Chereads / Mengapa Kita Harus Dipertemukan? / Chapter 37 - Langit Merah

Chapter 37 - Langit Merah

Dor! tembakkan Ghibran mengenai bahu Devan yang bersiap-siap ingin membunuh Jaka. Devan segera mundur kebelakang dan menyuruh anak buahnya yang bersembunyi dibalik kamar-kamar lantai 4 untuk menyerang pasukkan Ghibran.

Terduduk dengan napas terengah-engah karena shock mendapat tembakkan dadakan dari Ghibran barusan. Saat berusaha menggerakkan tangannya, bahunya mengernyit merasa kesakitan.

Desingan peluru kembali terdengar, memecahkan keheningan malam.

Cahaya-cahaya akibat gesekkan peluru terlihat jelas dari luar apartemen. Polisi yang berjaga diluar mulai khawatir dengan keadaan rekan-rekan mereka yang berada di dalam. Apalagi terakhir, mereka mendapatkan informasi jika rekan mereka kini tengah berhadapan langsung dengan Devan.

Sorakkan warga seakan merasa takjub akan suara desingan tersebut membuat para polisi teringat kembali jika diluar juga ada kerumunan para warga.

'HARAP SEMUANYA MENJAUH DARI LOKASI!'

Bahkan Polisi yang memberi peringatan dengan alat pengeras suara tak dihiraukan warga sekitar. Membuat mereka lagi-lagi menghela napas lelah. Ayolah, mereka harus segera membubarkan kerumunan warga sebelum sesuatu yang kurang mengenakkan akan terjadi.

'IBU-IBU, BAPAK-BAPAK... AYO-AYO BUBAR... BUBAR!!'

'PENGENDARA YANG DISANA, JANGAN DIAM. CEPAT MENJAUH DARI SINI.'

" Mereka tidak mau mendengarkan ku."

Melirik kearah beberapa warga yang mulai menjauh dari kerumunan karena telah sadar akan bahaya tersebut. " Hanya beberapa warga yang memiliki telinga." tambahnya lagi.

Ghibran merunduk saat mereka menghujani peluru kearah pasukkannya. Bergelinding bersama dengan rekan-rekannya memasuki salah satu kamar sebagai pelindung mereka.

Anang masih sibuk menembaki musuh, bersembunyi dibalik pintu saat musuh membalas serangannya.

Jaka menyipit. " Posisi Devan ada di kamar paling belakang! " lapor Jaka setelah memastikan jika Devan bersembunyi disana.

Devan yang mendengar teriakkan dari Jaka berdecak kesal. Seharusnya ia membunuh Jaka dengan cepat sehingga bisa kabur dari tempat ini.

Devan juga baru menyadari jika Ardian tidak ada diapartemen. Mungkinkah dia memanfaatkan nya? Sial, ia akan pastikan jika ia akan membunuh Ardian! ya, jika ia berhasil lolos dari sini.

" Tetap hujani mereka peluru, hingga peluru kalian habis tak tersisa!" perintah Devan kepada bawahannya.

Anang mengumpat kesal saat musuh kembali menembakkan peluru kearah nya. "Bagaimana caranya kita menghentikan mereka? Ini sangat tidak menguntungkan bagi kita, apalagi tempat ini terlalu sempit untuk kita!."

" Satu anggota terkena tembakkan di area paha."

" Hentikan pendarahannya!"

" Tetap Sadar!! "

Mereka dilanda kepanikkan.

Ambulance berada di luar apartemen, datang atas perintah atasan untuk berjaga-jaga jika ada korban jiwa maupun rekan-rekan mereka yang terluka.

Bau asap masuk keindra penciuman mereka.

" API!! "

Teriakkan para warga mengejutkan mereka. Segera melihat percikkan Api yang berada di lantai 3. "Dimana sekarang keberadaan mereka saat ini?"

" Lantai 4...,Lantai 4"

" Mereka harus segera turun, sebelum api menguasai lantai 3."

Jaka yang bersembunyi diruang yang sama dengan Anang mendapatkan informasi dari rekan nya diluar. " Lantai 3 kebakaran, kita harus segera keluar dari sini! " kata Jaka dengan nada khawatir.

" Ghib! " Anang menunggu perintah dari Ghibran yang kini terdiam memandang musuh yang masih saja menembakkan peluru.

Ghibran tertawa. " Begitu, ya. Devan dan anak buahnya mengulur waktu hingga api membakar lantai 3..." Ghibran lalu memandang rekan-rekan nya, "...Seharusnya aku membunuh anak itu!!"

Anang seketika terkejut. Jadi, anak yang mereka temui dilantai 3 merupakan pelaku pembakaran dan Devan sudah tahu jika lantai 3 terdapat api yang perlahan melahap habis.

Devan berniat ingin mati bersama di dalam apartemen ini.

Bunuh diri!

Ghibran menyerahkan senjatanya kepada Jaka, bahkan jaket anti peluru nya pun diserahkannya kepada Jaka.

" Apa yang kau rencanakan, Ghib? " Anang khawatir.

