lo gak merinding apa?" Entah darimana Arka muncul, tiba tiba nimbrung. Hobi nimbrung anaknya.
"Lion, ada orang gila. Gebukin yuk."
"Repot." Ucap Lion sambil berlalu lalang meninggalkan Byna dan Arka. Mereka mengejar Lion, berusaha untuk menyelaraskan langkahnya, tapi sangat susah karena Lion sangat cepat.
Sampainya di Kantin mata Byna berbinar binar, "Lion..."
"Tunggu disini bentar, gue beliin. Ar, Lo ikut gue." Ucap Lion.
Byna sudah mendapatkan tempat duduk cukup untuk mereka bertiga. Tiba tiba datang Beberapa orang berwajah burik dengan sangat tinggi ke arah Byna.
"Hai cantik." Ucap salah satu dari mereka.
"Sendirian? Kita duduk disini ya,"
Byna menatap mereka satu satu. Kemudian mengambil Handphonenya tidak memperdulikan mereka. Lalu muncul kurcaci diantara mereka, Noel.
Byna Ngakak. "Pfffft, Sat, Lo boss nya?"
"Tau dari mana lo?"
"ya tau lah, KELIATAN BERBEDA DARI YANG LAIN BHAHAAHAHHAHA."
"Bos?" Ucap salah satu anak buah Noel seperti meminta aba aba padanya.
"Jangan, kita pergi sekarang. Awas lo, gue gak bakalan bikin idup lo tenang setelah apa yang lo bilang tadi."
Byna mengacuhkannya tidak peduli, ia sibuk mengotak atik Handphone nya. Gadis itu sedang chat-an dengan Skala.
Disisi lain...
"Ar, bayar." Suruh Lion.
"Hah, kok gue? Lo kan yang mau traktir," Arka tidak terima.
"Lo kaya. Bayar!"
"Sungguh teganya dirimu oh Lion." Ucap Arka dramatis. Dia hanya ingin merasakan di traktir orang, bukan mentraktir orang. Nasib orang kaya.
Arka segera membayarnya, dia membawa makanan Lion sedangkan Lion membawa makanan Byna, "Makanan gue gimana?" Tanya Arka.
"Ambil balik." Ucap Lion.
"Tai ayam."
"Tenang ada gue yang bawain makanan Arka." Ucap Khanza yang tiba tiba datang ke meja mereka bertiga.
"Thank you, tapi terus terang jangan harap gue bakalan langsung suka sama lo."
"Gak masalah."
Aurell dan Kak Athan juga ikut nimbrung.
"Ck, kenapa lo disini sih Aurell kayak gak punya temen lain aja. Dan lagi lo kan udah pacaran sama Kak Athan, ngapain masih kejar kejar Arka." Ucap Khanza emosi.
"Oh it-"
"Gak tau malu banget, tiap jamkos datang ke kelas kami, istirahat gabung disini terus."
"Khanza.. keknya lo udah kelewatan deh…." Ucap Byna panik melihat temannya yang sedang emosi.
"Yaudah, gimana kalau gini, Arka lo gak masalah gue deketin lo? Kalau lo gak suka mulai sekarang gue menjauh deh sama kalian. Beneran."
Arka diam sejenak lalu mengatakan, "Um, gue gak nyaman, sorry."
"Sialan sih but thanks udah jujur yaudah bye guys."
"Kak Athan gak samperin Aurell?" Tanya Byna.
"Oh? Gak mau ah gue pernah liat dia marah karena Khanza meluk Arka dan gila… seseram itu." Jawabnya.
Semua diam dan melanjutkan makan.
.
.
.
"Zel, pulang yuk." Ajak Bang Rean.
Zela mengangguk seraya tersenyum.
Sudah berbulan bulan mereka pacaran baru kali ini Bang Rean menghampirinya di kelas, biasa Zela yang menghampirinya seraya menunggu Bang Rean menyelesaikan jam tambahannya.
Di perjalanan Zela membuka percakapan. "Kamu... Akhir akhir ini sibuk banget ya? Chat aku jarang banget dibales." Tanya Zela santai. Dia tidak menggunakan kata 'abang' lagi karena menurut Bang Rean itu agak sedikit aneh.
"Iya, sorry. Aku lagi fokus buat Ujian nanti, belum lagi persiapan buat Kuliah. Capek... Jarang ada waktu buat ngehubungin kamu."
Zela mengeratkan pelukannya. "Semangat ya! Hubungin aku kapan kapan aja... I trust you babe." Zela tersenyum paksa.
Sebenarnya dia sedikit khawatir dengan hubungan mereka sekarang ini, Bang Rean sangat dekat dengan teman ceweknya Dia selalu kerja kelompok bersama. Belum lagi jika Bang Rean kuliah nanti... Mereka akan LDR untuk satu tahun, karena Zela bertekat untuk satu jurusan dengan Bang Rean.
Jurusan Bisnis & Manajemen.
.
.
.
"Udah sampai.". Ucap Bang Rean.
"Thank you," Zela melepas Helmnya.
"Lain kali, kalau kamu sibuk, gak usah anter aku. Biar aku pergi sekolah sendiri aja."
"Gak bisa, Zel. Sesibuk nya aku, aku harus tetap jemput kamu. Nanti kalau kamu kenapa napa dijalan? Aku gak mau sampai hal itu terjadi."
"Um oke, aku masuk ya?'
Rean membalasnya dengan anggukan.