" Pergilah sebelum api menguasai lantai 3 sepenuhnya. Aku akan mengulur waktu hingga kalian semua keluar dari apartemen ini..."

" Kau gila? "

" Tidak..." Ghibran menatap anang dengan tatapan tajamnya. "...aku masih waras, dan ini adalah perintah ku. Atasan kalian semua.." kata Ghibran tegas.

" Jika ini perintahmu..." Anang berdiri, "...Baiklah, kami akan keluar dari sini dengan selamat."

Ghibran tersenyum puas mendengar jawaban dari Anang. Segera ia keluar dari kamar saat musuh tengah sibuk mengisi peluru. Mengeluarkan pisau disaku celananya dan segera menghabisi mereka dengan teknik bela diri yang sudah ia kuasi.

Menusuk, menendang, gerakkan Ghibran begitu cepat sehingga musuh tak dapat melawan.

Anang, Jaka dan yang lainnya memanfaatkan kejadian itu. Keluar dari kamar menuju lantai 3. Mereka harus segera keluar sebelum api benar-benar menguasai lantai 3.

dalam waktu semenit saja, Ghibran berhasil melumpuhkan anak buah Devan.

Ghibran memasuki kamar yang menjadi tempat persembunyian Devan. Melihat Devan yang kini menatapnya dengan tatapan sayu. "Sepertinya kau menahan rasa sakit di bahu mu." kata Ghibran lalu menarik Devan dan menaruh sebelah tangan Devan di bahunya.

" Kita harus pergi dari sini." kata Ghibran, segera membantu Devan berjalan untuk keluar dari apartemen.

Jaka, Anang dan rekan-rekan lainnya berhasil keluar dari apartemen walau mendapat luka bakar di tangan dan punggung mereka. Tim medis segera menangani mereka dengan cepat. Melakukan pertolongan pertama.

" Di mana Ghibran?"

" Dia masih di dalam! "

Raut wajah khawatir kini terlihat jelas diwajah mereka, khawatir dengan keadaan salah satu rekam mereka yang masih di dalam apartemen.

" Api sudah menguasai lantai 3 dan 4 "

" Belum ada tanda-tanda kehadirannya."

" Pemadam kebakaran segera tiba 30 detik lagi! "

Bruakh!

Warga berteriak histeris saat bangunan apartemen paling atas kini runtuh. Terjun bebas kebawah.

"Ghibran!"

Anang, Jaka dan beberapa polisi segera berlari menyelamatkan Ghibran yang tertindih benda-benda bangunan apartemen. Luka bakar di wajahnya tidak terlalu parah.

Tim medis segera mengangkat Ghibran dan Devan ketandu agar segera mendapatkan penangan medis segera.

Petugas pemadam kebakaran tiba. Segera melaksanakan tugas mereka menjinakkan si jago merah.

***

Zea menatap sang kakak yang tengah fokus kelayar laptopnya. Jari-jari nya fokus menari diatas keyboard seakan sudah hafal betul letak angka-angka yang diinginkan nya. Zea merengut, merasa bosan berdiam diri di rumah sakit.

Matanya menatap langit malam yang sedikit kemerahan.

Tunggu...

" Kak, Apa disana ada kebakaran?" tanya Zea kepada Zee. jarinya menunjuk kearah kobaran api yang sangat jelas terlihat dari kejauhan.

Zee segera mendekat ke jendela. Dia juga bisa melihat para penghuni rumah sakit lainnya yang juga penasaran dengan sumber api tersebut. Sangat besar seakan menguasi langit. Api dengan latar langit malam.

" Remote! "

Zee segera mencari remote TV yang ada di ruang inap. Segera menyalakan TV yang langsung menyiarkan tragedi kebakaran tersebut. Raut wajah Zee begitu serius mendengarkan penjelasan dari pembawa acara.

" Terjadi kebakaran yang mengejutkan saat kepolisian berusaha menangkap pelaku yang di duga merupakan teror mutilasi yang marak terjadi..."

"...Sekitar 35 polisi mendapatkan luka bakar ringan di area punggung dan tangan."

"...satu polisi mendapatkan luka tembak di area paha kaki."

Zea segera menaikan volume suara.

"...dan satu polisi mendapatkan luka bakar di wajahnya."

Zee dan Zea terkejut saat layar TV memperlihatkan wajah Ghibran yang kini memiliki setengah luka bakar akibat terkena api.

" Itu, Kak Ghibran..." kata Zea khawatir, menunjuk kearah layar TV.

Zee berusaha menenangkan Zea agar tidak panik. Apalagi luka Zea belum sepenuhnya pulih. " Tenanglah, kita akan menjenguknya saat dia sudah ditangani tim medis."

"...untuk sementara biarkan tim medis menangani kak Ghibran dengan tenang, Zea mengerti?."

Zea terdiam.

Benar kata Zee. Lebih baik bertemu dengan Ghibran saat Ghibran sudah ditangani oleh tim medis.

" Semoga, Kak Ghibran baik-baik saja..."